Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karnaval Wijaya Kusuma, Hymne Bagimu Negeri dan Roh Kebangsaan dari Pasar Tradisional

17 Agustus 2023   16:53 Diperbarui: 17 Agustus 2023   17:14 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kembang Wijaya Kusuma Merah Putih bersatu dalam semangat kemerdekaan (dok pribadi ) 

Karnaval Wijaya Kusuma, Hymne Bagimu Negri dan Roh Kebangsaan dari Pasar Tradisional

Agustusan yang merupakan serangkaian acara peringatan HUT Kemerdekaan RI biasanya saya dan istri menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halaman rohani di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Saya termasuk orang yang sangat fanatik dan wajib melihat acara karnaval Agustusan di tanah kelahiran saya. Karena event ini sangat istimewa dan afdol tiada duanya untuk mengenang saat-saat indah di masa kecil hingga remaja. Sungguh momen yang sangat tepat untuk melepas rasa kangen dan menyegarkan sukma.

Masih terbayang, ketika itu setiap pelajar mendapat peran dan berbusana sesuai dengan tematik sejarah dan budaya. Saat di taman kanak-kanak saya memerankan dan memakai kostum binatang kancil yang sepanjang rute karnaval terus memakan ketimun. Terus saat SD selalu berbusana Kuda Lumping dan Ketek Hanoman, saat SMP, setiap tahun karnaval memerankan pejuang memakai seragam compang-camping, kepala terikat pita merah putih, ada bagian tubuh yang mesti dioles obat merah dan memegang bambu runcing, bangga setengah mati mengawal Panglima Besar Jenderal Soedirman yang sedang ditandu.

Persembahan Wiku merah ( Ackermannii ) di hari kemerdekaan di kebun kami ( dok pribadi )
Persembahan Wiku merah ( Ackermannii ) di hari kemerdekaan di kebun kami ( dok pribadi )

Kembang Wijaya Kusuma putih persembahan hari kemerdekaan ( dok pribadi ) 
Kembang Wijaya Kusuma putih persembahan hari kemerdekaan ( dok pribadi ) 

Namun, setelah SMA saya tidak pernah ikut karnaval, karena setiap tahun berturut-turut selalu mendapat undangan dari Presiden Soeharto untuk mengikuti acara Peringatan HUT Kemerdekaan RI di Istana Merdeka. Itu karena sejak kelas satu hingga tiga SMA saya selalu memenangkan Lomba Karya Ilmiah Remaja tingkat nasional, baik yang diselenggarakan oleh LIPI maupun Kemendikbud. Bangga sekali saat itu, diberi kesempatan untuk bersalaman dengan Presiden dan Wakil Presiden, serta bisa berbincang-bincang dengan para menteri Kabinet Pembangunan. Dalam acara ini saya pertama kali bisa berbincang-bincang langsung dengan Menristek BJ.Habibie dan Ibu Ainun di halaman Istana Merdeka.

Pada Peringatan HUT 78 RI sekarang ini, saya dan isteri memperingati di rumah saja, bersama warga Perumnas di Rancaekek Kabupaten Bandung. Dalam situasi daya beli masyarakat yang semakin melemah, kini suasana diliputi keprihatinan namun tetap semangat dan meriah. Alhamdulilah saya dan keluarga masih bisa memperingati kemerdekaan dengan cara unik.

Malam menjelang HUT Kemerdekaan, kami dihibur dengan karnaval kembang Wijaya Kusuma yang ada di halaman dan kebun rumah. Ratusan pot dengan berbagai jenis Wijaya Kusuma, baik yang tergolong spesies maupun hibrida nampak berseri dan semakin menampakkan hijau daun yang khas. Istimewanya pada malam kemerdekaan banyak bermekaran bunga Wijaya Kusuma warna merah ( dengan ID Ackermannii ) dan bunga warna putih. Bunga putih dengan ukuran besar (sebesar piring makan) dari spesies Oxypetalum dan bunga putih dengan ukuran sedang dari spesies Pumilum.

Kusirami dengan doa, mekar-mekarlah bunga harapan ( dok pribadi )
Kusirami dengan doa, mekar-mekarlah bunga harapan ( dok pribadi )

Memuliakan aneka jenis Wijaya Kusuma ( dok pribadi )
Memuliakan aneka jenis Wijaya Kusuma ( dok pribadi )

Bunga Wijaya Kusuma atau dalam bahasa ilmiahnya disebut Epiphyllum, memiliki daya magis, bisa membangkitkan spirit dan proses kreatif serta mengandung nilai kebudayaan yang cukup dalam. Wijaya Kusuma adalah bunga kebahagiaan, menjadi lambang lambang kebesaran. Itulah kenapa pada saat ini para peneliti dan kolektor di seluruh dunia sedang mengawinkan Wijaya Kusuma hibrida untuk mendapatkan postur dan gradasi warna bunga yang unik dan indah menawan.

Kini semakin banyak bermunculan hybridizer Wiku. Berlomba-lomba memperoleh hybrid baru. Epiphyllum tumbuhan yang termasuk family Kaktus (Cactaceeae). Namun,tanaman ini tergolong kaktus rimba (jungle cacti), bukan kaktus gurun (desert cacti). Dengan demikian epiphyllum tidak tahan terhadap paparan sinar matahari secara langsung di tengah hari, apalagi di musim kemarau yang terik seperti saat ini, terlebih lagi jika ditanam di dataran rendah.

Dalam ilmu Biologi, Epiphyllum termasuk tanaman yang bersifat epifit (epiphyte). Istilah yang berasal bahasa Yunani: "epi" (permukaan atau tutup) dan "phyton" (tumbuhan atau pohon). Epifit adalah tanaman yang tumbuh dengan cara menumpang pada tumbuhan lain sebagai media hidupnya, tetapi tidak mengambil hara tumbuhan yang ditumpangi. Jadi bukan bersifat parasite yang menyedot sari makanan dari tumbuhan lain. Karena itulah epiphyllum disebut juga sebagai kaktus rambat (climbing cacti). Nutrisi diperoleh dari hujan, embun, uap air, dan udara. Hara mineral diperoleh dari debu atau hasil dekomposisi batang serta sisa-sisa bagian tumbuhan lain yang terurai.

Sudah menjadi tradisi keluarga, setiap memperingati hari besar nasional kami selalu memperbanyak membaca buku-buku sejarah yang ditulis oleh sejarawan sejati, bukan sejarawan tukang. Malam tadi, menjelang HUT Kemerdekaan RI ke 79, saya sempatkan membuka kembali buku-buku sejarah yang ditulis oleh Hersri Setiawan. Sambil menikmati karnaval Wijaya Kusuma di halaman rumah, saya sempat tertegun dengan sejarah Pasar Kembang ( Sarkem ) yang ada di Yogyakarta.

Lokasi Pasar Kembang yang berada di jantung kota Yogyakarta dan tidak jauh dari pusat pariwisata Jalan Malioboro membuatnya menjadi daya tarik tersendiri. Apapun citra dan stigma yang ditempelkan untuk pasar rakyat ini, yang pasti Sarkem mengandung sejarah yang luar biasa. Sumber inspirasi dan wahana proses kreatif pada zaman revolusi kemerdekaan. Sarkem adalah bukti sejarah yang menunjukkan bahwa kebesaran sejarah bangsa ini diawali dari tempat yang menjadi aktivitas rakyat jelata.

Bersinarnya roh kebangsaan banyak bermula dari pasar tradisional. Pada era revolusi kemerdekaan RI, pasar tradisional mampu menumbuhkan spirit kebangsaan yang hebat. Lagu nasional Padamu Negri yang merupakan buah karya seniman dan budayawan Kusbini yang berkolaborasi dengan Bung Karno juga lahir di tengah Pasar Kembang Yogyakarta. Masih banyak maestro seni dan budaya negeri ini yang karyanya diinspirasi oleh pasar tradisional.

Ilustrasi Kusbini dan lagu Bagimu Negri ( photo TribunNews.com)
Ilustrasi Kusbini dan lagu Bagimu Negri ( photo TribunNews.com)

Ilustrasi Pasar Kembang Yogyakarta ( photo Phinemo.com ) 
Ilustrasi Pasar Kembang Yogyakarta ( photo Phinemo.com ) 

Dalam sejarah Indonesia, Bagimu Negri merupakan narasi besar yang menginspirasi revolusi kemerdekaan dan generator motivasi kebangsaan. Bagimu Negri merupakan himne yang awalnya diciptakan oleh Kusbini pada tahun 1942 yang kemudian berkolaborasi dengan Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan dan Presiden pertama RI. Bagimu Negri adalah judul lagu perjuangan lalu ditetapkan sebagai lagu nasional pada tahun 1960.

Sesuai dengan manifesto Kusbini, judul tersebut sebenarnya adalah Bagimu Neg'RI, namun dalam pengertian rakyat sehari-hari disederhanakan menjadi Bagimu Negri. Betapa istimewanya peran Kusbini Sang Maestro Seni Musik Indonesia yang sangat

dekat dengan Presiden pertama RI Soekarno. Sejarah bangsa mencatat terjadi dialog intensif antara Bung Karno dengan Kusbini di Gedung Menteng 31 Jakarta mengenai ikhwal bait terakhir lagu Bagimu Negri yang akan disiarkan di Radio Hoshokyoku.

Bung Karno waktu itu sedang mengoreksi bait terakhir lagu itu. Dengan penuh harap dan pengertian Bung Karno berkata kepada Kusbini; "Mas Kus, lebih klop kalau syair terakhir lagu itu diubah", pinta Bung Karno;, Akhirnya Hymne Bagimu Negri yang agung dan menggugah kalbu setiap rakyat Indonesia itu diubah, dan syairnya ditutup dengan kata-kata yang lebih tulus dan mendalam yakni "Jiwa raga kami"; atas pendapat dan saran Bung Karno. Yang mana pada awalnya Hymne Bagimu Negri syairnya ditutup dengan kata-kata "Indonesia Raya"..

Para Capres dan caleg yang akan berlaga dalam Pemilu 2024 semua menjadikan pasar tradisional sebagai ajang kampanye. Mereka melakukan blusukan untuk merebut hati segenap warga yang beraktivitas di pasar. Eksistensi pasar tradisional sangat penting bagi bangsa Indonesia. Itulah mengapa mantan Wapres Jusuf Kalla sering menyatakan bahwa pasar tradisional lebih penting dibandingkan pasar modal.

Selain menjadi entitas perekonomian rakyat, pasar tradisional sebetulnya juga merupakan entitas sosial dan kebudayaan yang potensinya luar biasa. Terkait dengan pasar sebagai entitas kebudayaan yang bisa menarik gerbong perekonomian rakyat secara baik, kita bisa melihat fenomena itu di negara Mesir. Disana ada pasar bernama El Khalili yang mampu melahirkan seorang peraih hadiah Nobel. Yakni Najib Mahfuz, seorang penulis novel terkenal Mesir. Dirinya mendapat Hadiah Nobel Sastra pada 1988. Khan El-Khalili (1945) dan Midaq Alley (1947) adalah dua judul novelnya yang berlatar belakang suasana pasar tradisional.

Kini warung dan kedai kopi yang dulu menjadi tempat berkreasi dan berkontemplasi bagi si peraih Nobel diatas telah menjadi destinasi wisatawan dunia yang sangat terkenal. Bahkan, warung dan kedai kopi itu kini dikelola oleh pihak hotel berbintang lima sebagai ikon marketingnya. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun