Impian Ibu Pertiwi Menabung Hujan
Semantok adalah salah satu impian Ibu Pertiwi. Kawan saya bercanda bahwa Semantok itu singkatan "semua teman Totok". Mengingatkan hobi saya yang dulu suka menyusuri sungai untuk mengamati ekosistem.
Efek El Nino yang sangat menyengsarakan kehidupan sangat relevan dengan usaha keras bangsa-bangsa untuk membangun bendungan atau waduk sebagai infrastruktur pengairan yang bisa mencukupi kebutuhan pertanian, peternakan, kehutanan dan untuk sanitasi keluarga. Selain itu bendungan sebagai pembangkit listrik yang sangat ramah lingkungan.
Bencana kekeringan saat ini mengingatkan saya kepada kampung halaman saat kecil hingga remaja yakni di Kabupaten Nganjuk bagian utara. Wilayah itu sejak dulu selalu dilanda kekeringan hebat. Sawah dan ladang mengering, sungguh pemandangan yang sangat mencekam. Bahkan seekor belalang pun tak sanggup hidup dalam kondisi ekstrem seperti itu.
Masyarakat Nganjuk yang tinggal di wilayah utara seperti di Kecamatan Rejoso, Gondang, Ngluyu dan lainnya sejak dulu berharap agar ada solusi permanen untuk mengatasi masalah laten kekeringan. Harapan itu sesuai dengan impian Ibu Pertiwi untuk menabung air hujan lewat waduk dan bendungan. Bendungan itu bisa membasahi sawah yang butuh minum. Membasahi jiwa masyarakat yang putus asa. Karena kemarau menyebabkan paceklik bagi semuanya.
Kini Impian Ibu Pertiwi mulai terwujud, salah satunya di kampung halaman saya, yakni selesainya pembangunan Bendungan Semantok. Kawan-kawan saya saat kecil dan remaja sering bercanda bahwa Semantok itu singkatan "semua teman Totok", begitu katanya. Mengingatkan hobi saya dahulu suka menyusuri Sungai Semantok untuk mengamati ekosistemnya.
Bendungan Semantok telah beroperasi, namun fungsinya belum bisa optimal. Sistem irigasi masih perlu diperbaiki. Bendungan Semantok yang terpanjang se-Asia Tenggara itu berada di Desa Sambikerep, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir 2022. Semantok adalah bendungan ke-30 yang diresmikan selama masa pemerintahan Jokowi dan pembangunannya menelan anggaran yang tidak sedikit. Dilansir dari Sekretariat Negara, pembangunan Bendungan Semantok menghabiskan dana sebesar Rp 2,5 triliun.
Sudah dibangun sejak 2017 Pembangunan Bendungan Semantok sudah dimulai sejak Desember 2017. Ini artinya, perlu waktu selama 5 tahun merampungkan megaproyek ini. Pelaksana pembangunan bendungan oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Secara teoritis, Semantok mampu menyediakan air baku sebesar 312 liter per detik, bendungan dengan volume tampung 32,67 juta meter kubik ini dapat memasok air untuk irigasi sawah seluas 1.900 hektar.
Jumlah Bendungan di Indonesia Masih Kurang
Indonesia memiliki potensi sumber daya air nomor lima terbesar di dunia. Keniscayaan bagi pemerintah untuk menambah dan memperbesar daya dukung bendungan untuk penyediaan air irigasi, sanitasi, pembangkit listrik serta industri.
Sekedar catatan daya dukung bendungan terhadap penyediaan air irigasi baru mencapai sekitar 12 persen dari total kebutuhan untuk lahan beririgasi. Perlu memberikan perhatian lebih terhadap pembangunan infrastruktur bendungan di seluruh pelosok tanah air. Pembangunan bendungan dari skala besar hingga menengah dan kecil menjadi prioritas.
Bendungan atau waduk merupakan infrastruktur pengairan yang sangat penting. Jumlah bendungan atau waduk di Indonesia terlalu sedikit bila dibandingkan dengan negara lain. Itupun dengan catatan sebagian sudah berumur tua warisan kolonial Belanda.
Jumlah bendungan di Indonesia yang telah beroperasi dengan berbagai ukuran hingga 2022 hanya berjumlah 238 buah dengan kondisi bendungan yang sarat masalah, seperti pendangkalan, pencemaran dan masalah kerusakan sungai. Dari jumlah bendungan di atas, 42 bendungan berkinerja rendah atau buruk, 30 buah berkinerja sedang, dan yang masih berkinerja baik hanya 50 buah. Sisanya belum diaudit kinerjanya, namun bisa dipastikan sarat dengan masalah. Sementara Tiongkok memiliki jumlah bendungan 20.000 buah, Amerika Serikat 6.000 buah, Jepang 2.650 buah, dan India 1.500 buah.
Terkait kebutuhan air bagi warga dunia, kini seluruh bangsa menaruh perhatian besar terhadap sistem irigasi pertanian yang cerdas. Seperti sistem irigasi tetesan hasil inovasi Israel yang sangat terkenal. Tidak mengherankan jika negara besar seperti Tiongkok dan India yang memiliki masalah kekeringan, tanah tandus atau gurun untuk budidaya tanaman pangan. Karena begitu strategisnya teknologi irigasi tetes yang bersifat cerdas dan dilengkapi dengan aplikasi spasial atau sistem informasi geografis, sampai-sampai BUMN Tiongkok membeli perusahaan Israel yang memproduksi sistem dan peralatan irigasi diatas, yakni Auto Agronom Israel dengan harga saat itu mencapai 20 juta dollar AS.
Pembangunan bendungan merupakan upaya untuk memaksimalkan tabungan air hujan. Selain bendungan, embung penampung air juga harus banyak dibangun dengan peruntukan utama untuk mengairi lahan pertanian. Pembangunan bendungan tidak hanya ditujukan untuk keperluan penampungan air saja namun bersifat multifungsi, misalnya untuk pembangkit listrik, pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan lain-lain.
Semua bangsa perlu mencontoh pembangunan infrastruktur pengairan Tiongkok. Usaha pemimpin Tiongkok untuk membangun infrastruktur pengairan sangat luar biasa sehingga bisa mengalahkan Amerika Serikat. Awal pembangun bendungan yang membentang di Sungai Yangtze telah ada sejak kepemimpinan Sun Yat Sen.
Dia adalah pemimpin besar Tiongkok yang melihat sungai terbesar di negeri itu sebagai otot bangsa. Jika otot itu diaktifkan akan mampu mengangkat bangsa itu dari keterbelakangan. Sebagai otot bangsa, maka sungai Yangtze dan sungai Kuning bisa menghasilkan tenaga listrik sebesar seratus juta tenaga kuda. Jika dianalogikan satu tenaga kuda setara dengan delapan orang kuat, seratus juta tenaga kuda akan setara dengan kekuatan delapan ratus juta orang. Itupun, tenaga manusia hanya dapat digunakan delapan jam sehari, sedangkan tenaga kuda mekanis dapat digunakan selama dua puluh empat jam nonstop.
Visi besar pemimpin Tiongkok itu kini telah terwujud dengan selesainya seluruh tahap pembangunan bendungan yang bernama Tiga Jurang. Bila dibandingkan dengan bendungan Hoover yang merupakan bendungan terbesar di Amerika Serikat, maka Tiga Jurang enam kali lebih panjang dan delapan kali lebih kuat daripada
Semua bangsa hendaknya bisa beradaptasi dengan kekeringan. Fenomena alam tersebut mesti di mitigasi sebaik-baiknya. Mitigasi dengan jalan pembuatan infrastruktur bendungan, waduk dan embung merupakan program yang sangat tepat. Tetapi harus dilengkapi dengan teknologi distribusi air hingga bisa menetesi akar tanaman budidaya secara kontinu. Debit bendungan atau waduk yang dialirkan begitu saja justru tidak efektif bahkan terjadi pemborosan debit air. Perlu rekayasa saluran hingga pipa-pipa mikro yang mengalirkan air secara irit dan mampu meneteskan air setiap waktu langsung ke area budidaya tanaman. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H