Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menunggu Jiwa Ksatria Gibran Rakabuming

17 Oktober 2023   13:38 Diperbarui: 18 Oktober 2023   08:32 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin muda Indonesia seharusnya memiliki deposit jiwa ksatria yang besar dalam menghadapi persoalan yang menimpa dirinya, jangan justru menganut falsafah tuna ksatria. Sayang seribu sayang, kenapa Gibran menjadi peragu dan takut melangkah menentukan sikap dan memikul resiko terkait dengan penentuan cawapres. Jika dia memilih menjadi pasangan Prabowo dan berseberangan terhadap PDI Perjuangan, sebagai empunya darah muda mestinya dia tidak takut dan berjiwa ksatria menghadapi "sangsi" dari parpol yang telah membesarkannya.

Berlawanan kondisi diatas, jika Gibran tidak memilih berpasangan dengan Prabowo, maka dia sebaiknya tetap perjuang mati-matian untuk mendukung Ganjar Pranowo, sekalipun dia tidak menjadi Wapres karena pertimbangan kalkulasi politik kewilayahan.

Saya ingin mengajak Gibran melihat teladan paripurna pejuang muda yang bernama Wolter Robert Monginsidi. Dengan ksatria dan gagah beraninya si "Gentleman" dari Malalayang tersebut menghadapi pengadilan kolonial Belanda. Untuk kehormatan Sapta Marga dan kejayaan bangsanya, Mongisidi akhirnya memilih mati secara ksatria di depan regu tembak Belanda di lapangan kawasan Tello Makassar. Dengan beraninya ia menghadapi hukuman mati hanya disertai dengan sebuah goresan kalimatnya "Setia hingga akhir dalam keyakinan", dan sebuah pekik " Merdeka ! ".

Teladan paripurna lainnya adalah Panglima Besar Soedirman yang mana dengan penyakit paru-paru yang sangat parah, masih berani dan berjiwa ksatria untuk memimpin perang gerilya melawan Belanda. Pak Dirman yang badannya tinggal tulang dan kulit tanpa pengawasan dokter ahli berjalan keluar masuk hutan beratus-ratus kilometer hanya dengan ditandu. Bicaranya yang lirih dan sepotong-potong dalam memberikan perintah komando tidak jarang menjadikan anak buahnya "mbrebes mili" ( menitikkan air mata ) melihat kondisi Panglimanya yang sangat renta tetapi memiliki deposit nyali yang segunung.

Sejarah Indonesia sebenarnya telah menyajikan betapa banyaknya pelaku sejarah yang telah memberikan contoh jiwa ksatria dan gagah berani. Banyak peristiwa sejarah yang sarat dengan nuansa terhadap pengadilan para pahlawan bangsa, baik itu pengadilan resmi, pengadilan militer, atau pengadilan jadi-jadian. Semua itu memberikan teladan bagi generasi penerus untuk menjunjung tinggi kehormatan dan tradisi perjuangan dengan jiwa ksatria. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun