Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Teladan Kaisar Hirohito Menata Guru dan Mimpi SMK

20 November 2023   12:03 Diperbarui: 20 November 2023   12:26 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SMK dilatih untuk siap terjun langsung ke industri.(Dok. Kemendikbud Ristek via KOMPAS.com)

Sayangnya hal diatas masih terkendala karena mayoritas sekolah kejuruan di tanah air, postur tenaga pengajarnya masih didominasi oleh kategori guru normatif-adaptif atau guru umum yang mengajar mata pelajaran seperti Agama, PKn, Matematika, bahasa Indonesia dan lain-lain. Sedangkan kategori guru produktif yang mengajar para siswa sesuai dengan bidang keahlian yang dipilih prosentasenya masih kecil dibawah 35 persen. Untuk membentuk guru produktif yang sesuai dengan tantangan zaman tidak mudah.

Untuk mencetak guru produktif mestinya tidak tidak harus berasal dari perguruan tinggi kependidikan. Guru produktif bisa dicetak dari para pekerja industri yang memiliki kinerja yang baik. Guru vokasi dapat mempercepat program pengembangan industri di daerah. Potensi daerah yang selama ini belum dikelola alias masih tertidur agar bisa diwujudkan nilai tambahnya lewat pendidikan vokasi yang berbasis lokal.

Bila jumlah guru produktif tercukupi jumlahnya, maka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di daerah- daerah bisa lebih mudah ditransformasikan menjadi badan layanan umum daerah (BLUD). Penerapan status BLUD harus semakin digencarkan, baik di SMK negeri maupun swasta lewat metode teaching factory. Yakni metode pembelajaran praktik dengan alat praktik yang sama dengan industri. Hal ini memungkinkan SMK dan siswa memproduksi barang dan jasa yang sama dengan standar industri.

Dengan status BLUD lembaga pendidikan itu juga bisa lebih leluasa dalam hal manajemen serta masalah penggalian sumber keuangan lewat bisnis dan jasa. Karena hingga kini banyak SMK yang memiliki potensi berupa produk dan hasil inovasi teknologi tepat guna. Langkah kedepan BLUD SMK memiliki peran penting terkait dengan Industrialisasi Substitusi Impor (ISI). Seperti contohnya membuat mesin pengolah bahan baku seperti alat pembuat tepung jenis umbi-umbian lokal menjadi substitusi tepung terigu yang selama ini tergantung impor.

Apalagi pada saat ini Kementerian Perindustrian terus berupaya mendorong penumbuhan dan pengembangan Industri kecil dan menengah (IKM) di seluruh penjuru tanah air. Karena setiap daerah di Indonesia punya potensi masing-masing dengan keunggulan komparatif, baik dalam hal sumber daya alam yang dijadikan bahan baku maupun keterampilan sumber daya manusianya. Untuk meningkatkan daya saing sektor IKM sesuai dengan keunggulan daerah perlu dilaksanakan program pembinaan di sentra IKM melalui pendekatan One Village One Product (OVOP).

Konsep OVOP pertama kali diinisiasi di Prefektur Oita Jepang sejak tahun 1979 oleh Dr. Morihiko Hiramatsu, yang kemudian diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2007. Konsep OVOP tersebut memiliki spirit untuk mendorong masyarakat suatu daerah agar dapat menghasilkan produk yang kompetitif dengan nilai tambah tinggi dan mampu bersaing ditingkat global. Penerapan OVOP tetap mengutamakan ciri khas keunikan karakteristik daerah tersebut dengan memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Penerapan perlu melibatkan lembaga pendidikan kejuruan, inovator bahkan juga para startup atau pengusaha rintisan.

Presiden Jokowi meninjau proses pembelajaran di SMK Negeri 1 Purwakarta (source : BPMI Setpres) 
Presiden Jokowi meninjau proses pembelajaran di SMK Negeri 1 Purwakarta (source : BPMI Setpres) 
Mengatasi Paradoks SMK

Saat ini dunia pendidikan diwarnai dengan paradoks SMK. Hal itu terkait dengan persoalan keterserapan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang masih memprihatinkan. Keterserapan tersebut dipengaruhi oleh kondisi guru produktif di SMK yang masih kurang jumlahnya dan kualitasnya masih belum sesuai dengan standar dunia industri saat ini.

SMK di Indonesia memiliki 146 kompetensi dimana dari 146 kompetensi tersebut, sekitar 60% dari proporsi kompetensi diisi hanya oleh 10 kompetensi utama.

Dalam era digitalisasi dan revolusi industri 4.0, Indonesia mempunyai tantangan untuk melakukan revitalisasi pendidikan vokasi. Dari sisi kesiapan untuk menghadapi transformasi digital seperti yang ditunjukkan oleh Network Readiness Index, Indonesia berada pada peringkat 73 dari 139 negara. Sementara negara-negara yang setara memiliki kesiapan yang lebih baik, seperti Malaysia (peringkat 31), Turki (48), China (59), Thailand (62).

Pada saat ini Kementerian Perindustrian terus berupaya mendorong penumbuhan dan pengembangan Industri kecil dan menengah (IKM) di seluruh penjuru tanah air. Karena setiap daerah di Indonesia punya potensi masing-masing dengan keunggulan komparatif, baik dalam hal sumber daya alam yang dijadikan bahan baku maupun keterampilan sumber daya manusianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun