Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Merdeka Memuliakan Benih Lokal

15 Agustus 2023   09:05 Diperbarui: 15 Agustus 2023   09:17 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benih padi lokal yang unggul (sumber seleksibenih.com)

Merdeka Memuliakan Benih Lokal

Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-78 merupakan momentum untuk merenungkan kembali eksistensi perbenihan di negeri ini. Apakah rakyat tani pada saat ini sudah menikmati kemerdekaan untuk memuliakan dan mengembangkan benih lokal ? Sementara pemerintah lebih menganak emaskan benih impor yang analoginya seperti terminator bisnis yang dikendalikan oleh asing.

Ekosistem industri perbenihan Indonesia boleh dibilang masih dalam kondisi gonjang-ganjing akibat eksistensi Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang kini menjadi Perppu. Pro dan kontra yang timbul terkait sektor perbenihan akibat UU Cipta Kerja perlu dicarikan solusi jalan tengah. Agar benih lokal tidak dilibas oleh terminator.

Ikatan Petani Pengendalian Hama Terpadu Indonesia (IPPHTI) merasa keberatan dan menilai pasal-pasal di dalam UU Cipta Kerja menyimpan banyak masalah. Pasal terkait perbenihan bisa menyebabkan terinjaknya varietas benih lokal oleh oligarki bisnis yang dikendalikan oleh asing.

Masih hangat dalam ingatan publik janji-janji Nawacita terkait dengan Kedaulatan Pangan, adalah program 1.000 desa daulat benih, dan 1000 desa organik yang menjadi prioritas dalam membangun Kedaulatan Pangan di negeri ini, ironisnya malah menggunakan benih-benih yang dihasilkan oleh perusahaan benih raksasa multinasional.

Apakah bisa tanaman hasil rekayasa genetik dari impor, yang dikenal juga sebagai tanaman transgenik, mewujudkan Kedaulatan Pangan? Ternyata hingga kini belum mampu. Dari sisi keamanan pangan untuk manusia, produk rekayasa genetika "benih transgenik" masih belum dapat dipastikan mengenai keamanannya dari sudut pandang lingkungan, kesehatan, dan pertanian berkelanjutan. Hal ini masih diperdebatkan oleh kalangan peneliti, akademisi dan pemerhati lingkungan.

Benih transgenik yang kemudian tumbuh menjadi tanaman transgenik jika mengkontaminasi tanaman lainnya yang bukan transgenik akan berpotensi mengganggu siklus ekosistem. Jika kemudian tanaman transgenik hasil dari benih-benih tersebut sudah beredar dan serbuk sari mengkontaminasi tanaman lainya, dan banyak pula tanaman lain yang lenyap karena kalah dalam kompetisi dengan tanaman transgenik ini, bagaimanakan nasib Indonesia yang merupakan gudang dari keanekaragaman hayati ini.

Benih terminator transgenik akan menjadikan ketergantungan hebat bagi petani. Perusahaan multinasional bioteknologi antara lain Monsanto yang mengembangkan benih Terminator. Demikian juga Novartis Swiss dengan Traitor dan Zeneca dengan Verminator yang intinya sama. Benih tanaman tersebut akan membunuh keturunannya, kecuali diberi pemicu bahan kimia yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Benih-benih tanaman itu telah disusupi dengan gen suicide seed sehingga petani tidak akan dapat lagi menyisihkan hasil panennya untuk dijadikan benih kembali, karena turunan pertamanya tidak dapat tumbuh. Kenyataan yang harus dihadapi adalah setiap kali menanam, petani harus membeli benih kembali dari perusahaan/agen, sehingga ketergantungan petani terhadap benih tersebut makin besar.

Menyemai benih tanaman hortikultura (sumber gambar  : mongabay.co.id)
Menyemai benih tanaman hortikultura (sumber gambar  : mongabay.co.id)

Nasib petani lokal pemulia benih hingga kini boleh dikata masih terjajah. Banyak kasus yang menyedihkan, seperti kasus penangkapan 14 petani pemulia benih di Kediri. Dan penangkapan Munirwan, petani kecil pemulia benih padi sekaligus Kepala Desa (Gampong) Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Adalah contoh nyata lemahnya kedaulatan benih petani lokal. Kebijakan pemerintah dalam perlindungan dan pemberdayaan petani kecil pemulia benih masih kurang.

Menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kedaulatan Benih Petani, bahwa saat ini sebagian besar petani dan pertanian kita tergantung terhadap benih-benih dari luar. Tidak banyak petani yang masih melakukan pemuliaan dan menyimpan benih-benih mereka, untuk mereka pergunakan dalam kegiatan pertanian. Sistem pertanian yang tergantung terhadap input luar yang besar, dimana petani harus selalu membeli benih setiap hendak menanam, menyebabkan kegiatan pertanian berbiaya tinggi, sementara hasilnya juga belum memenuhi kebutuhan pangan yang dijanjikan.

Koalisi mengungkapkan sangat tingginya belanja benih setiap tahunnya. Berdasarkan luas tanaman pangan yang ditanam oleh padi sawah dan ladang, seluas 15.494.512 hektar, maka total kebutuhan benihnya sebesar 464.835 ton per tahun. Atau total belanja petani terhadap benih padi mencapai 6.97 triliun per tahun, untuk benih jagung Rp 9.4 triliun per tahun, kedelai Rp 306.17 miliar per tahun, bawang merah Rp 13.29 triliun per tahun, cabe rawit merah Rp 42.19 miliar per tahun.

Ini menunjukkan, petani hanya dimanfaatkan sebagai objek dalam perdagangan benih. Petani tak lagi mampu menyediakan benih secara mandiri, dijadikan bergantung dan tidak lagi berdaulat atas benih mereka.

Untuk mewujudkan ketahanan pangan mestinya tidak ada pertentangan sengit terkait dengan pengadaan benih. Investor dituntut agar melakukan alih teknologi perbenihan tanpa merugikan kekayaan alam asli Indonesia.

Hingga kini penggunaan benih unggul bersertifikat masih dibawah 50 persen. Idealnya sektor tanaman pangan menerapkan benih bersertifikat lebih dari 75 persen. Menurut Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) tantangan industri perbenihan saat ini adalah penyediaan benih tepat varietas, mutu, jumlah, dan waktu. Penggunaan benih unggul secara bebas dengan mutu yang baik dapat memotivasi petani dan memberikan peluang industri benih untuk meningkatkan investasi.

Implementasi Perppu Cipta Kerja lewat peraturan pemerintah diharapkan memberikan insentif kepada industri perbenihan lokal. Sehingga perusahaan benih modal dalam negeri mempunyai kemampuan membangun kemandirian benih lokal.

Peraturan perundangan harusnya berpihak kepada kemajuan industri benih dan petani lokal. Indikator kemajuan industri perbenihan dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu jumlah varietas yang dihasilkan, jumlah produksi benih, serta luas penyebaran varietas.

Akibat semakin terbukanya Indonesia terhadap investasi dan sarana luar negeri, sektor pertanian mestinya bisa mendorong produktivitas dan efisiensi. UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura di Pasal 33 selama ini dinilai oleh kalangan industri membatasi penggunaan sarana hortikultura dari luar negeri dan mensyaratkan keharusan untuk mengutamakan sarana yang mengandung komponen hasil produksi dalam negeri.

Pasal 100 di Undang-Undang yang sama pun membatasi penanaman modal asing hanya untuk usaha besar hortikultura dengan jumlah modal paling besar 30 persen. Penanam modal asing juga wajib menempatkan dana di bank dalam negeri sebesar kepemilikan modalnya.

Dalam UU Cipta Kerja, peraturan-peraturan ini diganti dengan peraturan yang menggelar karpet merah pihak asing. Pasal 34 UU Cipta Kerja merevisi Undang Undang Hortikultura pasal 33 untuk mengundang sarana hortikultura dari dalam dan/atau luar negeri. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun