Transformasi Satpol PP Sesuai Tantangan Zaman dan Dicintai Publik
Pasukan garis depan pemerintah daerah siapa lagi kalau bukan Satuan Polisi Pamong Praja ( Satpol PP). Rindu dan benci mewarnai pandangan publik terkait dengan Satpol PP. Pihak yang merindukan tentunya sangat berterima kasih atas terwujudnya ketertiban dan ketentraman umum. Sedang yang membenci biasanya adalah mereka yang pernah mengalami tindak kekerasan dan dirampas hak asasinya oleh sepak terjang aparat Satpol PP yang sedang menjalankan tugas. Bahkan LBH Jakarta pernah menyerukan agar negara bebas dari Satpol PP.
Setiap tanggal 8 September diperingati sebagai Hari Pamong Praja. Pamong Praja atau biasa disebut Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan satuan kepolisian perangkat daerah yang menyelenggarakan ketertiban, ketentraman, dan perlindungan masyarakat. Dalam struktur organisasi, Satpol PP berada di bawah Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Banyak sekali peraturan daerah (perda) yang mesti ditegakkan oleh Satpol PP. DPRD bersama Pemda terus memproduksi perda, setelah menjadi perda, ternyata mendapatkan banyak resistensi. Dampak resistensi itu mesti dipikul oleh Satpol PP. Tak jarang kewalahan menegakkan perda karena kondisi sosial dan masalah teknis. Betapa beratnya beban kerja Satpol PP yang mesti menegakkan perda.
Mayoritas perekrutan Satpol PP tidaklah jelas, seharusnya prosedur seleksi untuk rekrutmen anggota sama seperti seleksi ASN. Status hubungan kerja Satpol PP kebanyakan adalah Pekerja Tidak Tetap (PTT). Ketika diterima sebagai personil, anggota Satpol PP dididik dengan metode pelatihan yang militeristik layaknya militer. Hal tersebut menjadikan watak Satpol PP sangat militeristik dan kurang bisa melakukan komunikasi atau pendekatan persuasif terhadap warga kota.
Seluruh kota sekarang ini berusaha untuk menjadi smart city atau kota cerdas. Mewujudkan kota cerdas sangat tergantung kepada ketertiban umum. Untuk itu dibutuhkan transformasi organisasi dan SDM Satpol PP agar adaptif dengan perkembangan zaman.
Transformasi tidak sekedar merekrut sosok cantik atau ganteng untuk menjadi personel Satpol PP. Selama ini banyak pemkot yang memperbanyak sosok yang cantik dan ganteng dalam barisan Satpol PP. Bahkan Pemerintah Kota Surabaya memberi tunjangan peralatan make up dan disediakan program beauty class bagi anggota Satpol PP perempuan. Peralatan make up yang disediakan di kantor yakni alas bedak, bedak, eyeshadow, blush on dan lipstik. Sedangkan program kelas kecantikan digelar sekali dalam setiap bulannya.
Transformasi Satpol PP idealnya terkait dengan perkembangan teknologi. Kantor Satpol PP perlu diintegrasikan dengan infrastruktur Command Center (CC)yang pada saat ini telah dimiliki oleh sebagian besar pemerintah daerah.
Sebagian besar pemerintahan kota, kabupaten dan provinsi telah memiliki fasilitas command center, namun fungsinya perlu dioptimalkan dan belum diintegrasikan secara ideal dengan satuan kerja yang lain seperti Satpol PP, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Sosial dan lain-lain. Pada prinsipnya CC merupakan sistem terpadu pemantau kondisi wilayah untuk pengambilan tindakan yang cepat dan tepat dalam mengelola kota. Eksistensi infrastruktur tersebut mesti bersentuhan langsung dengan persoalan aktual warga kota.