Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Terobosan Pembiayaan Kuliah Hadapi Liberalisasi Perguruan Tinggi

1 Februari 2024   14:17 Diperbarui: 3 Februari 2024   04:30 940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tabungan pendidikan kuliah. (Sumber: Dok. Shutterstock via kompas.com) 

Perguruan tinggi di negeri ini sudah dicengkeram oleh liberalisasi. Kasus mahasiswa ITB yang tidak mampu membayar uang kuliah tunggal (UKT), kemudian yang bersangkutan diumpankan kepada pinjaman online (alias penjol) merupakan puncak gunung es masalah pembiayaan kuliah di negeri ini. 

Masalah mahasiswa yang tidak berdaya membayar UKT terjadi di seluruh perguruan tinggi (PT). Masalah tersebut adalah salah satu implikasi pemerintah yang menggelar liberalisasi PT. 

Tidak hanya mahasiswa saja yang terjerat ketidakmampuan membayar uang kuliah, pihak pengelola PT juga semakin banyak yang kesulitan memenuhi pembiayaan operasional.

Liberalisasi perguruan tinggi berlaku sejak pemerintah melakukan ratifikasi atau kesediaan dalam menandatangani General Agreement on Trade in Services (GATS), yaitu perjanjian mengenai perdagangan dan jasa bagi anggota World Trade Organization (WTO).

Setelah Indonesia melakukan ratifikasi WTO, otomatis juga mengesahkan liberalisasi pendidikan tinggi. Hal itu terlihat melalui undang undang dan peraturan pemerintah lainnya, yakni melalui UU nomor 20 tahun 2003, peraturan pemerintah (PP) nomor 61 tahun 1999,dan UU nomor 12 tahun 2012. 

Undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut juga mencakup tentang pendanaan pendidikan tinggi, keikutsertaan masyarakat, pengawasan dari pemerintah dan kontrol, dan pendirian pendidikan tinggi oleh asing.

Khusus untuk penyediaan pendidikan tinggi oleh asing, WTO memiliki mekanisme atau metode tertentu bagi anggotanya. 

Ada empat metode penyediaan pendidikan oleh asing ke negara penerima yaitu melalui : (i) pengadaan lintas batas , (ii) konsumsi luar negeri, (iii) kehadiran komersial , (iv) kehadiran orang alami.

Perlu pemimpin bangsa yang mampu membuat terobosan yang bersifat inovatif, kreatif dan transformatif dalam hal mencetak generasi emas menuju bangsa yang maju.

Indonesia butuh inovasi seperti lembaga Perguruan Tinggi di luar negeri yang menerbitkan obligasi dan bekerja sama dengan lembaga keuangan. Tak bisa dimungkiri, metode pendanaan pendidikan di berbagai belahan dunia saat ini telah sampai pada tahap agilitas.

Beberapa perguruan tinggi terkemuka di Amerika Serikat telah menerbitkan obligasi untuk menambah anggaran yang diberikan oleh pemerintah maupun donatur tetap. 

Sebagai contoh sejak 2010 Harvard University yang merupakan universitas terkaya di AS berhasil mengumpulkan dana 1,5 miliar dollar US dari hasil penjualan obligasi. Universitas memilih menjual obligasi karena lebih mudah dan murah ketimbang kredit bank.

Untuk solusi pembiayaan PT perlu mencontoh kebijakan yang dijalankan oleh Bank Sentral Amerika Serikat yang selama ini mengalokasikan dana hingga 300 miliar US dolar kepada pemegang surat berharga yang ditopang dengan berbagai jenis pinjaman, termasuk untuk kredit mahasiswa tanpa bunga atau dengan bunga yang sangat ringan. 

Kebijakan bank sentral tersebut telah membantu para mahasiswa, sehingga mereka bisa menyelesaikan kuliah dengan baik lalu menjadi pengusaha yang tangguh. 

Bank Indonesia dan perbankan nasional bisa meniru Amerika Serikat dalam memberikan kredit mahasiswa dan para dosen yang melanjutkan studi di dalam dan luar negeri.

Ilustrasi bahaya liberalisasi pendidikan ( sumber gambar KOMPAS.id ) 
Ilustrasi bahaya liberalisasi pendidikan ( sumber gambar KOMPAS.id ) 

Mestinya dana abadi pendidikan yang kini jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) bisa berperan banyak untuk mengatasi masalah biaya kuliah mahasiswa di dalam negeri. Mestinya LPDP mampu mencegah rentenir masuk kampus-kampus di negeri ini.

Pemerintahan mendatang perlu membuka skema pembiayaan PT yang melibatkan pemerintah daerah dan perguruan tinggi untuk menerbitkan surat obligasi guna menutup biaya operasional, pengembangan infrastruktur, hingga pemberian beasiswa dan skema kredit mahasiswa tanpa bunga.

Krisis ekonomi yang melemahkan daya beli masyarakat termasuk kemampuan untuk membiayai pendidikan anak-anaknya menimbulkan problema yang sangat serius. 

Cara paling gampang untuk mengatasi masalah biaya pendidikan adalah lewat rentenir, khususnya rentenir dunia maya atau umum disebut Pinjol.

Memang ada program Dirjen Dikti Kemendikbud terkait dengan bantuan dana mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS).

Namun, jumlahnya masih belum memadai. Idealnya rasio pembagian bantuan sepertiga diberikan untuk mahasiswa PTN dan dua-pertiga diberikan untuk mahasiswa PTS.

 Jumlah PTS di Indonesia 3.800 buah. Di Jawa Barat saja ada 278 PTS yang tersebar di 27 kabupaten/kota, sedangkan PTN di seluruh Indonesia tidak melebihi 300 PTN. Demikian pula dengan jumlah mahasiswa di Indonesia kini sekitar 8 juta mahasiswa, maka sepertiganya berada di PTN dan dua pertiganya ada di PTS.

Sungguh ironis, Presiden Joko Widodo pernah meminta pihak perbankan untuk mengeluarkan produk finansial baru berbentuk student loan atau kredit Pendidikan tanpa bunga.Namun permintaan Jokowi tersebut hilang begitu saja tertiup angin lalu.

Perlu skema kredit mahasiswa yang tidak memberatkan dan tidak berisiko terjadinya kredit macet di kemudian hari. Kredit mahasiswa bisa mendongkrak angka partisipasi kasar (APK) mahasiswa di negeri ini yang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara lain. 

Jumlah Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia sudah banyak namun tidak berbanding lurus dengan minat APK masyarakat. APK domestik merupakan jumlah penduduk rentang usia 19-23 tahun yang belajar di PT dibagi dengan rentang usia tersebut yang seharusnya belajar di PT.

Kini APK Indonesia ke PT sebesar 29 persen. Sebagai perbandingan APK di Korea Selatan mencapai 80 persen, Malaysia 40 persen, Thailand 54 persen, Singapura 78 persen. Saat ini terdapat 4.550 Perguruan Tinggi di Indonesia baik negeri maupun swasta. 

Belum lagi kehadiran universitas asing, semakin menambah jumlah PT di negeri ini. Jumlah PT banyak tetapi APK-nya kecil. Hal itu disebabkan 70 persen PT daya tampungnya sedikit. Sebagai perbandingan PT di negara-negara Uni Eropa hanya ada sekitar dua ribu perguruan tinggi.

Sekedar catatan, dibandingkan dengan Tiongkok, jumlah PT di Indonesia ternyata lebih banyak. Jumlah PT di Tiongkok sekitar 2.824, padahal penduduknya jauh lebih banyak dibanding Indonesia. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun