Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Quo Vadis Keolahragaan Indonesia? Belajar dari Kekalahan Timnas Senior Sepak Bola atas Vietnam

16 Oktober 2019   04:12 Diperbarui: 16 Oktober 2019   04:23 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fathma Hilmiya, pelari jarak menengah PASI Kebumen yang kelas 6 SDN Bumirejo 5. Dokumen : Edy Vijay

Kekalahan telak Timnas senior sepakbola Indonesia atas Vietnam masih jadi trending di medsos. Sebagian besar bernada nyinyir dan prihatin. Apapun yang terjadi, kekalahan dalam sebuah peristiwa penting keolahragaan sebenarnya hal biasa. 

Seperti dua sisi mata uang, ada yang kalah tentu ada yang menang. Sepakbola, dipahami atau tidak,  adalah cabang favorit masyarakat Indonesia dari semua lapisan umur dan sosial. 

Sangat wajar jika Timnas Senior menjadi tumpuan harapan banyak penggemarnya. Lalu, apa dan siapa yang bersalah atas kegagalan meraih puncak prestasi olahraga ? Jawaban sederhana adalah mawas diri.  Meski sangat sederhana, tidak mudah diwujudkan karena banyak sebab. Mentalitas utamanya. 

Pada seri tulisan (satu),  (dua) dan (tiga) , sedikit banyak sudah disinggung tentang situasi keolahragaan daerah yang secara statistika dinyatakan termiskin di Provinsi Jawa Tengah serta diguncang tsunami kepemimpinan karena dua kasus Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK).  

Di tengah acara Workshop Kepelatihan Pelatih Olahraga 2019 yang diselenggarakan KONI Kabupaten, Dr.OR. Mansur M.S, pemateri dari FIK Universitas Negeri Yogyakarta itu menyelipkan satu warning "kita akan tertinggal dari Malaysia, Thailand dan Vietnam" jika tidak segera berbenah dengan mengaplikasikan pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi keolahragaan. Dan kini terbukti dari cabang sepakbola.

Sebagai pelaku olahraga, saya ingin mengutip pernyataan Yusuf Suparman, Kabag Hukum dan Sistem Informatika Kemenpora saat mempertahankan disertasinya di sini . Kutipannya adalah :

Yusuf Suparman, Kabag Hukum dan Sistem Informatika Kemenpora. Dok. Tempo.co
Yusuf Suparman, Kabag Hukum dan Sistem Informatika Kemenpora. Dok. Tempo.co

Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap Undang-Undang tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN) Nomor 3 Tahun 2005 beserta peraturan pelaksanaanya, yang mengkonstruksikan penataan lembaga keolahragaan dalam tatanan sistem hukum nasional dengan mengakomodasi prinsip self regulation organisasi keolahragaan yang menjadi anggota federasi internasional sesuai kecabangannya.

Pemerintah harus memahami konteks Sports Law/ lex sportiva dalam proses revisi peraturan perundang-undangan terkait keolahragaan, agar kewenangan negara tak melampaui kedaulatan komunitas olah-raga. Karena, kolaborasi antara sistem hukum nasional dan sistem hukum komunitas akan mampu mencapai tujuan dua belah pihak (negara dan komunitas). 

Yang menarik diperbincangkan dalan tanya jawab seputar dalil-dalil yang ditemukan. Yaitu, 

  1. Pada hakikatnya olahraga merupakan miniatur kehidupan; 
  2. FIFA berupaya untuk menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui sepakbola dengan mengumandangkan slogan 'for game for the world'; 
  3. Kedaulatan Negara mengatasi kepentingan privat; 
  4. Hukum yang baik menyehatkan jiwa dan raga; 
  5. Profesionalitas pengelolaan olahraga meningkatkan kesejahteraan umum; 
  6. Menata olahraga menata bangsa; dan 
  7. Sportivitas karakter insan kamil. 

Saya  sengaja mengutip banyak hal di atas  yang selama ini acapkali diabaikan atau kurang dipahami oleh para pemangku kepentingan keolahragaan baik nasional maupun daerah utamanya. Hakikat olahraga adalah miniatur kehidupan. Hal ini mengingatkan kita pada semboyan olahraga " Mens Sana In Corpore Sano ". 

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa (mental - pen) yang sehat pula. Olahraga membangun peradaban manusia setara dengan kebudayaan. Keduanya mengindikasikan nilai yang sama ; budi dan daya. Membangun karakter manusia yang manusiawi, sehat jasmani dan rohaninya. Itulah inti sportivitas, mengakui yang menang dan menghormati yang kalah. 

(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun