Hingga kini Perindo belum banyak berkontribusi terhadap usaha perikanan rakyat dan nelayan. Masih belum optimal melakukan pembelian hasil tangkap nelayan maupun budidaya petambak dengan harga yang pantas. Selain itu peran penjualan alat produksi yang diperlukan petambak seperti pakan dan sarana prasarana produksi lainnya juga masih minim.
Hari Laut Sedunia sebaiknya menjadi momentum untuk evaluasi Instruksi Presiden (Inpres) No. 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. Supaya bisa melahirkan program nyata untuk memperbaiki kehidupan nelayan.
Pembangunan infrastruktur industri perikanan yang dioperasikan oleh Perindo diharapkan bisa mengatasi aksi nelayan asing yang sering merugikan nelayan lokal. Pembangunan infrastruktur seperti cold storage untuk penyimpanan ikan hasil tangkapan nelayan yang berkapasitas hingga 3 ribu ton harus bisa menjadi model untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan.
Industri perikanan nasional harus dikembangkan secara progresif dengan catatan pengembangan tersebut bisa mengangkat taraf hidup nelayan lokal dan tidak merusak lingkungan atau ekosistem laut.
Kinerja industri perikanan yang sempat mengalami kemunduran sudah mulai bangkit lagi. Seperti di sentra perikanan Bitung, ada 53 unit pengolahan ikan (UPI) dengan total kapasitas terpasang 361.200 ton per tahun utilitasnya mulai naik.Â
Bitung yang dijuluki Kota Cakalang dalam waktu dekat tidak lagi mengimpor ikan cakalang dari India, Taiwan dan Korea Selatan.Karena menurut FAO potensi cakalang Indonesia terbesar di dunia, yaitu 418.633 ton atau 14 persen dari total produksi cakalang dunia yang mencapai 3 juta ton.
Perlu memperbaiki kondisi infrastruktur Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kini masih memprihatinkan karena kurang memadai untuk mengelola sumber daya kelautan. Dibutuhkan penambahan infrastruktur KKP untuk mengakselerasi program kerjanya. Dibutuhkan sistem dan solusi teknologi terkini yang bisa membantu mengintegrasikan pengelolaan sumber daya kelautan.Â
Pada prinsipnya sistem memiliki konten dari berbagai aspek, dari aspek ekologi, ekonomi kelautan, masalah sosial wilayah pesisir hingga tata kelola pulau-pulau kecil.Apalagi hingga kini belum terintegrasi secara baik Vessel Monitoring System (VMS), fleet management and control pada kapal inspeksi, Cooperative Astrophysics and Technology Satellite (CATSAT), data base perijinan dan log book.
Begitu juga dengan database karakteristik kapal inspeksi, parameter biologi laut untuk menunjang analisas atau prediksi fishing ground juga belum terkelola dengan baik.Â
Database dan sistem analisa statistik parameter fisik oseanografi untuk prediksi cuaca laut masih jauh dari harapan.KKP memiliki infrastruktur sistem pamantau kapal ikan atau Fishing Monitoring Centre (FMC) di Jakarta dan di dua Regional Monitoring Centre (RMC) yakni di Batam dan Ambon. Serta infrastruktur transmitter VMS sebanyak 1500 unit, sistem integrasi radar kapal inspeksi perikanan dan VMS.