Â
Jurus Meja Makan Ala Jokowi, Netralitas Hanyalah Fatamorgana
Jokowi mengundang makan siang tiga bacapres yang ikut Pemilu 2024 di Istana. Di benak publik itu kosong makna, yang tampak hanyalah basa-basi politik ala Jokowi. Berita tentang jurus meja makan Jokowi dengan bacawapres cuma riuh sebentar lalu kabur tertiup angin lalu.Â
 Mestinya yang perlu makan bersama itu adalah Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri. Itu maknanya sangat esensial, tidak sekedar basa-basi. Mestinya Jokowi berani tunjukkan kepada rakyat bahwa dirinya masih menaruh hormat dan memiliki hubungan baik dengan Ketum PDI Perjuangan.
Publik akan mengucungkan jempol jika dalam waktu dekat Jokowi berani bikin acara makan bersama dengan Ketum PDI Perjuangan sekaligus di meja makan didampingi Gibran anaknya.Â
Disitu Gibran secara gentleman mengembalikan KTA partai sambil pamitan secara baik-baik untuk keluar dari PDI Perjuangan. Sayangnya sikap ksatria diatas sulit dilakukan karena suasana hati yang dikalahkan oleh haus kekuasaan dan aroma nepotisme yang tiada tara.
Harapan terwujudnya netralitas hanyalah fatamorgana. Mustahil Jokowi bisa bersikap netral karena ada anaknya yang ikut bertanding berkat nepotisme Mahkamah Konstitusi. Apalagi prahara MK belum usai dan masih terus membara.
Jurus feodalisme yang mempertontonkan makan-makan enak di tengah rakyat yang masih banyak kesulitan mendapatkan menu yang bergizi bahkan masih ada rakyat yang masih kelaparan.Â
Jurus makan siang itu untuk memperbaiki citra Jokowi yang akhir-akhir ini telah terpuruk akibat nepotisme MK dan sikap Gibran Rakabuming yang dinilai tidak punya sopan-santun politik terhadap PDI Perjuangan. Akhir dari drama makan siang ini sepertinya akan ditutup oleh tukang survei bayaran yang akan mengeluarkan pesan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi.
Jurus makan siang ala Jokowi kurang menguntungkan Anies-Muhaimin dan Ganjar- Mahfud. Justru dalam makan siang itu Anies dan Ganjar terlihat "ingah ingih" dan serba rikuh. Publik melihat dari setingan formasi kursi meja makan saja sudah diatur agar tidak menguntungkan Anies dan Ganjar. Dari sudut kamera setingan kursi sangat menguntungkan Prabowo karena letaknya sangat dekat dengan Jokowi dan tidak memunggungi kamera.
Belum ada jaminan netralitas pemilu 2024 oleh presiden dan aparat. Pernyataan netralitas Jokowi hanya panggung depan, di belakang tentunya lain. Belum ada keseriusan Jokowi terkait dengan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan netralitas TNI Polri karena semua masih sebatas janji setengah hati.Â
Belum ada bukti nyata sikap Jokowi yang bersikap netral. Belum ada ketegasan terhadap ASN dan TNI Polri untuk bersikap netral dalam tahapan Pemilu 2024. Apalagi menurut ketentuan, sanksi yang dijatuhkan bagi aparat yang tidak netral amat ringan.
Ketidaknetralan ASN dan pejabat negara selama ini dirasakan oleh pasangan AMIN. Salah satu contoh adalah tindakan penjabat Gubernur Jawa Barat yang notabene adalah orang dekat Jokowi secara sewenang-wenang menghalang-halangi acara yang melibatkan Anies Baswedan yang bermaksud menggunakan Gedung Indonesia Menggugat di Bandung. Gedung disegel/ dikunci, akibatnya acara dilakukan dengan cara lesehan di luar gedung.
Dilain pihak tiadanya netralitas sangat menguntungkan paslon Prabowo-Gibran. Kemana-mana Prabowo yang masih menjabat Menhan bisa bikin kunjungan kerja sambil kampanye. Sambil menyelam minum air. Bahkan aparat teretorial beserta keluarganya bisa dikerahkan untuk menghadiri acara Prabowo.Â
Salah satu contohnya adalah saat Prabowo meresmikan sumur bor untuk pengairan di suatu daerah. Peresmian seperti itu mestinya cukup diresmikan oleh camat atau kepala desa. Kenapa mesti diresmikan oleh Menteri Pertahanan ? Biaya peresmian saja lebih mahal dari biaya untuk membuat sumur bor. Sungguh aneh tapi nyata.
Publik juga melihat bahwa para direksi BUMN terutama yang tergolong Defend ID selama ini tidak bisa netral dan justru memberikan panggung bagi Prabowo untuk melakukan kampanye terselubung.Â
Mestinya acara-acara BUMN tidak dijadikan panggung pencitraan bagi salah satu bacapres yang didukung oleh Jokowi. Semua sudah kadung amburadul. Semua kegiatan kunjungan kerja hingga rapat dinas telah dijadikan ajang kampanye terselubung bagi bacapres dan bacawapres yang didukung Jokowi.
Pelanggaran netralitas pemilu oleh ASN dan aparat keamanan sanksinya sangat ringan. Hanyalah bersifat normatif. Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan.Â
Menunjukkan bahwa sanksi untuk Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral. Sanksi moral sebagaimana dimaksud dalam ayat dibuat secara tertulis dan dinyatakan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Sanksi yang sangat ringan juga disertai dengan lemahnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi netralitas aparat.
Netralitas yang hanya merupakan fatamorgana juga dipertontonkan oleh menteri kabinet Jokowi dan para penjabat kepala daerah. Mereka tampak sibuk diluar tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara negara. Para menteri banyak yang aktif dalam kegiatan politik praktis di tengah situasi perekonomian yang masih riskan.
Muncul fenomena kabinet malam dan kabinet rumahan. Mulai terlihat kementerian berpindah tempat sehingga mendistorsi fungsi dan memperlemah koordinasi antar eselon. Padahal banyak persoalan bangsa yang semakin kritis dan butuh totalitas kerja untuk mengatasinya. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H