Perlu mengatasi masalah kekeringan secara terpadu antardisiplin ilmu dan antarkelembagaan. Sehingga ada solusi yang kredibel yang meliputi aspek teknis dan program sosial-ekonomi yang tepat untuk atasi kekeringan. Debit air sungai terus merosot bahkan banyak sungai yang kering kerontang akibat rusaknya lingkungan DAS ( Daerah Aliran Sungai ). Hal itu membuat petani semakin menjerit.Â
Dunia sudah sepakat bahwa kekeringan adalah bencana alam yang membutuhkan penanganan dan tahap tanggap darurat. Mestinya pemerintah daerah memiliki sistem manajemen kekeringan yang disertai platform untuk penanganan bencana kekeringan.
Dari domain ilmu pengetahuan, kekeringan didefinisikan sebagai kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi normal bila terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang akan mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan. Dengan demikian, kekeringan tersebut ada dalam konteks iklim yang mengandung pengulangan dan terjadi pada semua rezim iklim, di wilayah dengan curah hujan kecil maupun besar. Penyimpangan yang terjadi bersifat sementara tidak seperti wilayah kering lainnya (aridity) yang iklimnya bersifat permanen dan bercurah hujan kecil.
Kekeringan selalu dihubungkan dengan waktu, seperti keterlambatan terjadinya awal musim hujan, hujan yang turun dihubungkan dengan tingkat pertumbuhan tanaman dan parameter hujan seperti intensitas dan jumlah kejadian hujan. Jadi, setiap kejadian kekeringan bersifat unik dalam karakteristik iklim dan dampak.
Keparahan kekeringan atau drought severity tidak hanya terkait durasi, intensitas, dan sebaran spasial, tetapi juga terkait kebutuhan air manusia dan tanaman yang ada dalam sistem wilayah suplai airnya. Kejadian kekeringan sangat berpengaruh terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan, serta sulit untuk diidentifikasi dan dikuantifikasi.
Publik perlu mempertanyakan kepada BMKG dan Dewan Air, apakah ada program penanganan yang menyeluruh dan pelaksanaan tindakan mitigasi yang terpadu yang mengarah pada sistem penanggulangan kekeringan dalam tatanan manajemen risiko? Publik jangan dikelabui dengan program yang tidak esensial atau program adhoc belaka. Publik tidak butuh program populis selebritas dalam mengatasi bencana kekeringan. Publik membutuhkan solusi yang mendasar dan berkelanjutan untuk tahun berikutnya. Karena penanganan kekeringan selama ini hilang begitu saja ketika musim hujan mulai turun, namun musim depan kekeringan terjadi dengan intensitas yang lebih parah.
Selama ini pemerintah terlalu menganggap bahwa negeri ini memiliki sumber daya air yang sangat melimpah sehingga mengabaikan sistem manajemen kekeringan. Sistem manajemen pada tiap negara. Kekeringan juga menjadi problem serius di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat dengan membentuk lembaga NDMC (National Drought Mitigation Center) yang dikoordinasi oleh perguruan tinggi antara lain Universitas Nebraska-Lincoln. Tugas utama badan tersebut adalah membantu masyarakat dan instansi atau lembaga pemerintah, mengembangkan dan melaksanakan tindakan untuk mengurangi kerawanan akibat kekeringan. Diperkirakan setiap tahunnya 17 persen dari wilayah Amerika mengalami kekeringan dengan tingkat parah. Hasil kerja dan karya NDMC telah dirasakan masyarakat luas terutama dalam membantu perencanaan kekeringan, merencanakan tindakan mitigasi proaktif dan mengadakan hubungan dengan pakar kekeringan terkait.
Negara lain yang sangat serius menangani masalah kekeringan adalah India. Negara itu mengalami frekuensi kekeringan makin membesar akhir-akhir ini. Agar mencapai suatu sistem monitoring yang berdaya guna, jaringan pos dari berbagai instansi dan antarnegara bagian di India dipadukan secermat mungkin sehingga peta kekeringan dapat digambarkan secara detail. Dalam hal ini digunakan indeks kekeringan Standardized Precipitation Index (SPI) yang juga memperlihatkan suatu korelasi yang baik dengan parameter lain yang mencerminkan kekeringan. Pemerintah India berhasil mengestimasikan SPI untuk berbagai skala waktu dan dipetakan untuk melihat sebaran spasialnya guna tindakan aksi sosial dan solusi teknologi pengairan.
Selama ini SPI telah digunakan di berbagai negara sebagai alat untuk memonitor kekeringan. Workshop on Indices and Early Warning Systems for Drought di University of Nebraska-Lincoln melahirkan "Lincoln Declaration on Drought Indices" yang berisi pernyataan bahwa SPI akan mencerminkan sifat kekeringan meteorologi di seluruh dunia. Kelebihan SPI adalah sederhana dengan input hujan serta mampu menjelaskan kekeringan menggunakan skala waktu, mengandung standardisasi dan mampu mengindikasikan kering dan basah dengan cara yang sama.
Kepada Dewan Air, saya ingin sampaikan, secara teoretis memang benar Indonesia memiliki potensi sumber daya air nomor lima terbesar di dunia. Namun begitu, infrastruktur pengairan masih sangat kurang, bahkan daya dukung bendungan untuk penyediaan air irigasi, sanitasi, pembangkit listrik dan industri kini banyak yang bermasalah karena rusaknya ekosistem daerah aliran sungai (DAS) dan hancurnya hutan. Dan kepada segenap BMKG, penulis berharap agar berani bicara kepada penguasa pemerintahan tentang kondisi yang sebenarnya, lalu turun ke bawah membantu secara langsung sistem mitigasi di daerah-daerah. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dedikasinya selama ini. (TS)