Kota Dirgantara Riwayatmu Kini, Perlu Hidupkan Lagi Wisata Teknologi.
Perintis industri penerbangan Nurtanio Pringgoadisuryo menjadikan Bandung sebagai Kota Dirgantara. Rintisan tersebut dilanjutkan oleh BJ Habibie dengan membangun Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kemudian menjadi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) di kawasan Bandara Husein Sastranegara.
Nasib kota dirgantara setelah penerbangan komersial dari Bandara Husein ke Bandara BIJB Kertajati tentunya berdampak besar. Apalagi menurut Menteri BUMN Erick Thohir, salah satu yang menjadi ikon Kota Dirgantara yakni industri pesawat terbang PT Dirgantara Indonesia (PT DI) juga akan direlokasi mendekati BIJB yakni di kawasan industri Kabupaten Subang.
Penulis pernah bekerja lebih dari sepuluh tahun di PT DI yang lokasinya satu kawasan dengan Bandara Husein. Menurut hemat saya, kebijakan "pengosongan" Bandara Husein dan relokasi PT DI sulit dimengerti dan kebijakan yang kurang dipikirkan secara matang. Mengingat infrastruktur Bandara Husein dan Infrastruktur pabrik pesawat terbang dengan berbagai fasilitas hanggar, mesin produksi, laboratorium dan gedung perkantoran yang sudah ada masih sangat layak dipakai. Dan jika harus direlokasi tentunya merupakan pemborosan yang luar biasa.
Setelah penerbangan komersial dipindahkan, Bandara Husein menjadi sepi sekali. Fasilitas bandara itu masih megah sebaiknya digunakan untuk program yang terkait dengan predikat Kota Dirgantara. Bandara Husein perlu revitalisasi untuk mengatasi persoalan nasional terkait dengan kekurangan SDM yang dihadapi industri penerbangan. Kementerian Perhubungan, TNI AU dan PT DI sebaiknya menghidupkan kembali lembaga pendidikan dan latihan (diklat) yang mampu mencetak teknisi penerbangan yang andal. Selain itu fasilitas flight test center yang dimiliki oleh PT DI sebaiknya bekerja sama dengan sekolah penerbang yang ada di Bandung untuk mencetak pilot.
Revitalisasi kota dirgantara merupakan solusi masalah aktual seperti mencetak teknisi atau tenaga ahli perawatan pesawat. Kini profesi itu masih kurang bahkan bisa dibilang langka. Kelangkaan itu kini menjadi perhatian serius oleh usaha perawatan pesawat terbang yang tergabung dalam Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association ( IAMSA). Saat ini masih kurang teknisi penerbangan yang berlisensi, akibatnya berpengaruh terhadap kondisi fasilitas Maintenance Repair Overhaul (MRO).
Berbagai negara sangat berkepentingan terhadap pengembangan profesi teknisi pesawat terbang. Hal itu seperti dilakukan Singapura yang berhasil mengembangkan Seletar Aerospace Park (SAP) yang dibangun di lahan seluas 140 hektar. Begitu juga dengan Malaysia yang telah mendirikan Malaysia International Aerospace Center (MIAC). Sebagai kota dirgantara, mestinya Bandung juga membangun fasilitas MRO yang merupakan aerospace park.
Menggairahkan Kembali Wisata Teknologi
Untuk menjaga roh Kota Dirgantara, sebaiknya Bandara Husein dan kawasan PT DI dijadikan kawasan wisata teknologi, khususnya teknologi penerbangan. Penulis masih terbayang, pada dekade tahun sembilan puluhan hingga tahun dua ribu, wisata teknologi di Jawa Barat khususnya di Bandung pernah mengalami puncak kejayaan. Namun, potensi wisata teknologi itu sekarang ini seperti anak hilang.
Menemukan kembali si anak hilang merupakan program yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Entry-point dari program tersebut adalah menyusun kembali portofolio potensi wisata teknologi yang ada di Jabar. Mulai dari wisata teknologi industri pesawat terbang, rekayasa elektronika, peluncuran roket,peneropongan bintang hingga ladang geothermal penghasil energi listrik. Semuanya membutuhkan promosi dan kemasan baru yang bisa mengundang wisatawan.
Pada waktu itu penulis melihat setiap harinya rata-rata puluhan bahkan pernah mencapai ratusan bus wisata mendatangi kawasan industri pesawat terbang di kota Bandung dalam rangka wisata teknologi yang berbentuk studi ekskursi dan lain-lainnya. Sampai-sampai IPTN ( sekarang PT DI ) sempat mendapat julukan "Industri Pariwisata Teknologi Nasional ". Dari rombongan tamu negara, mahasiswa, hingga kelompok pengajian ibu-ibu dari berbagai daerah berbondong-bondong mendatangi kawasan pabrik untuk melihat proses pembuatan pesawat terbang. Sejak peluncuran pesawat tipe CN-235 hingga first flight atau terbang perdana prototype pesawat hasil rancang bangun putra-putri Indonesia tipe N-250, IPTN telah dikunjungi jutaan wisatawan domestik maupun mancanegara. Setelah melakukan kunjungan ke IPTN pada umumnya mereka juga membelanjakan uangnya serta menyempatkan berkunjung ke berbagai obyek wisata alam yang tersebar di Jawa Barat.
Sarana Edukasi
Keberadaan IPTN pada saat itu benar-benar membawa berkah terhadap berbagai sektor dan jasa pariwisata. IPTN telah mengangkat citra wisata teknologi di Jabar yang tiada duanya. Sampai-sampai mahasiswa fakultas teknik yang ada di Indonesia telah menjadikan studi ekskursi ke IPTN sebagai acara wajib untuk mendukung studinya. Hal tersebut tidak berlebihan, karena berbagai proses teknologi dan industri bisa mereka saksikan di kawasan pabrik KP-II yang lokasinya membentang di sebelah utara Bandara Husein Sastranegara. KP-II merupakan kawasan pabrik yang layout hanggar dan capability of manufacturing-nya serupa dengan yang ada di perusahaan Boeing di Amerika Serikat.
Hanggar di KP-II yang membentang dari timur ke barat hingga lima kilometer di dalamnya merupakan lorong produksi pesawat terbang dan produk lainnya secara sistemik. Begitu masuk di pintu gerbang di ujung timur para pengunjung langsung memasuki hanggar yang berisi material bahan baku pembuatan pesawat terbang yang berupa aneka jenis aluminium alloys. Berbagai treatment material bisa dilihat di hanggar ini. Kemudian pengunjung berjalan ke arah barat menuju hanggar fabrikasi yang berisi mesin-mesin CNC, metal forming, bonding and composite, dan lain-lain. Berbagai komponen dan struktur pesawat dibuat disini. Terlihat unjuk kerja mesin CNC yang mampu memotong balok-balok alumunium menjadi komponen struktur pesawat. Kemudian komponen-komponen yang jumlahnya ratusan ribu item itu diintegrasikan dalam hanggar final assembly. Disamping hanggar fabrikasi terletak Gedung Pusat Teknologi yang merupakan "sarang" insinyur teknik penerbangan. Di gedung ini pengunjung bisa melihat desain struktur pesawat terbang dengan program komputer CATIA dan analisa kekuatan berbasis finite element model dengan NASTRAN. Selain itu juga bisa dilihat berbagai pengujian pesawat terbang baik ground test maupun flight test yang melibatkan berbagai sensor untuk mengetahui karakteristik beban dan performance pesawat terbang.
Di Belakang KP-II terdapat fasilitas uji terbang pesawat dan helikopter yang dikontrol oleh menara MOCR. Wisata teknologi pesawat terbang merupakan sarana edukasi yang bisa menggugah kemandirian bangsa.
Potensi wisata teknologi di Jawa Barat belum dipromosikan secara optimal. Sehingga masih banyak yang "tercecer" atau hanya diketahui oleh sedikit orang. Perlu menghidupkan kembali wisata udara di Bandung yang pada waktu lalu diselenggarakan oleh Fasida ( Federasi Aero Sport Indonesia Daerah ) dengan menggunakan pesawat kecil contohnya jenis Cessna 185, Cessna 172, 182, PZL Gelatik dan lain-lainnya. Dengan paket wisata itu kita bisa terbang melihat eksotisme kota Bandung dan sekitarnya dari udara. (*)
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H