Pidato Mendikbud Nadiem Makarim dalam peringatan Hari Guru Nasional 2019 tentang pentingnya kemerdekaan belajar bagi peserta didik sungguh tepat di tengah ruwetnya dunia pendidikan Indonesia selama ini.
Disebutkan juga guru jangan lagi menunggu perintah untuk berinovasi. Lakukan perubahan kecil, agar potensi setiap peserta didik dapat diidentifikasi dan selanjutnya dikembangkan dalam karya serta kolaborasi sebagai jawaban riil dalam kehidupan nyata. Memerdekakan pola pikir yang selama ini cenderung seragam menjadi sumber daya yang beragam.
Keseragaman yang jadi watak birokrasi telah menyebabkan peluang guru menjadi pemandu bakat dan kemampuan unik setiap peserta didik relatif tertutup oleh tugas-tugas administratif yang tidak relevan.
Pernyataan ini menegaskan bahwa salah satu faktor penghambat upaya pemajuan kualitas pendidikan adalah kuatnya budaya birokrasi yang semestinya menjadi tanggung jawab pegawai Dinas Pendidikan. Bukan sebagai tugas yang memberi beban tambahan bagi guru di tengah kewajiban utamanya menjalankan proses belajar dan mengajar yang sejatinya.
Pergeseran peran guru yang diinginkan oleh Mendikbud baru ini tentu akan mendapat banyak tantangan dari banyak pihak. Bukan sekadar ketidaknyamanan akibat perubahan kebijakan yang cukup mengejutkan datangnya. Menjadi inovator perlu energi besar selain bekal pengetahuan dan pengalaman yang selama ini diliputi oleh masalah-masalah rutinitas formal administratif.
Perubahan sikap mental tidak akan serta merta terjadi meskipun telah menjadi kebijakan seorang Menteri. Kebiasaan salin tempel (copy -- paste) yang selama ini dianggap lumrah bukan hal yang cukup mudah untuk dikurangi sampai kadar minimalnya. Apalagi menghilangkan.
Guru mungkin saja menyambut baik ajakan Mendikbud agar menjadi inovator yang membuka jalan bagi upaya pemerdekaan belajar peserta didik. Tapi kepala sekolah belum tentu menyetujui, meskipun tidak secara tegas menolaknya. Apalagi para birokrat di Dinas Pendidikan dan Pemerintahan Daerah yang acapkali menempatkan diri sebagai "juragan".
Relasi kolaboratif dalam hubungan tugas kedinasan belum terbangun antara guru, peserta didik, orang tua/wali, komite sekolah, dinas pendidikan, pemerintah daerah dan masyarakat luas. Nilai ujian contohnya yang biasanya diakhiri dengan pemberian peringkat, masih dianggap hal yang sakral dalam mengukur kapasitas proses belajar mengajar.
Meminimalkan keseragaman dalam proses belajar mengajar untuk mengejar kemerdekaan belajar bagi peserta didik boleh jadi akan menimbulkan pertanyaan seputar aplikasi kurikulum. Akankah seperti biasanya, ganti menteri artinya ganti kurikulum?
Sebagai masyarakat awam, saya hanya menduga bahwa pertanyaan itu akan menjadi bahan perbincangan hangat sebelum seorang guru mengambil keputusan untuk menindak-lanjuti imbauan Mendikbud Nadiem Makarim.
Jika merujuk pada pernyataan seorang teman guru yang widya iswara dan aktif dalam penyusunan materi aplikatif bagi jenjang SD, Kurikulum 2013 telah mengakomodasi gagasan memerdekakan peserta didik untuk menjadi dirinya sendiri.
Dengan bekal sedikit pengalaman membantu memahamkan materi "tematik" kepada peserta didik dari kelas 1 sampai 4, kebijakan Mendikbud pada peringatan Hari Guru Nasional 25 November 2019 merupakan penegasan saja.
Artinya, tak perlu ada rasa was-was akan menjadi kenyataan bahwa jika ganti menteri akan selalu diikuti dengan penggantian kurikulum yang menguras banyak sekali sumber daya. Mas Nadiem nampaknya telah mengantisipasi hal ini. Â
Imbauan, ajakan dan gagasan Mendikbud untuk memerdekakan "pola" belajar peserta didik akan sia-sia jika guru sendiri tidak memerdekakan dirinya. Inilah tantangan awal yang harus dihadapi seorang guru, menundukkan diri sendiri. Menghilangkan sikap inferior, menguatkan rasa percaya diri dan seterusnya.
Tanpa menggenggam sikap merdeka dan adil kepada diri sendiri, rasanya  mustahil akan memerdekakan orang lain. Tetapi, jika dalam satu lingkungan kecil kecamatan (UPT) ada satu saja guru penggerak proses belajar mengajar yang memerdekakan peserta didiknya, ajakan itu akan menjadi tenaga gerak yang efektif. Dan perahu besar Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat. Adil dan makmur akan menjadi kenyataan. Semoga.  Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI