Tahapan Pemilu 2024 menyebabkan beberapa anggota kabinet dan para kepala daerah mulai sibuk diluar tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara negara. Para menteri banyak yang aktif dalam kegiatan politik praktis di tengah situasi perekonomian yang masih riskan. Bahkan beberapa diantaranya aktif mempersiapkan diri untuk maju ke Pilpres 2024. Sudah barang tentu, para menteri dan kepala daerah tersebut berkurang perhatiannya pada tugas pokoknya.
Muncul fenomena kabinet malam dan kabinet rumahan. Mulai terlihat kementerian berpindah tempat sehingga mendistorsi fungsi dan memperlemah koordinasi antar eselon. Padahal banyak persoalan bangsa yang semakin kritis dan butuh totalitas kerja untuk mengatasinya.Kunci untuk melepaskan bangsa dari kondisi keterpurukan adalah perlunya kepemimpinan yang efektif di segala lini. Namun, kepemimpinan nasional maupun daerah yang eksis sekarang ini banyak yang tidak efektif karena kurangnya totalitas kerja. Apalagi menjelang Pemilu 2024 semangat kerja penyelenggara negara kian melorot.
Amat penting totalitas kerja dalam membenahi persoalan di pusat dan daerah. Sayangnya bangsa Indonesia belum memiliki filosofi yang kokoh tentang totalitas kerja para penyelenggara negara. Dengan mata telanjang rakyat telah melihat pejabat pemerintah pusat dan daerah selama ini terlalu sibuk dengan urusan lain diluar tugas utamanya. Selain itu juga banyak yang terjerumus kedalam gaya kepemimpinan selebritas. Gaya kepemimpinan semacam itu akan kesulitan merumuskan realitas yang sejati dan lemah dalam hal kerja detail.
Rakyat merasakan selama ini gaya kepemimpinan pusat hingga sebagian besar kepala daerah masih bersifat mediokrasi. Yakni kondisi manajemen pemerintahan yang setengah-setengah, ragu-ragu, dan kurang ada totalitas. Sifat mediokrasi pejabat negara yang serba ragu-ragu dan berputar-putar dalam lingkaran yang sempit. Dalam pergaulan bangsa-bangsa kita bisa melihat gaya kepemimpinan sebuah bangsa yang sangat progresif dalam meraih kemajuan.Â
Contohnya adalah gaya kepemimpinan di Tiongkok. Yang pada era 90-an Tiongkok masih tergolong miskin dengan produk domestik bruto per kapita masih dibawah seribu dollar AS. Kini,Tiongkok telah menjadi bangsa yang kuat dan sangat berpengaruh dalam dinamika perekonomian dunia. Kejayaan Tiongkok terwujud karena adanya totalitas kerja pemerintahan dari segala lini.Â
Landasan dan filosofi tentang totalitas kerja bagi pejabat di Tiongkok telah dirumuskan oleh Deng Xiaoping. Hal itu bisa kita cermati dalam sebuah buku yang berjudul "Deng Xiaoping and the Transformation of China", Karya Erra F Vogel, Profesor Social Sciences Emeritus dari Harvard yang sebelumnya Direktur Center for East Asian Research and Asia Center.
Buku tersebut juga menggambarkan perjalanan Deng Xiaoping sejak era revolusi dan tantangan yang dihadapi Deng ketika melakukan transformasi Tiongkok dari "One Country with Communism as a Single Systems and Ideology" menjadi "One Country Two Systems".Â
Dimana prinsip kapitalisme bisa berjalan seiring dengan sosialisme. Para pengganti Deng yakni Jiang Zemin bersama Li Peng dan Yang Shankun semakin meneguhkan filosofi totalitas kerja para pejabat Tiongkok hingga kader partai di tingkat desa.Â
Waktu membuktikan bahwa tiga sosok pengganti Deng merupakan trio pemimpin yang mampu membawa Tiongkok ke arah transformasi ekonomi yang luar biasa. Pertumbuhan ekonomi dua digit dapat terjadi secara berkesinambungan di Tiongkok. Buah dari filosofi totalitas kerja yang telah dirumuskan oleh Deng maka Tiongkok kini bisa berdansa dengan perubahan zaman di tengah perubahan lingkungan strategis dan perubahan peta geopolitik dunia.
Menghadapi tantangan era sekarang ini rakyat Indonesia membutuhkan gaya kepemimpinan yang mengelola pemerintahan penuh totalitas, progresif dan berbekal seribu akal sehingga bisa lebih cepat dan lebih detail. Pentingnya sense of detail untuk menetapkan milestones program pembangunan dengan baik lalu menjalankannya secara meyakinkan, cepat dan efisien. Secara analogi gambaran terhadap kerja detail seorang pejabat mirip dengan peran komandan penerjun payung pasukan elite yang harus cepat, detail dan teliti dalam menjalankan misinya.
 Rakyat semakin prihatin melihat modus kerja sambilan dan rangkap jabatan yang banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah pusat dan daerah. Dalam situasi yang penuh ketidakpastian seperti ini betapa pentingnya perlu kerja detail seorang pejabat. Kinerja pejabat hendaknya jangan tergantung kepada staf ahli. Selama ini kantor Kementerian, Gubernur, Bupati/Walikota penuh sesak dengan staf ahli resmi maupun staf ahli jadi-jadian. Mestinya pejabat negara tidak perlu dikerubuti oleh staf ahli.Â
Karena pada era digitalisasi dan disrupsi inovasi sekarang ini dirinya bisa mengakses dan mengolah data dan informasi secara cerdas dan realtime. Juga bisa memberikan directive secara cepat dan detail dengan berbagai platform digital kepada struktur dinas yang terkait.Â
Apalagi sekarang sudah banyak aplikasi yang bisa membantu pengambilan keputusan secara andal. Totalitas kerja pemerintahan sebenarnya sangat terbantu dengan aplikasi teknologi informasi yang berkembang pesat pada saat ini. Pada prinsipnya sistem pemerintahan dan sumber daya sedang menuju ke suatu sistem yang saling terkait dan dilengkapi berbagai aplikasi yang cerdas. Sistem tersebut semakin membuat gaya kepemimpinan menjadi artikulatif. Sehingga faktor-faktor manajerial lebih terkelola dengan cepat.
Sederet staf ahli yang kebanyakan diambil dari kroni partainya justru akan menimbulkan konflik kepentingan dan menimbulkan modus korupsi anggaran. Staf ahli pejabat selama ini dibentuk dengan job deskripsi yang kurang signifikan dan mengada-ada. Efektivitas pemerintahan sering terjerat oleh sepak terjang staf ahli di sekitar pejabat yang notabene adalah kaki tangan partai politik pendukungnya. Sungguh ironis, jika banyak pejabat yang gemar menangani persoalan di rumahnya dengan staf ahlinya.Â
Apalagi, kompetensi dan integritas staf ahli itu kurang memadai dan tampak sektarian. Padahal, sejarah telah menunjukkan bahwa para pemimpin pemerintahan maupun korporasi senantiasa mengoptimalkan peran staf struktural sepanjang waktu. Hal itu untuk mengakselerasikan kebijakannya sehingga melahirkan energi kolektif yang baik. Mestinya staf struktural pejabat pemerintah daerah difungsikan lebih optimal sehingga terwujud efektivitas pemerintahan yang ditunjang oleh expert system yang andal. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H