Membangun RPTRA yang Ergonomik dan Utamakan Mainan Lokal
Pemerintah daerah setiap tahun anggaran mengalokasikan dana yang cukup besar untuk mewujudkan Program Kota Layak Anak.Â
Sebagian besar anggaran tersebut dipakai untuk membangun ruang interaksi publik bagi anak. Perlu konsep penyediaan ruang publik bagi anak yang aman, ergonomik dan memakai produk lokal.
Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang marak di setiap daerah perlu diawasi secara ketat dan tepat agar tidak ada modus korupsi dan penggelembungan harga. RPTRA yang sebagian besar berupa ruang terbuka yang dilengkapi dengan arena bermain dan pustaka mainan harus di desain sesuai dengan kondisi fisik anak.
Seperti sudah menjadi keseragaman, RPTRA dilengkapi dengan konstruksi jenis peralatan bermain untuk anak-anak diantaranya adalah perosotan, jungkat jungkit, alat panjat mini, dan ayunan.Â
Semua peralatan di RPTRA itu harus dirancang dengan kuat, aman dan ergonomik bagi tubuh anak. Ergonomik dalam arti nyaman, aman dan sesuai dengan fisik anak. Antara lain memiliki pegangan yang bertekstur halus dengan sudut yang oval atau tidak lancip. Selain itu konstruksi harus kuat dan tidak mudah rusak.
Menurut pengamatan penulis konstruksi RPTRA banyak yang rusak meskipun baru dibangun. Perosotan dan jungkat jungkit terbuat dari material plastik juga mudah patah atau berubah bentuk.Â
Selain itu konstruksi ayunan yang terbuat dari metal seringkali bermasalah karena kualitas sambungan dan pengelasan. Selain itu banyak kasus konstruksi yang tidak memiliki permukaan yang halus.
Banyaknya kerusakan dan konstruksi ringkih ( tidak kuat ) yang terjadi di dalam RPTRA menyedot anggaran tahun berikutnya. Hal seperti inilah yang rawan dalam penggunaan anggaran serta bentuk pemborosan di daerah.
Di beberapa daerah eksistensi RPTRA juga dilengkapi dengan Pustaka Mainan (Toy Library). Yakni program layanan yang menyediakan tempat bermain serta berbagai alat mainan anak.Â