Dalam pergaulan hidup, ada individu yang dingin dan tidak berperasaan, namun ada yang emosional. Ada pula yang mudah gelisah, namun justru ada yang malah menyukai risiko. Fenomena di atas biasa kita sebut sebagai kepribadian. Sebuah kata yang maknanya lebih dari sekedar karakter atau sifat. Dunia ilmu pengetahuan telah berhasil menguak konfigurasi gen yang mempengaruhi kepribadian seseorang.
Menurut Buku GENOM : kisah spesies manusia dalam 23 bab karya Matt Ridley, konfigurasi itu teridentifikasi di dalam lengan pendek kromosom ke-11 dalam tubuh manusia yang mana didominasi oleh gen yang bernama dopamine. Sebagai fungsi neurotransmitter dopamine mengerjakan banyak hal, termasuk mengendalikan aliran darah melalui otak. Itulah sebabnya kekurangan dopamine dalam otak menyebabkan kepribadian yang enggan membuat keputusan, peragu, dingin, bahkan sangat alergi terhadap kritik.
Kepribadian seseorang menentukan jalan hidupnya. Dilain pihak kepribadian seorang pemimpin atau pejabat negara akan menentukan kejayaan atau sebaliknya keterpurukan bangsa. Pribadi pemimpin yang tangguh akan membawa kemakmuran dan berserinya demokrasi. Tetapi kepribadian pemimpin yang sebaliknya merupakan bencana bagi perikehidupan rakyat.
Kondisi psikologis rakyat Indonesia kini membutuhkan gaya kepemimpinan yang rendah hati namun bisa bersikap provokatif. Rakyat butuh pemimpin yang rendah hati tetapi sekaligus juga sebagai seorang "provokator" ulung namun bersikap gentleman. Pemimpin yang siap membuat orang lain marah dan kecewa dalam upayanya mencapai kesempurnaan organisasi negara. Gaya kepemimpinan yang dibutuhkan bangsa Indonesia sekarang adalah yang gemar menggalakkan silang pendapat tetapi tetap getol menjalin persahabatan dengan semua komponen bangsa, serta bisa menyerap kritik setajam apapun.
Perlu belajar dari Colin Powell mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat yang telah sukses dalam menjalankan tugasnya. Powell adalah seorang Jenderal dengan prestasi dunia yang gilang-gemilang sekaligus seorang penikmat kritik yang acap kali suka mengejek dirinya sendiri. Baginya kritik itu nikmat dan menyehatkan.
Dalam bukunya yang menjadi rujukan pemimpin dunia yang berjudul The Leadership Secret of Colin Powell, salah satu alasan mengapa dia bisa menjadi pemimpin yang efektif adalah bahwa dirinya tidak mudah terkecoh oleh analisis dangkal dan dukungan yang instan dari bawahannya. Untuk itu dirinya lebih gemar melihat persoalan dibawah permukaan. Oleh karenanya dirinya dijuluki sebagai "dis-organisator" karena terus-menerus mengumpat dan mengusik rutinitas organisasi negara. (**)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H