Menjadi jawara dalam kondisi paripurna adalah hal biasa dan seharusnya begitu. Para juara dihadirkan, bukan hadir secara alamiah. Prestasi ada karena hasil usaha keras. Perjuangan panjang, berliku. Penuh tantangan dan hambatan. Diteriaki, dihujat dan dinegatifkan. Tapi, ketika suasana yang melingkupi ketidak-kondusifan suasana itu berbalik arah, akankah apresiasi datang dengan sendirinya? Belum tentu juga.
Banyak orang beranggapan bahwa dengan menduplikasi kesuksesan yang telah diraih orang lain adalah cara terbaik dan tercepat untuk menggapai hal sama. Para motivator acapkali memakai cara serupa. Sayangnya, tidak sedikit orang yang memotivasi dengan cerita senada melupakan latar belakang personal setiap orang yang pasti berbeda-beda.
Ajang Kompetisi yang Sehat dan Baik
 Di tengah kecenderungan suasana kehidupan yang kian individualistik dan acuh pada lingkungan sekitar, menghadirkan nilai gotong royong yang kolaboratif, memadukan potensi masing-masing individu agar menjadi satu tim kompak adalah tantangan yang perlu disikapi dengan cara-cara yang lebih dari biasa. Jika, biasanya kita cukup dengan berjalan kaki untuk menuju titik tertentu, boleh jadi dilakukan dengan variatif. Jalan, lari, lompat dan beragam gerak lainnya. Gerak itu kata kuncinya. Tanpa pergerakan, tak ada kemajuan dan sangat mungkin hal itu jadi kemunduran jika yang lain terus bergerak.
Pada lingkungan sosial yang statis, budaya kompetitif nyaris nol. Hal sebaliknya terjadi pada situasi lingkungan sosial yang dinamis. Semua bergerak maju dengan kemampuan sumber daya masing-masing. Ada imajinasi yang terarah dalam wujud rencana dan seterusnya. Ada juga yang ikut-ikutan bergerak maju tanpa rencana yang jelas arah dan tujuannya. Manusia modern cenderung menggunakan pola perencanaan. Dengan pendekatan yang beragam sesuai kapasitas pengetahuan dan kemampuan internalnya.
Dalam bidang olahraga misalnya, ajang kompetisi yang sehat tentu berlandaskan sportivitas. Mengakui pemenang dan menghargai yang kalah. Jujur, sesuai kapasitas yang ada. Tidak memakai cara-cara culas seperti menggunakan pemacu daya (dopping). Diselenggarakan secara terbuka, oleh pihak yang kompeten, dengan kriteria penilaian yang jelas dan berdaya banding.
Sebagai contoh, Kejuaraan Terbuka (open tournament) cabang olahraga Bridge: Bupati Temanggung Cup yang telah memasuki penyelenggaraan ke 13 pada tahun 2019 ini adalah contoh ajang kompetisi yang dapat dikategorikan sehat dan baik.
Meski begitu, kehadiran 48 pasangan terbuka yang sebagian diantaranya adalah mahasiswa UGM Yogyakarta dan pasangan dari Kabupaten Sleman maupun Kota Yogyakarta menggukuhkan nama kejuaraan dua provinsi yang bertetangga: Jawa Tengah dan DI Yogyakarta.