Pemilu 2024 masih diwarnai dengan kekhawatiran pemilih terkait dengan kecakapan, kompetensi dan kejujuran para legislator. Selama ini banyak legislator yang kurang memiliki kecakapan intelektual dalam membedah berbagai persoalan nasional dan daerah.
Kekhawatiran semakin besar karena sebagian besar caleg belum memiliki platform yang bisa membantu mengelola aspirasi dengan membuat kanal atau rumah untuk konstituen secara virtual yang juga merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif.Â
Hal itu nantinya sangat membantu dalam kegiatan lembaga legislatif seperti membuat undang-undang, penyusunan anggaran belanja, inisiasi peraturan daerah hingga pengaduan umum. Tentunya juga bisa menjadi sarana laporan pertanggung jawaban anggota legislatif kepada konstituen.
Selama ini kinerja legislator belum terukur secara benar. Padahal, di negara maju sudah dirumuskan standar kinerja legislator secara rinci. Sedangkan untuk DPR RI saja baru sebatas kode etik yang sangat normatif dan belum terukur.Â
Ada baiknya kita mencontoh Amerika Serikat yang sudah ada standardisasi profesi pekerja politik dan ukuran kinerja bagi legislator yang setiap tahun selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan teknologi.
Di sana juga terdapat lembaga yang melakukan penilaian, yakni National Standards for Civics and Government.Â
Lembaga tersebut mengukur kemampuan legislator dalam mengidentifikasi, menganalisis, serta kemampuan mempertahankan pendapat tentang persoalan rakyat aktual dan merumuskan belanja sektor publik yang berkeadilan.Â
Kecakapan intelektual legislator juga menyangkut manajemen aspirasi yang terkelola secara manual maupun secara elektronik. Manajemen aspirasi antara lain ditandai dengan pembuatan rumah konstituen baik secara fisik maupun lewat internet.Â
Manajemen aspirasi yang bagus bisa menekan biaya reses anggota legislator yang selama ini jumlahnya sangat besar dan sarat pemborosan.