Teknologi Tepat Guna untuk Mengatasi KekeringanÂ
Basahi ladang kita yang butuh minum
basahi sawah kita yang kekeringan
basahi jiwa kita yang putus asa
Kemarau ini begitu mencekam
Sepotong lirik lagu Doa Sepasang Petani Muda karya Ebiet G Ade di atas sangat relevan dengan kondisi beberapa daerah di tanah air yang kini dilanda kekeringan yang parah.
Mereka kesulitan mencukupi air bersih untuk memasak dan sanitasi kesehatan. Hewan ternak dan pemeliharaan juga kekurangan air minum dan mandi. Tanaman mulai meranggas menunggu setetes air yang tak kunjung tiba.
Kondisinya bertambah mengenaskan karena pembangunan infrastruktur irigasi masih boleh dibilang minim. Sudah begitu banyak infrastruktur irigasi pertanian yang telah eksis dalam kondisi rusak. Masalah kekeringan merupakan paradoks. Karena Indonesia sejatinya memiliki potensi sumber daya air nomor lima besar dunia.
Ketika mitigasi kekeringan untuk mengatasi krisis air baku belum berjalan dengan baik. Dilain pihak di negeri ini banyak yang berambisi untuk menerapkan teknologi Internet of Things (IoT) untuk mengelola perkebunan dan pengairan.Â
Bahkan tidak sedikit yang merekomendasikan proyek bertajuk Pertanian 4.0. Sungguh ironis, padahal sebagian besar masyarakat belum membutuhkan semua itu.
Mereka hanya membutuhkan teknologi sederhana, teknologi tepat guna untuk mendapatkan air yang cukup untuk keluarga, hewan ternak, dan tanamannya.
Bencana kekeringan mudah terlupakan dan baru tersadar lagi pada bencana tahun berikutnya. Kondisinya kian rumit karena sumber air baku selain dari mata air kini bermasalah karena pencemaran sungai sudah sangat parah.Â
Negeri ini masih belum berhasil melindungi pengelolaan sumber daya air dari bermacam modus pencemaran limbah. Pencemaran sungai, danau, dan bangunan air semakin parah dan kurang ada tindakan sesuai dengan undang-undang. Bappenas menyatakan bahwa tingkat kerugian akibat pencemaran mencapai 2,3 persen per tahun dari PDB (produk domestik bruto) atau sekitar Rp 57 triliun.