Presiden Joko Widodo pernah menyatakan ada produk lokal yang hanya diganti kemasannya, tetapi isinya tetap impor. Modus akal-akalan yang menawarkan sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kepada pelaku proyek atau industri semakin rapi.
Seharusnya angka atau nilai TKDN itu harus betul-betul nyata. Jangan ada dusta dalam penentuan TKDN. Prosedur pengurusan sertifikat dan kalkulasi tingkat TKDN seharusnya menggunakan formulasi yang jujur. Pentingnya integritas dari pihak regulator atau pengawasan terhadap angka TKDN. Terlebih jika proyek tersebut pembiayaannya dari utang luar negeri.
Kekecewaan Presiden Joko Widodo terkait penggunaan barang impor mestinya tidak dianggap angin lalu. Ironis, belum ada perbaikan yang signifikan terkait pengadaan barang dan jasa di kementerian dan lembaga negara.
Belum ada efek jera, masih ada modus pengelabuan terkait dengan manipulasi besaran TKDN terhadap produk asing atau proyek-proyek yang melibatkan pihak asing. Sehingga seolah-olah persentase TKDN sudah tinggi.
Modus produk impor yang disulap seolah-olah telah memakai produk lokal atau yang memiliki kandungan komponen lokal yang cukup sering terjadi. Hal ini karena saat ini banyak calo yang menjadi perantara mengurus sertifikat TKDN dengan nilai yang disulap menjadi bagus.
Mestinya angka atau nilai TKDN itu harus betul-betul riil dan bebas percaloan dalam mengurus sertifikat TKDN. Pemerintah perlu melakukan audit terkait besaran TKDN untuk seluruh proyek nasional hingga daerah. Audit tersebut terutama untuk proyek ketenagalistrikan dan infrastruktur lainnya.
Presiden perlu mengambil langkah lebih konkrit terkait dengan pencegahan akal-akalan tingkat TKDN. Caranya antara lain dengan mengadakan audit teknologi dan investigasi terhadap proyek-proyek.
Seperti misalnya proyek ketenagalistrikan seharusnya melakukan pengalihan dalam hal tenaga kerja dan proses produksi serta tahap konstruksi dengan kemampuan dalam negeri. Langkah ini akan menghidupkan industri dalam negeri dan menggiatkan padat karya di tengah banyaknya pekerja yang terkena PHK.
Perlu optimasi TKDN untuk komponen ketenagalistrikan sebagai upaya substitusi produk impor. Berkembangnya industri mesin dan peralatan pendukung ketenagalistrikan di Indonesia sekarang ini diharapkan sejalan dengan meningkatnya penggunaan produk dalam negeri. Menurut data Kemenperin, sejak 2019, nilai impor industri peralatan listrik mencapai Rp 116 triliun.
Hingga kini terdapat 3.404 produk peralatan kelistrikan yang bersertifikat, dengan nilai capaian TKDN di bawah 25 persen berjumlah 413 produk. Kemudian antara 25 persen hingga 40 persen mencapai 664 produk, dan melebihi 40 persen terdapat 2.327 produk.