Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Urgensi Polri "Cawe-cawe" untuk Atasi Frustrasi Sosial

1 Juli 2023   08:27 Diperbarui: 1 Juli 2023   08:31 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polri PRESISI  (sumber gambar : tribratanews )

Urgensi Polri "Cawe-cawe" untuk Atasi Frustrasi Sosial 

Peringatan Hari Bhayangkara ke-77 diwarnai dengan berbagai macam bentuk kejahatan dan masalah sosial yang semakin kronis. Maraknya kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak hingga laporan masyarakat ke kantor polisi karena sebagai orang tua tidak mampu memberi makan kepada anak-anaknya, seperti yang terjadi di Cimahi baru-baru ini sungguh memilukan. Fenomena diatas menunjukkan bahwa tantangan Polri semakin kompleks.

Fenomena frustrasi sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat menuntut polisi sebaiknya ikut cawe-cawe karena masalah sosial sangat rawan terhadap gangguan keamanan dan ketertiban umum. Beberapa kasus membuat Polri mengubah senjatanya dari senjata api dan pentungan, menjadi bersenjata bungkusan paket sembako bahkan beberapa kasus juga bersenjata alat-alat sekolah untuk para pelajar.

Peringatan Hari Bhayangkara merupakan kesempatan untuk melakukan kalibrasi empat nilai dasar yang menjadi acuan berdasarkan universalitas watak peran dan fungsi dari institusi Polri. Empat nilai dasar tersebut adalah integritas, akuntabilitas, legitimasi, dan bisa dipercaya. Empat nilai dasar yang universal tersebut tentu harus dikontekstualisasikan dengan situasi empirik pemolisian di negeri ini.

Empat kriteria nilai dasar tersebut mestinya juga perlu dikaitkan dengan konteks masalah pokok Polri yang masih sarat dengan oknum yang korup, budaya kerja kekerasan (pelanggaran HAM), kegamangan menghadapi tindakan vigilante oleh kelompok massa yang menggunakan identitas komunalisme (agama/etnik), dan minimnya akuntabilitas untuk praktek penyalahgunaan kekuasaan.

Kompleksitas kejahatan perlu dihadapi dengan meningkatkan kompetensi keilmuan Kriminologi sesuai dengan kemaajuan zaman. Kriminologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan bagaimana seorang atau kelompok masyarakat bisa berbuat jahat. Kriminologi juga mengkaji penyebab seseorang menjadi jahat karena beberapa faktor. Termasuk faktor genetika, faktor kelainan kejiwaan seseorang, faktor sosial ekonomi dan karena faktor pengaruh lingkungan.

Terlebih pada saat ini pelaku kejahatan di Indonesia semakin berusia muda bahkan masih dibawah umur. Kondisi yang memprihatinkan ini memerlukan kajian terkait dengan fenomena teen killers dalam domain psikopatologi. Fenomena teen killer yang marak di Indonesia sebangun dengan penelitian di Amerika Serikat seperti yang dinyatakan oleh National Organization of Victims of Juvenile Murderers.

Perkembangan kepolisian dunia saat ini fokus kepada masalah integritas institusional kepolisian yang menyangkut sikap dan kemampuannya untuk menjaga institusi yang bersih, bekerja atas supremasi hukum yang adil, netral secara politik, imparsial, responsif terhadap kepentingan publik, namun mampu berdiri di atas semua kelompok kepentingan.

Kasus kejahatan dan penyakit sosial seperti kasus minuman keras (miras) dan kasus tawuran antara kelompok yang banyak terjadi di pelosok negeri merupakan fenomena frustrasi sosial ditengah masyarakat. Diantara korban miras kebanyakan adalah para remaja. Beberapa diantaranya bahkan baru pertama kali menenggak miras oplosan dan langsung tewas.

Masyarakat sangat prihatin karena frustrasi sosial kian merebak dimana-mana. Para pemuda yang kebanyakan putus sekolah dan para pengangguran tidak berdaya menghadapi masalah yang menghimpit lalu melampiaskan semua itu dengan miras. Kini masyarakat dihimpit beban sosial yang berat, lapangan kerja sulit didapat, harga-harga kebutuhan pokok terus mencekik. Banyak kalangan remaja yang merasa tidak punya harapan lagi. Masa depannya terampas karena mereka tidak diberdayakan untuk menghadapi perubahan zaman.

Sementara program pembangunan manusia Indonesia kini belum banyak menyentuh mereka yang putus sekolah dan menjadi pengangguran. Perlu segera mengatasi akar persoalan maraknya frustrasi sosial yang berakibat penggunaan miras. Aparat kepolisian harus terus menerus membasmi produsen dan pemasok miras. Dan menghukum mereka seberat-beratnya.

Dimasa mendatang sebaiknya Polri mesti dilibatkan secara intens terkait dengan program yang bertujuan untuk mengatasi pengangguran dan penyakit sosial yang kian parah. Program tersebut sebaiknya berbentuk kursus vokasional atau sekolah kejuruan yang diperuntukkan bagi para penganggur dan pemuda putus sekolah. Program vokasional jangan terlalu kaku seperti halnya sekolah kejuruan. Perlu dibuat semacam pendidikan luar sekolah tetapi materi ajarnya sesuai dengan kebutuhan dunia industri dan jasa.

Perlu menggalakkan pendidikan vokasional atau kejuruan untuk mengatasi frustrasi sosial yang menjerumuskan remaja pada dunia hitam dan mabuk-mabukan. Sebaiknya materi dan arah kurikulum berbasis dan bernilai tambah lokal . Yang sesuai dengan berbagai aspek produksi atau jasa. Dimana proses pengolahannya menggunakan teknologi dan inovasi sehingga memiliki harga yang lebih tinggi atau berlipat ganda jika dibandingkan dengan harga bahan bakunya.

Keniscayaan, frustrasi sosial semakin menekan indeks kualitas manusia Indonesia yang tergambar dalam Pembangunan Manusia (IPM). Masih rendahnya angka IPM di Indonesia terungkap dalam laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa Bangsa (UNDP). Berdasarkan Laporan UNDP, IPM Indonesia berada di peringkat ke-110 dari 188 negara yang disurvei.

Masyarakat cenderung mengalami frustrasi sosial. Itu terjadi karena beberapa faktor yang saling mempengaruhi. Antara lain faktor kemiskinan struktural, lonjakan pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja, ketimpangan sistem pendidikan, dan kondisi harga kebutuhan pokok yang sering bergejolak.

Frustrasi sosial membutuhkan cawe-cawe Polri untuk mengatasinya secara komprehensif. Salah satu langkah untuk mengurangi frustrasi sosial adalah dengan jalan penyelenggaraan seluas-luasnya pendidikan vokasional nonformal untuk generasi muda yang berpendidikan rendah.

Kantor-kantor Polsek bisa dijadikan tempat penyelenggaraan pendidikan vokasional non formal itu dengan prinsip taut suai atau link and match. Selama ini penyelenggaran pendidikan non formal terlihat seperti kurang darah alias tidak ada gregetnya. Bisa jadi dengan melibatkan kepolisian maka sistem pendidikan nonformal yang selama ini diselenggarakan oleh Organisasi pendidikan nonformal di tingkat Kecamatan yang disebut Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM ) dan di tingkat Kabupaten/Kota yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) bisa berjalan semakin baik dan tepat sasaran.

Frustrasi sosial tidak hanya dilampiaskan dengan cara menenggak miras. Frustrasi sosial juga bisa melahirkan pelaku teror. Kini aksi terorisme tidak hanya dipicu oleh ideologi radikal. Kondisi frustrasi sosial dan penderita penyakit kejiwaan merupakan pupuk yang subur bagi tumbuhnya teroris lone wolf atau teroris perorangan.

Seorang yang mengalami frustrasi dan depresi sangat mudah dipengaruhi untuk melakukan perbuatan teror. Apalagi jika yang bersangkutan telah menemukan narasumber dari dunia maya untuk melakukan aksi destruktif.

Interaksi sosial di berbagai tempat kini sudah mirip petasan sumbu pendek yang gampang meledak. Berbagai segmen masyarakat menjadi cepat pemarah, kehilangan pikiran jernih membutuhkan layanan psikiatrik yang lebih efektif. Keniscayaan, Polri mesti lebih sering cawe-cawe untuk mencegah dan antisipasi ledakan frustrasi sosial. Apalagi menghadapi tahun politik menjelang Pemilu 2024, ketegangan elit politik sedang berlangsung. Merebaknya frustrasi tidak hanya terjadi pada individu semata, hal itu merupakan cermin kemasyarakatan yang butuh solusi segera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun