Berkat ratifikasi diatas lahirlah banyak serikat pekerja/buruh yang baru di Tanah Air. Lalu diikuti lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Gelar Bapak Serikat Pekerja untuk BJ Habibie sangat relevan karena sosok jenius kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936 itu sangat arif dan visioner saat menangani dan mengembangkan Serikat Pekerja dan sangat bijak dalam menangani masalah ketenagakerjaan. Masih hangat dalam ingatan penulis yang saat itu menjadi pengurus Serikat Pekerja PT Dirgantara Indonesia, yakni SP FKK PT DI.
Saat itu, pada tanggal 7 hingga 13 Oktober 1997 karyawan industri pesawat terbang mengadakan aksi unjuk rasa besar-besaran di kawasan perusahaan. BJ Habibie selaku Menristek dan sekaligus sebagai Direktur Utama langsung merespon secara penuh, dan mengundang perwakilan karyawan diundang untuk berdialog langsung.
Pak Habibie mengatakan bahwa Pak Harto (sebagai Presiden RI) marah kepada para demonstran dan akan menindak keras, namun Pak Habibie secara meyakinkan bilang ke Pak Harto, bahwa yang aksi itu anak-anaknya sendiri dan akan menyelesaikannya.
Itulah sikap sosok BJ.Habibie yang sangat menjunjung demokrasi. Itu semua karena beliau cukup lama tinggal di Jerman. Dalam pertemuan dengan karyawan diatas Pak Habibie juga mengumumkan langsung kenaikan gaji bagi karyawan dengan gaji terendah dan menyetujui pembentukan serikat pekerja pertama di BUMN yang diberi nama Forum Komunikasi Karyawan (FKK), yang fungsinya sama dengan serikat pekerja karena pada zaman Pak Harto organisasi pekerja hanya SPSI. FKK inilah sebagai serikat pekerja pertama di BUMN bahkan di Indonesia pada era Reformasi yang lahir di akhir era Pak Harto yaitu Oktober 1997.
Kita bisa menyimak bagaimana pada periode BJ Habibie menjabat Menristek telah mengirimkan sekitar empat ribu pemuda belia lulusan SMA untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Hampir semuanya berhasil menyelesaikan kuliah hingga strata S2 dan S3. Kini mereka itu tersebar dalam berbagai lembaga pemerintahan dan swasta. Banyak diantara mereka kini menjadi pengembang dan inovator teknologi serta berhasil melakukan transformasi proses dan model bisnis di berbagai perusahaan terkemuka.
Pemerintah saat ini perlu belajar dari Pak Habibie dalam mengembangkan beasiswa untuk rakyat. Menurut hemat penulis, pemerintah saat ini perlu memperbaiki dan menentukan orientasi baru program pengelolaan dana abadi pendidikan. Apalagi Presiden Joko Widodo meminta pengelolaan dana abadi pendidikan dilakukan secara produktif, terukur, dan lebih efektif dalam mendongkrak kualitas SDM bangsa.
Perlu pemetaan terhadap kebutuhan bidang-bidang strategis yang sangat dibutuhkan bangsa menghadapi persaingan global. Investasi SDM sangat penting guna menyiapkan Indonesia menjadi negara maju.
Perbaikan LPDP meliputi aspek pengelolaan dan metode seleksi hingga negara yang dituju oleh penerima beasiswa harus lebih variatif. Bukan mengelompok dalam suatu negara yang itu-itu saja. Karena pusat inovasi teknologi  dan kemajuan peradaban kini semakin menyebar di muka bumi.
Sekedar catatan bahwa dana pendidikan Indonesia dikelola oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), yang penerimaannya berasal dari investasi dana abadi. Dana abadi pendidikan telah terkumpul sekitar Rp 31 triliun. Tahun 2022 LPDP menyiapkan dana sekitar Rp 3 triliun untuk memberikan beasiswa kepada 12 ribu orang.