Mitigasi Karhutla Butuh Inovasi dan Gerakan Bersama
Ibu Pertiwi sedang kesakitan akibat hutan, gunung, ladang dan rawa banyak yang terbakar. Bahkan taman nasional Bromo juga mengalami kebakaran akibat kecerobohan pengunjung yang sedang melakukan acara foto-foto pra nikah. Pada malam hari kota-kota di Pulau Jawa yang letaknya berada di lereng gunung melihat perbukitan gunung yang membara dilalap api. Ironisnya belum timbul gerakan dan kesadaran bersama untuk mengatasi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara totalitas. Masyarakat masih banyak yang acuh tak acuh menghadapi bumi Pertiwi yang sedang terpanggang bara api.Â
Kepedulian publik untuk mengatasi karhutla perlu segera ditumbuhkan. Budaya peduli dan tanggap untuk mencegah kebakaran perlu dibangkitkan. Perlu program padat karya untuk mengatasi karhutla. Program padat karya juga untuk mengatasi penduduk pedesaan yang sedang dilanda paceklik akibat kekeringan. Masalah kekeringan sudah pasti menimbulkan rawan daya beli di pedesaan karena mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Pemerintah daerah tidak banyak yang menyadari kalau kotak Pandora telah terbuka. Dalam ekosistem ada istilah wetland (lahan basah) dan peatland (lahan gambut) keduanya lahan basah, untuk dijadikan perkebunan, maka debit air dikeluarkan dengan membangun kanal kanal pematus air. Celakanya untuk land clearing dilakukan pembakaran. Maka lahan gambut yang rongga-rongganya telah kehilangan air mudah terbakar. Kalau sudah begini , hanya hujan deras dan terus menerus yang bisa memadamkan kebakaran. Mengatasi kebakaran di saat kemarau hampir-hampir tidak ada gunanya . Justru di musim hujan harus dilakukan perencanaan water management agar lahan basah tetap basah di saat kemarau. Mengeringkan lahan basah sama saja membuka kotak pandora mengundang bencana besar bagi seluruh makhluk yang hidup di sana dan daerah sekitarnya.
Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektar yang merupakan setengah dari luas lahan gambut di daerah tropika. Sayangnya belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya.
Tahun 2023 merupakan tahun terpanas dalam sejarah umat manusia. Suhu global selama musim panas di belahan Bumi Utara tercatat merupakan yang terpanas dalam sejarah Bumi sejauh ini. Bahkan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, menyatakan bahwa saat ini kita semua sudah tidak lagi berada di era pemanasan global, melainkan telah memasuki era pendidihan global. Peningkatan temperatur global menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup umat manusia.
Langkah mitigasi karhutla oleh pemerintah daerah menjadi sangat urgen. Karhutla kini semakin meluas, antara lain di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Hingga awal September ini luas area terbakar sudah mencapai 2.428 hektare. Pusat Pengendalian dan Operasional (Pusdalops) BPBD Kalsel menyatakan kebakaran hutan dan lahan di Kalsel terus bertambah luas. Sementara operasi pemadaman karhutla yang dilakukan Satgas Karhutla sebanyak 931 kali. Guna mengatasi kebakaran di kawasan lahan gambut yang semakin meluas Pemprov Kalsel melakukan pembukaan pintu air saluran irigasi Riam Kanan untuk membasahi kawasan lahan gambut di sekitar Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru. Pembukaan pintu air ini merupakan upaya mitigasi bencana dan pembasahan lahan gambut sekitar Bandara.
Belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya. Hal itu terlihat dengan banyaknya drainase yang dibuat oleh pengusaha yang kurang memperhatikan prinsip ekologis. Adanya drainase tersebut melancarkan kasus pembalakan liar dan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar.
Kini terjadi kerusakan parah kawasan gambut tropika sehingga kemampuan kawasan sebagai penyimpan dan cadangan air berubah menjadi lahan yang kering kerontang dan menjelma menjadi bara api yang memproduksi asap yang menyebar kemana-mana. Itulah balasan gambut ketika arah pembangunan sangat serakah mengubah hutan gambut menjadi hutan industri.