Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Satpam oh Satpam, Posisimu Lemah Akibat Status Alih Daya

10 November 2023   14:08 Diperbarui: 10 November 2023   14:13 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi satpam wanita yang sedang bertugas (sumber Riau24.com) 

Seperti contohnya kasus yang pernah terjadi di PT KS hingga PT Pertamina. Sebagai perusahaan besar kelas dunia, Pertamina dalam menjalankan praktek produksi dan eksplorasi dan usaha-usaha bisnis lainnya mestinya tidak menerapkan praktek kerja outsourcing yang menyebabkan ketidakpastian kerja dan penderitaan bagi kaum pekerja.

Modus outsourcing atau alih daya di PT Pertamina dilakukan oleh unit kerja dengan vendor terhadap hampir keseluruhan pekerjaan yang eksis di unit tersebut. Perbandingan pendapatan salary antara pekerja outsourcing dengan pekerja tetap jauh berbeda. Dengan perbandingan hampir 10 kali lipat. Padahal jenis pekerjaan yang dikerjakan sama, baik dari sisi waktu jam kerja dan faktor resiko di lapangan.

Selain itu timbul diskriminasi antara pekerja outsourcing dengan pekerja tetap terkait bonus yang diberikan kepada pekerja.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga pernah mengalami gejolak ketenagakerjaan terkait outsourcing. Kasus pelaksanaan pelayanan teknik oleh pihak swasta atau vendor menimbulkan banyak persoalan ketenagakerjaan.Ironisnya, kasus-kasus yang terjadi justru merupakan core bisnis PLN. Mestinya bagian pemasangan atau penyambungan baru dan tambah daya, pemutusan, catat meter, pemeliharaan atau gangguan, operasi penertiban aliran listrik, tidak boleh di outsourcingkan. Karena karyawan dibagian tersebut wajib memiliki keahlian listrik dan sifat pekerjaan yang terus menerus.

Mestinya BUMN sedapat mungkin tidak melakukan pelanggaran sistem kerja yang berdasarkan pasal 59 UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PKWT) hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya. Dan pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Untuk PT PLN status satpam yang bertugas menjaga infrastruktur atau instalasi yang strategis atau vital, status satpam mestinya tidak alih daya. Karena satpam yang bertugas di tempat tersebut juga memiliki keahlian khusus dan bersifat terus menerus. Kita sering melihat satpam di lingkungan BUMN energi dan pertambangan juga memiliki keahlian di bidang manajemen K3 ( keamanan dan kesehatan kerja) yang sangat penting untuk kelangsungan dan produktivitas perusahaan. Satpam juga sudah banyak yang dilatih dalam bidang mitigasi bencana alam dan SAR. Suatu keahlian yang penting pada saat ini.

Keniscayaan, segenap Direksi BUMN wajib menyadari bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa pekerjaan bersifat outsourcing melanggar konstitusi atau inkonstitusional. MK juga menilai bahwa UU Ketenagakerjaan Pasal 65 dan Pasal 66 mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya akibat sistem kontrak menyebabkan para pekerja kehilangan jaminan atas kelangsungan kerja. Jangan ada lagi kebijakan Direksi BUMN terkait outsourcing dengan alasan klise bahwa mempekerjakan pekerja kontrak lebih efisien.

Masalah alih daya selama ini menjadi masalah laten bagi hubungan industrial di negeri ini. Hubungan industrial terjadi karena adanya keterkaitan kepentingan para pihak yang terdiri atas pekerja/buruh dan pengusaha serta pihak-pihak lainnya. Hubungan industrial tersebut berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat bahkan perselisihan antara kedua belah pihak terhadap suatu hal. Apabila tidak ditangani dengan baik maka perbedaan pendapat atau konflik tersebut akan menimbulkan masalah bahkan akan mengganggu kinerja perusahaan.

Sejalan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, penyelesaian permasalahan dalam hubungan industrial secara normatif telah mengalami banyak perubahan. Eksistensi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) perlu ditegakkan. Berdasarkan UU PPHI tersebut telah dibentuk peradilan khusus yang menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial, yaitu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Pengadilan khusus ini dibentuk di lingkungan Pengadilan Negeri (PN) yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun