Kesehatan Mata dan Paradoks Hemat Listrik di Tempat Kerja
Jaga Kesehatan Mata merupakan kalimat yang gampang-gampang sulit dilakukan oleh para pekerja. Khususnya bagi pekerja pabrik yang setiap hari mesti berkonsentrasi penuh menjalankan mesin produksi. Memelototi benda kerja supaya sesuai dengan desain produksi. Mesti presisi.
Ketika bekerja, Tak jarang mata kita memerah dan terasa berat, ingin segera menutup kelopak mata. Tetapi apa daya mesin dan benda kerja harus terus dilihat secara seksama supaya tidak menimbulkan cacat produksi.
Bagi pekerja industri sangat riskan terjadi gangguan mata akibat polusi udara, kelelahan kerja, hingga kurang gizi mikro khususnya vitamin A. Jika rasa ngantuk menyerang mata pekerja, padahal waktu istirahat masih lama, beberapa kiat dilakukan pekerja antara lain bergerak badan, membasuh muka atau menyeruput minuman.
Jaga kesehatan mata bagi pekerja mestinya menjadi faktor utama terwujudnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) oleh perusahaan. Demi kesehatan mata pekerja mestinya lampu penerangan di tempat kerja intensitas cahayanya diukur dengan benar agar nyaman. Begitupun sistem pencahayaan mesti memperhatikan faktor ergonomik.
Pengalaman saya sebagai pengurus serikat pekerja sering menemui kasus dimana pekerja sering mengeluh dengan lampu penerangan akibat pihak perusahaan melakukan program hemat energi atau ngirit listrik. Timbulah paradoks hemat energi yang justru berpotensi menimbulkan kerugian berganda bagi banyak karyawan dan perusahaan. Kecelakaan kerja semakin seing terjadi dan jumlah barang yang rijek meningkat sehingga produktivitas terganggu.
Ironisnya pihak PLN selama ini berusaha menghambat pihak perusahaan yang bermaksud memasang pembangkit listrik atap (PLTS Atap) yang menggunakan solar cell untuk memetik sinar matahari menjadi energi yang murah agar bisa menjadi listrik yang bisa membantu menerangi area pabrik dan tempat kerja.
Saya sudah pensiun sebagai pekerja pabrik, apakah masih ada pekerja yang matanya terus menderita gara-gara intensitas pencahayaan di tempat kerjanya bermasalah ?
Sangat relevan peringatan Hari Penglihatan Sedunia yang jatuh pada tanggal 12 Oktober. Tahun ini mengangkat tema "Love Your Eyes at Work". Data BPS tahun 2022 menunjukkan rata-rata jam kerja di Indonesia mencapai 40,02 jam dalam seminggu. Dengan jam kerja tersebut, sudahkah kita memperhatikan kesehatan mata kita ?
Hari Penglihatan Sedunia adalah satu acara yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan mata dan menjalani pemeriksaan mata secara rutin. Karena itu, edukasi menjaga kesehatan mata ini sangatlah penting.
Bagi kawan-kawan pekerja, peringatan ini sangat relevan dan perlu dijadikan momentum untuk mencari solusi terkait dengan lingkungan kerja yang ramah dan nyaman untuk mata.
Sebagai tukang insinyur saya ingin mengajak diskusi membedah masalah terkait dengan paradoks hemat energi di tempat kerja yang bisa menyebabkan kesehatan mata pekerja terganggu.
Sudah beberapa kali pemerintah dan pengusaha menekankan tentang penghematan penggunaan energi. Tetapi di lapangan belum ada penjabaran secara tepat terkait dengan teknis penghematan seperti apa yang ingin dicapai. Bagi kalangan dunia usaha dan fasilitas publik kebijakan hemat energi sebaiknya berlandaskan asas Pareto yang mengedepankan solusi teknologi.
Gerakan hemat energi memerlukan sasaran yang tepat. Sasaran gerakan harus dipikirkan secara tepat agar tidak terjadi efek balik yang sangat merugikan. Pentingnya langkah efisiensi energi listrik secara sistemik bagi kalangan industri. Langkah itu antara lain dengan lebih mengetahui karakteristik pemakai energi listrik di unit industrinya. Sehingga para pelaku industri dapat melakukan penghematan pemakaian energi listrik sebaik mungkin.
Penghematan pemakaian energi dalam industri harus mendapat perhatian serius karena industri merupakan sumber pengguna energi listrik yang besar. Pemakaian energi listrik yang terkendali tetapi manusiawi dalam suatu industri membuat biaya operasi perusahaan akan lebih rendah. Sehingga perusahaan dapat memperoleh dana tambahan untuk membiayai berbagai program peningkatan produktivitas tenaga kerja.
Serta bisa meremajakan mesin dan peralatannya untuk meningkatkan daya saing. Pada prinsipnya suatu industri atau pabrik menggunakan energi listrik untuk menggerakkan motor listrik, air conditioning, lampu penerangan, sistem keamanan dan lain lain. Motor listrik dan lampu penerangan adalah pemakai daya listrik yang besar dalam industri.
Pada umumnya motor listrik (motor induksi) mempunyai berbagai kerugian seperti rugi-rugi tembaga, rugi-rugi inti, rugi rugi gesekan dan rugi rugi lilitan. Hal itu sangat berpengaruh terhadap konsumsi daya listrik. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efek terhadap efisiensi motor yaitu desain motor, pembebanan motor dan voltase. Sudah saatnya kalangan industri menggunakan motor induksi yang tinggi efisiensinya untuk memangkas biaya listrik. Begitu pula dengan kebutuhan penerangan suatu industri harus dirancang sedemikian rupa agar efisien pemakaian listriknya. Untuk itulah pentingnya insentif fiskal bagi dunia usaha yang melakukan pengadaan mesin-mesin produksi yang baru.
Gerakan hemat energi hendaknya berpokok pangkal dari pengertian efisiensi energi dan ekonomi yang berasaskan Pareto. Dalam pengertian yang sederhana efisiensi adalah pemakaian sesedikit mungkin sumber daya atau input untuk menghasilkan sebanyak mungkin output.
Apalagi sektor perekonomian mengandung berbagai jebakan "fallacy of composition". Dalam arti, apa yang diasumsikan benar diatas kertas, belum tentu terbukti benar kalau dilakukan di lapangan. Demikian pula dalam konteks gerakan hemat energi yang salah arah atau tidak tepat sasaran bisa-bisa menimbulkan masalah yang lebih luas.
Semua pihak perlu memikirkan solusi cerdas agar negeri ini terlepas dari paradoks diatas. Antara lain dengan inovasi teknologi seperti penerapan sumber daya energi alternatif secara konsisten dan arif. Seperti penggunaan pembangkit listrik tenaga surya sehingga bisa menjadi solusi. Logikanya Negeri kita setiap tahunnya mendapatkan energi matahari sebesar 2.500 kW per jam-nya. Pembangkit listrik tenaga surya itu konsepnya sederhana. Yaitu mengubah panas cahaya matahari menjadi energi listrik. Sumber daya alam panas matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari, tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan BBM. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H