Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Mitigasi Kekeringan, Mestinya Tak Asal-asalan

5 Juni 2023   13:11 Diperbarui: 5 Juni 2023   17:35 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bencana kekeringan (Shutterstock)

Seperti misalnya penerapan irigasi pertanian sistem tetes yang dilengkapi dengan aplikasi spasial atau sistem informasi geografis dan berbagai sensor yang dikendalikan secara digital.

Kekeringan merupakan fenomena alam yang menyangkut neraca air antara inflow dan outflow atau antara presipitasi dan evapotranspirasi. Kekeringan hendaknya jangan hanya dilihat sebagai fenomena fisik cuaca saja, tetapi harus disikapi sebagai fenomena alam yang terkait erat dengan tingkat kebutuhan masyarakat terhadap air. Oleh sebab itu perlu mitigasi dan manajemen yang mengedepankan solusi teknologi dan daya inovasi daerah.

Mitigasi kekeringan mestinya dikoordinasi oleh DSDA. Perlu mencontoh program mitigasi dari National Drought Mitigation Center (NDMC) Amerika Serikat. Misi lembaga itu adalah mengkaji secara ilmiah dari berbagai disiplin ilmu terkait dengan kekeringan. 

Kemudian berkoordinasi dengan eselon atau kementerian terkait, seperti kementerian pekerjaan umum, pertanian, sosial, dan pemerintah daerah lalu melaksanakan aksi nyata untuk mengurangi kerawanan akibat kekeringan dengan berbagai solusi yang menekankan hasil inovasi.

Perlu digarisbawahi, Amerika Serikat yang merupakan negara maju dengan kondisi infrastruktur pengairan yang sudah bagus, tetapi data menunjukkan bahwa setiap tahunnya 15 persen dari wilayah negara maju itu masih mengalami kekeringan yang parah. Kekeringan tersebut memicu kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan banyak korban jiwa.

Tidak banyak yang menyadari bahwa planet bumi telah mengalami degradasi atau penurunan kemampuan irigasi pertanian. Degradasi yang lebih parah lagi justru terjadi di Indonesia yang notabene merupakan negara agraris. Degradasi tersebut menyebabkan penurunan produksi pangan atau biji bijian.

Muka air tanah di negara negara produsen pangan besar seperti Cina, India, dan Amerika Serikat menurun setiap tahun. Misalnya, di Cina bagian utara setiap tahun terjadi penurunan air tanah yang sangat signifikan. 

Kondisi di atas menyebabkan penurunan kemampuan irigasi pada wilayah pertanian yang banyak menggunakan pompa air tanah. Bersamaan dengan penurunan muka air tanah adalah peningkatan temperatur udara.

Para ahli ekologi tanaman menyatakan bahwa setiap peningkatan temperatur satu derajat celcius bisa menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan seperti gandum, padi, dan jagung sebesar 10 persen. Sekedar catatan, selama tiga dasawarsa terakhir temperatur rata rata permukaan bumi meningkat sebesar 0,7 derajat celcius.

Kegiatan riset dan inovasi untuk mengatasi kekeringan telah menjadi perhatian dunia. Kegiatan riset itu salah satunya dilakukan oleh MIT School of Engineering bekerja sama dengan Pontifical University of Chile yang melakukan penelitian di Gurun Atacama yang dikenal sebagai salah satu daerah terkering di bumi.

Dalam riset tersebut dibuat semacam jala yang ditempatkan di dataran tinggi yang terselimuti kabut. Jala yang dibentangkan tersebut bisa mengumpulkan kabut lalu mengubahnya menjadi air yang bisa dimanfaatkan sebagai air minum maupun untuk mengairi lahan pertanian. Teknologi yang diterapkan dalam menjala air itu merupakan teknologi biomimicry. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun