Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Seni Menjalin Persahabatan dan Gaya Kepemimpinan

30 Juli 2023   17:09 Diperbarui: 30 Juli 2023   20:02 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seni Menjalin Persahabatan dan Gaya Kepemimpinan

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan 30 Juli sebagai hari persahabatan sedunia. Dengan tujuan mewujudkan culture of peace serta mampu mewujudkan nilai-nilai, sikap serta perilaku yang menolak kekerasan dan juga konflik. Hari persahabatan sedunia bermula pada tahun 1930 oleh Joyce Hall, sang pemilik usaha percetakan kartu Hallmark Cards yang menyerukan perlunya tambahan hari libur supaya dimanfaatkan oleh masyarakat Amerika Serikat untuk saling anjangsana dengan sahabat dengan cara langsung atau melalui kartu ucapan.

Kemampuan individu untuk membangun atau menjalin persahabatan berbeda-beda. Ada seseorang yang sangat bersemangat dan amat mahir memainkan seni menjalin persahabatan, dilain pihak ada yang dingin dan kurang bisa menguasai seni menjalin persahabatan.

Seni menjalin persahabatan tidak hanya dalam hubungan individu saja, Tetapi juga penting untuk organisasi, termasuk untuk partai politik yang akan bertanding dalam Pemilu 2024 mendatang.

Pakar psikologi Willard Hartup menyatakan bahwa persahabatan dapat menjadi sumber daya kognitif dan emosi dari masa kanak-kanak hingga tua. Hubungan persahabatan juga dapat meningkatkan self esteem dan rasa sejahtera. Persahabatan memungkinkan individu dan organisasi menjalin relasi yang intim, dekat, dan juga hangat. Keakraban dalam persahabatan memiliki ciri terbuka satu sama lain dan saling berbagi pikiran. Hal ini dapat membantu individu untuk menghadapi situasi apapun, karena dengan adanya persahabatan, secara afeksi, mereka memiliki sesuatu yang lengkap.

Dalam jagat pesantren seni menjalin persahabatan itu termaktub dalam ukhuwah. Ada rumusan ukhuwah yang posisinya sangat strategis sebagai penjaga keutuhan dan kerukunan bangsa, yakni tri ukhuwah. Dengan arti hendaklah mengembangkan sikap persaudaraan atau persahabatan bukan hanya dengan sesama kaum muslimin ( ukhuwah Islamiyah ), melainkan juga dengan sesama warga bangsa yang lain ( ukhuwah wathoniyah ) serta dengan warga dunia manapun tanpa diskriminatif ( ukhuwah basyariyah ).

Seni menjalin persahabatan memiliki beberapa teori dasar yakni pentingnya memberi dukungan,kepercayaan dan menjunjung kejujuran. Setiap individu tentunya membutuhkan dukungan atau support system, dan persahabatan yang sehat adalah salah satunya. Saat anda menganggap diri anda sebagai sahabat seseorang, anda secara implisit menawarkan untuk menjadi bagian dari support system-nya.

Jadi, usahakan untuk selalu ada dan memberinya dukungan saat ia membutuhkannya. Jika tidak, jangan terkejut jika ia juga tidak pernah ada saat anda butuhkan. Persahabatan dibangun di atas kebersamaan dan timbal balik. Jika anda ada untuknya, ia akan ada untuk anda. Selain itu, perlu untuk mempercayainya dan selalu jujur padanya. Sekali saja anda membohonginya, kepercayaannya akan runtuh.

Seni menjalin persahabatn sangat penting bagi para politisi, termasuk para capres yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2024. Gaya kepemimpinan politik sangat tergantung kepada sisi kepribadiannya apakah dia mahar dalam hal seni menjalin persahabatan dengan semua pihak.

Gaya kepemimpinan sangat ditentukan oleh karakter seseorang. Menurut Heraklitus karakter seseorang adalah nasib dan peruntungannya. Bicara soal karakter atau ciri-ciri khusus individu pada hakekatnya sama dengan bicara soal genom. Dalam teori kromosom semua orang memiliki gen-gen yang teraktifkan atau sebaliknya jika mengalami pengaruh eksternal.

Dalam pergaulan hidup, ada individu yang dingin dan tidak berperasaan, namun ada yang emosional. Ada pula yang mudah gelisah, namun justru ada yang malah menyukai risiko. Fenomena di atas biasa kita sebut sebagai kepribadian. Sebuah kata yang maknanya lebih dari sekedar karakter atau sifat. Dunia ilmu pengetahuan telah berhasil menguak konfigurasi gen yang mempengaruhi kepribadian seseorang.

Menurut Buku GENOM : kisah spesies manusia dalam 23 bab karya Matt Ridley, konfigurasi itu teridentifikasi di dalam lengan pendek kromosom ke-11 dalam tubuh manusia yang mana didominasi oleh gen yang bernama dopamine. Sebagai fungsi neurotransmitter dopamine mengerjakan banyak hal, termasuk mengendalikan aliran darah melalui otak. Itulah sebabnya kekurangan dopamine dalam otak menyebabkan kepribadian yang enggan membuat keputusan, peragu, dingin, bahkan sangat alergi terhadap kritik.

Kepribadian seseorang menentukan jalan hidupnya. Dilain pihak kepribadian seorang pemimpin atau pejabat negara akan menentukan kejayaan atau sebaliknya keterpurukan bangsa. Pribadi pemimpin yang tangguh akan membawa kemakmuran dan berserinya demokrasi. Tetapi kepribadian pemimpin yang sebaliknya merupakan bencana bagi perikehidupan rakyat.

Kondisi psikologis rakyat Indonesia kini membutuhkan gaya kepemimpinan yang rendah hati namun bisa bersikap provokatif. Rakyat butuh pemimpin yang rendah hati tetapi sekaligus juga sebagai seorang "provokator" ulung namun bersikap gentleman. Pemimpin yang siap membuat orang lain marah dan kecewa dalam upayanya mencapai kesempurnaan organisasi negara. Gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bangsa Indonesia sekarang adalah yang gemar menggalakkan silang pendapat tetapi tetap getol menjalin persahabatan dengan semua komponen bangsa, serta bisa menyerap kritik setajam apapun.

Perlu belajar dari Colin Powell mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang telah sukses dalam menjalankan tugasnya. Powell adalah seorang Jenderal dengan prestasi dunia yang gilang-gemilang sekaligus seorang penikmat kritik yang acap kali suka mengejek dirinya sendiri. Baginya kritik itu nikmat dan menyehatkan.

Dalam bukunya yang menjadi rujukan pemimpin dunia yang berjudul The Leadership Secret of Colin Powell, salah satu alasan mengapa dia bisa menjadi pemimpin yang efektif adalah bahwa dirinya tidak mudah terkecoh oleh analisis dangkal dan dukungan yang instan dari bawahannya. Untuk itu dirinya lebih gemar melihat persoalan dibawah permukaan. Oleh karenanya dirinya dijuluki sebagai "dis-organisator" karena terus-menerus mengumpat dan mengusik rutinitas organisasi negara. (**)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun