Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gempa Maroko dan Sejauh Mana Kesiapan Kita?

10 September 2023   12:06 Diperbarui: 10 September 2023   12:11 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proses evakuasi korban Gempa Maroko (sumber: news.sky.com)

Perlu konektivitas yang mendukung jejaring sensor dan sistem informasi yang menjadi tulang punggung terbangunnya command center mitigasi berbasis informasi yang antara lain meliputi pemantauan sarana dan prasarana publik, potensi kebencanaan multi sumber, sistem prediksi dan peringatan dini, penilaian kelaikan infrastruktur, penilaian respon emergensi, pemantauan dinamika aktivitas kemasyarakatan pengguna fasilitas publik, evaluasi jalur evakuasi, panduan evakuasi, peringatan kebencanaan, hingga manajemen tanggap darurat bencana.

Sebagai negara yang sering dilanda gempa perlu cara yang tepat untuk mereduksi risiko gempa, terutama untuk bangunan publik. Hingga kini ketaatan publik dan pemerintah untuk menerapkan standar ketahanan gempa masih rendah. Padahal sudah ada Standar Nasional Indonesia (SNI)-03-1726-2002 tentang standar bangunan tahan gempa yang telah diterbitkan dan telah direvisi menjadi SNI 1726-2012. Revisi diatas terjadi atas pertimbangan keberlanjutan dan meminimalkan kerusakan bangunan gedung akibat gempa bumi berdasar sejarah gempa masa lalu dan langkah-langkah mitigasi standar baru.

Pemerintah daerah masih lemah dalam penerapan kebijakan standar bangunan tahan gempa. Perubahan mendasar dalam standar baru bangunan tahan gempa pada prinsipnya ada di tingkat kinerja runtuhnya struktur. Kesiapan para praktisi dan pemerintah daerah untuk menghadapi perubahan itu, terutama pada implikasi anggaran pelaksanaan proyek, dan mekanisme pengadaan barang dan jasa belum mampu beradaptasi. Diperparah lagi dengan rendahnya kualitas pendidikan praktisi dan pejabat pemerintah daerah.

Akibatnya, pelaksanaan standar baru terasa lambat diterapkan dan bermasalah bagi keberlanjutan konstruksi gedung.Salah satu contoh, publik melihat bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit dan pasar mengalami rusak berat akibat gempa. Idealnya, suatu struktur bangunan publik pasca gempa diharapkan mampu untuk tetap berdiri dan secara fungsional masih bisa digunakan.

Teknologi bangunan tahan gempa untuk bangunan publik yang terletak di zona sesar atau patahan lempeng bumi berkembang pesat pasca gempa Meksiko tahun 1985, terutama di negara maju seperti di Jepang dan Amerika Serikat. Namun, implementasi dan pemahaman konsep keberlanjutan dalam pembangunan di negara berkembang perkembangan kurang menggembirakan karena rendahnya kapasitas para pemangku kepentingan, tidak adanya konsep keberlanjutan dan masalah biaya.

Dibutuhkan manajemen risiko bencana yang dilengkapi peta tematik kebencanaan sebagai informasi kebencanaan spasial. Perlu diperhatikan esensi UU No 24 Tahun 2017 tentang usaha mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan pemerintah daerah dan masyarakat dalam menghadapi bencana. Butuh inovasi serta sinkronisasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang telah menyusun rencana strategis dengan sasaran menurunnya indeks risiko bencana secara signifikan.

Target penurunan indeks risiko bencana sangat dipengaruhi oleh komponen penyusunnya yaitu komponen bahaya, kerentanan dan kapasitas. Dari ketiga komponen penyusun indeks risiko, komponen bahaya merupakan komponen yang sangat kecil kemungkinan untuk diturunkan, maka indeks risiko bencana dapat diturunkan dengan cara peningkatan kapasitas atau komponen kapasitas. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan pada setiap tataran pemerintahan dan masyarakat.

Salah satu langkah untuk mereduksi risiko gempa bumi adalah terkait dengan bangunan yang akrab gempa. Gempa yang terjadi berulang kali mestinya menyadarkan perlunya penerapan struktur bangunan yang akrab dengan gempa karena mampu mereduksi efeknya. Fakta telah menyebutkan bahwa sebagian besar korban gempa akibat tertimpa material bangunan.

Dengan fakta tersebut mau tidak mau kita harus memikirkan solusi teknik bangunan serta mengevalusi dan memasyarakatkan aspek struktur bangunan di daerah rawan gempa. Selain itu dibutuhkan teknologi tepat guna yang murah dengan bahan baku lokal yang melimpah guna meminimalkan dampak gempa. 

Dalam konteks tersebut sebenarnya aplikasi teknologi sudah menyajikan bermacam pilihan. Sayangnya, banyak pihak kurang merespon hal tersebut. Perkembangan teknik sipil khususnya konstruksi bangunan tahan gempa pada dekade terakhir ini mengalami analisa yang lebih rinci. Yaitu adanya perubahan paradigma dari menilai kekuatan dan daktilitas menjadi kinerja.

Para ahli struktur menyadari bahwa keamanan dan keselamatan bangunan tidak hanya bergantung pada tingkat kekuatan tetapi juga pada tingkat deformasi dan energi terukur pada kinerja struktur. Kinerja struktur yang yang diukur pada deformasi struktur dengan beban kuat sudah mulai diperhitungkan pada awal perencanaan sebagai kriteria yang dikenal sebagai desain berdasarkan kinerja. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun