Pelajaran besar dari ketidak-berhasilan Kontingen Indonesia menggapai posisi kedua dalam perolehan medali di ajang SEA Games 2019 adalah perlunya kesatuan pandangan tentang masyarakat (komunitas) olahraga yang harus diredifinisikan dalam Undang-Undang Sistem Keolahrgaan Nasional sebagaimana diusulkan oleh Yusuf Suparman, Staf Hukum Kemenpora.
Hukum keolahragaan yang mengakui "kedaulatan" komunitas olahraga dan tidak boleh diintervensi oleh negara akan menghidupkan kembali semangat : Mens Sana Incopore Sano. Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat pula.Â
Di ajang SEA Games 2019 ini, kita belum mampu mengejar ketertinggalan dari Thailand dan Vietnam. Vietnam mengalami kemajuan yang sangat pesat karena komitmennya jelas. Olahraga adalah bagian yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi. Meski menganut paham komunis, dalam hal pembangunan keolahrgaan mereka justru lebih demokratis dari Indonesia. Beragam infrastukrut olahraga dibangun seiiring dengan pembangunan infrasturktur ekonomi.
Jika pemerintahan Presiden Jokowi memang menginginkan pembangunan sumber daya manusia unggul, mulailah dari bidang olahraga dan kebudayaan yang lebih realistik untuk segera dipetik hasilnya. Narasi kebudayaan manusia unggul berbeda dari isian PPKD (Program Pemajuan Kebudayaan Daerah) yang sarat kepentingan politik.
Politik olahraga yang berbasis sportivitas semestinya menjadi dasar pemajuan kebudayaan nasional. Yang sangat perlu dijaga ketat adalah fungsi Kemenpora dalam upaya pemajuan itu harus dijauhkan dari orang-orang culas yang suka dan pendukung setia KKN (korupsi-kolusi-nepotisme). Semoga.
Sumber : satu , dua , tiga , empat , lima , enam ,Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H