Titik Balik AHY dan Kemurahan Hati untuk Memikul Semangat Zaman
"Saya tentunya tidak lupa mengucapkan selamat kepada Bapak Anies Rasyid Baswedan dan juga Bapak Muhaimin Iskandar yang baru saja mendeklarasikan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 2024 ke depan", ujar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam pidato politiknya hari ini.
Penulis melihat pernyataan AHY tersebut tidak sekedar kondisi dirinya dan segenap partainya yang sudah move on. Lebih dari itu, penulis melihat ini adalah turning point atau titik balik bagi kepemimpinan AHY. Titik balik yang akan terus menanjak dan kelak akan menerima tanggung jawab kepemimpinan nasional.
Turning point atau titik balik menjadi sebuah periode atau dilatasi waktu yang dialami oleh seseorang ketika terjadi transformasi yang signifikan. Sering ditemui dalam proses ini adanya perbedaan gap kondisi realistis dan kondisi ideal.
Titik balik AHY terlihat diikuti oleh jiwa Magnanimity yakni kemurahan hati untuk memikul semangat zaman.
Di dalam primbon politik, ada dua macam perilaku politisi yang tengah mengalami pukulan politik. Perilaku yang pertama apa yang disebut oleh Charles Maier dengan istilah Politik Verdrossenheit, atau "kekerdilan" politik. Sedangkan yang kedua adalah berperilaku magnanimity yang berarti kemurahan hati atau berjiwa besar.
Banyak contoh teladan tentang magnanimity dari para pemimpin bangsa saat dirinya sedang mengalami pukulan politik yang hebat. Contohnya kebesaran jiwa dan kemurahan hati Bung Karno saat kepemimpinannya diganggu dengan cara yang kasar, namun dirinya tidak mau menggunakan perintah kekerasan untuk melawan. Karena Bung Karno sangat mencintai persatuan Indonesia.
Kalau pada saat itu Bung Karno tidak berjiwa besar, maka kemungkinan akan keluar maklumat "pilih" Bung Karno atau Soeharto. Dapat dipastikan rakyat akan tetap pilih Bung Karno. Apalagi pihak Angkatan Laut, Angkatan Udara, Kepolisian Negara dan sebagian kesatuan dilingkungan AD masih setia dengan Bung Karno. Dan opsi diatas kemungkinan besar akan membawa situasi pertumpahan darah akibat perang saudara.
Tetapi mahkamah sejarah telah membuktikan kebesaran jiwa seorang pemimpin bangsa. Bung Karno tidak mengeluarkan maklumat tersebut secuilpun. Dirinya tidak mau menukar kebangkrutan politik yang sedang dialaminya dengan perang sesama anak bangsa dan segala macam bentuk konflik horizontal lainnya.
Kebesaran jiwanya menundukkan kekerdilan politik, karena Bung Karno merasa "eman" ( sangat sayang ) dengan bibit persatuan Indonesia yang telah lama disemainya. Bung Karno memilih menjadi tumbal kebangkrutan politik bangsanya, asal "Mahatma" Persatuan Indonesia (baca: gelora jiwa persatuan Indonesia) tidak terkubur oleh zaman.
Bagi AHY, ketika mengalami kekecewaan dan kegagalan bukan berarti segala sesuatunya telah selesai. Tetapi disanalah terdapat kesempatan yang mampu menjadikan diri dan partainya tangguh dan lebih kuat di masa yang akan datang, tentu jika disikapi dengan cara yang tepat.
Publik telah melihat bahwa AHY adalah pemimpin belia yang sangat visioner dan berani melakukan vivere pericoloso dalam membela kepentingan rakyat. Publik mencatat AHY adalah sosok pemberani, juga sering mengkritisi kebijakan pemerintahan Jokowi.
Visi dan kapasitas kepemimpinan AHY terlihat saat meluncurkan buku berjudul Tetralogi Transformasi AHY. Peluncuran buku itu bertepatan pada hari ulang tahun AHY yang ke-45.Â
Buku yang memiliki empat volume itu berisikan kumpulan dari pemikiran serta gagasan strategis AHY saat dirinya masih menjadi perwira TNI hingga saat ini menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat. Pada setiap volume buku itu menggambarkan transformasi waktu ke waktu sosok AHY.Â
Pada volume pertama, buku itu berisi perjalanan AHY saat menjadi prajurit TNI. Kemudian volume kedua berisi perjalanan saat AHY masuk ke kalangan civitas akademika dalam kapasitasnya sebagai Direktur Eksekutif di Yudhoyono Institute.Â
Buku ketiga menceritakan pemikiran dan juga apa yang diperjuangkan setelah menjadi politisi, dimulai dari pemilihan Gubernur di Jakarta, kemudian menjadi Komandan Kogasma pemenangan pemilu Partai Demokrat hingga menjadi Wakil Ketua Umum (Partai Demokrat). Dan terakhir volume keempat yakni sejak AHY diamanatkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Membaca keempat volume bukunya AHY itu, publik banyak yang berpendapat bahwa AHY memang sangat pantas menjadi calon wakil presiden dalam pemilu 2024. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, AHY bangga sekaligus terharu atas ketegaran, kesetiaan, soliditas, dan solidaritas seluruh kader dan simpatisan Partai Demokrat dalam menghadapi ujian dan tantangan. AHY berterima kasih karena itu semua yang telah membuat perahu besar ini tetap kokoh di tengah tengah badai.
Dalam pidato politiknya AHY menekankan berpolitik secara beretika. Cara tidak boleh menikam tujuan, cara juga harus dijiwai oleh tujuan, begitu pula sebaliknya. Ini adalah pandangan pemimpin besar Mahatma Gandhi yang juga menjadi rujukan utama dari pikiran-pikiran Presiden Soekarno.
Sejak awal tahapan Pemilu 2024, AHY dan Partai Demokrat memiliki harapan besar terhadap hadirnya sebuah perubahan dan perbaikan. Bukan perubahan biasa, tetapi perubahan besar dan fundamental yang berlandaskan pada nilai nilai dan etika. Ini tentu membutuhkan kerja keras, kerja sama dan komitmen dari semua yang ingin melakukan perubahan tersebut. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H