Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Mampukah Kontingen SEA Games 2019 Mengulang Kejayaan Indonesia di Era 1980 dan 1990-an? [Bag.3]

3 Desember 2019   02:45 Diperbarui: 3 Desember 2019   02:45 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penentuan target perolehan medali emas Kontingen Indonesia di SEA Games ke 30 tahun 2019 di Filipina berubah-ubah terus. Pertama 54, kemudian menjadi 60 dan terakhir 45 - 50. Perubahan yang sebenarnya merupakan hal wajar saja dengan memperhatikan situasi aktual di lapangan. 

Satu medali yang batal diraih adalah dansa sport karena hanya hanya diikuti dua peserta dan masuk kategori eksebisi setelah dilakukan coaching meeting. 

Sementara itu, ada cabor gagal meraih emas semisal wushu putra yang konon dicurangi oleh wasit meski tampil sempurna. Itulah salah satu risiko bertanding di nomor keserasian gerak/ kerapihan tekni dalam beladiri yang acapkali menjadikan “pengadil” atau wasit sebagai kambing hitam kekalahan karena faktor subyektivitas. 

Kemungkin yang sama dapat terjadi pada cabor lain yang belum dilombakan atau ditandingkan. Wasit juga manusia, kata Candil Serieus.

Tidak ada yang harus disalahkan ketika sebuah tim olahraga gagal mencapai target yang dicanangkan.  Begitu juga seandainya Kontingen SEA Games 2019 gagal memenuhi target yang diberikan oleh Presiden Jokowi agar mencapai posisi kedua (runner up). Mengapa ? Alasan logis, filosofis, pragmatis atau apapun bisa dimajukan untuk menyatakannya.

Secara logis, olahraga itu identik dengan spotivitas, jujur dan respektif. Nomor dan cabang tertentu yang dilombakan atau dipertandingkan dalam ajang resmi semacam SEA Games dilakukan penilaian secara manual maupun dengan bantuan alat tertentu (misal VAR pada sepakbola dan bulu tangkis) ini sangat mungkin terjadi kesalahan yang mengakibatkan salah satu penampil merasa dicurangi seperti atlet wushu tadi. Apa yang kurang dari pertandingan bulu tangkis? 

Seorang wasit perlu dibantu oleh empat hakim garis dan asisten pengelola bola untuk sebuah arena dengan luas 6,10 x 13,40m masih perlu menimbang keputusan masuk tidaknya bola jika ada pemain yang mengajukan keberatan. Bisa dibayangkan untuk luas lapangan yang lebih besar, misalnya sepakbola. Keterbatasan manusia (faktor subyektivitas) seorang wasit bisa muncul kapanpun dan dalam situasi apapun. 

Pengetahuan dan pengalaman yang memadai bisa dikalahkan oleh faktor kelelahan seorang wasit dan para pembantunya. Atau ada faktor lain, kesengajaan berbuat curang (cheating) yang tentu risikonya sangat besar. 

Bukan hanya buat pribadi yang bersangkutan, tapi bisa merambah ke pengenaan sanksi khusus oleh IOC selaku induk organisasi penyelenggara ajang olahraga regional, benua maupun dunia kepada National Olympic Council setempat. Bila hal ini terjadi, untuk kurun waktu yang cukup lama, negara tersebut bakal tidak dapat menyelenggarakan semua ajang yang direkomendasikan oleh IOC.

Cerita-cerita tentang kecurangan, atau minimal usaha untuk melakukan kecurangan, hampir selalu ada dan merupakan masalah klasik dalam ajang kompetisi olahraga sekelas Olimpiade sekalipun. Jual beli atlet biasa terjadi di daerah pada masa persiapan POR Provinsi atau PON. Saat ini memang ada aturan bahwa dasar penentuan identitas atlet adalah Kartu Keluarga dan KTP el. 

Kedua data dasar kependudukan ini sempat dipermasalahkan akurasinya pada Pemilu 2019 lalu. Namun, kepiawaian seorang penjaring atlet potensial berprestasi telah bekerja jauh hari sebelum masa “idah” atlet yang sekarang minimal setahun sebelum dapat hijrah dan membela daerah baru. DKI Jakarta masih merupakan daerah “perampas” atlet daerah yang telah berprestasi tingkat nasional. 

Para penjaring atlet dengan segala sumber daya yang dimiliki, termasuk jejaring kolegial maupun finansial telah mengendus potensi itu sebelum merayu atlet incarannya untuk memutuskan hijrah ke daerah yang siap menyediakan  beragam iming-iming fasilitas menggiurkan. Apalagi yang berasal dari daerah miskin semacam Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. 

Hampir selalu terjadi transfer atlet setelah penyelenggaraan ajang lomba tingkat nasional. Dan klub atau pengurus cabang olahraga setempat senantiasa dalam posisi tawar rendah.

Fenomena kepindahan atlet ke daerah lain meski diperbolehkan, namun ada etikanya. Seorang atlet berprestasi tidak hadir secara instan dan otomatis karena mereka adalah manusia juga yang tidak lepas dari proses tumbuh kembang. 

Dari proses pemanduan bakat yang acapkali tidak diketahui umum sampai jadi juara di ajang tertentu itu melalui proses pembinaan. Peran pemandu bakat dan pelatih dalam mengisi proses sangat dominan. 

Setelah itu baru pengurus cabang olahraga, KONI dan Pemerintah Daerah sampai Pusat. Jadi, penentuan target medali maupun peringkat yang dicanangkan oleh Presiden dalam SEA Games ke 30 ini misalnya, mestinya berdasarkan rapor induk cabang-cabang olahraga dari catatan pengurus di daerah masing-masing. 

Rapor di pemusatan latihan nasional juga penting untuk mengetahui kondisi faktual dan aktual atlet yang bersangkutan. Meski telah ada internet murah sejak dua dekade terakhir, banyak cabang olahraga dan KONI daerah khususnya yang belum mampu memanfaatkan teknologi informasi berbasis internet karena beragam alasan dan masalahnya. Sumber daya manusia utamanya. Kebanyakan mereka baru memanfaatkan media sosial baik Facebook, Instagram dan WhatApp untuk bertukar informasi.

Kembali ke masalah kemungkinan gagalnya Indonesia mencapai target medali dan peringkat yang ditetapkan, selain faktor teknis keolahragaan yang masih harus banyak dibenahi, sikap mental para penyelenggaranya juga harus direvisi. Tepatnya direformasi agar keinginan untuk menyelenggarakan Olimpiade 2032 bukan angan kosong para petinggi olahraga maupn pemerintahan. 

Banyak daerah yang tidak memiliki komitmen kuat untuk menjadikan olahraga sebagai pemicu pembangunan sumber daya manusia lokal bersama kebudayaan. Menjadikan olahraga prestasi sebagai jenjang menuju profesionalitas yang menjanjikan kesejahteraan di masa depan (kecuali sepakbola, mungkin) belum jadi andalan sebagai profesi andalan. 

Banyak cerita mengenaskan tentang “nasib” mantan atlet yang setelah tidak berlaga lagi di ajang kompetisi baik nasional maupun internasional hidup tak layak. Misalnya, mantan pesebakbola sohor dari Surabaya, Anang ma’ruf,  yang pernah membawa nama harus bangsa di arena SEA Games beralih profesi sebagai penarik ojol. 

Yang lebih tragis tentunya kisah Ellias Pical, mantan petinju nasional dan juara dunia profesional. Dua dan sekian banyak kisah mengenaskan orang-orang itu sungguh sangat kontradiktif dengan para anggota DPR dari pusat sampai daerah.

Satu dari banyak faktornya adalah ketidakjelasan manfaat keberadaan lembaga KOI sebagai penyelenggara ajang prestasi olahraga. Lembaga ini hanya berlindung di balik hukum positif (UU 3 2005 – SKN) yang oleh Staf pada Biro Hukum Kemenpora, Yusuf Suparman, disarankan untuk revisi. 

Untuk membuat olahraga sesuai rohnya berbasis masyarakat maka kahadiran negara tak harus meniada-kan kedaulatan komunitas olahraga. Juga efektivitas KONI sebagai kordinator cabang-cabang olahraga untuk menyiapkan diri menuju langkah riil menyelenggarakan Olimpiade 2032. 

Pemajuan olahraga dan kebudayaan adalah tanggung jawab negara sebagai upaya mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka. 

Perolehan Medali SEA Games 2019 s.d Senin (2/12) dari berbagai sumber.

Emas

  1. Duathlon Putra Individu: Jauhari Johan
  2. Angkat Besi Putri 49 kg: Windy Cantika Alisah
  3.  Shooting-Mixed Benchrest Air Rifle (Light Varmint): Tirano Baja
  4. Shooting-Men's WA 1500 PVC: Rio Danu Utama Tjabu
  5. Angkat Besi Putra 61 kg: Eko Yuli Irawan

Perak

  1. Wushu-Men's Taolu Nandao/Nangun Combine: Haris Horatius
  2. Shooting-Men's 10 m Air Rifle: Fathur Gustian
  3. Cycling-MTB Downhill: Tiara Andini Prastika
  4. Shooting-Men's WA 1500 PVC: Safrin Sihombing

Perunggu

  1. Pencak Silat-Men's Single: Dino Bima Sulistianto
  2. Shooting-Mixed Benchrest Air Rifle (Light Varmint): Wahyu Aji Putra
  3.  Cycling-MTB Men's Downhill: Andy Prayoga

Sumber : satu , dua , tiga , empat , lima ,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun