Pada tulisan saya tentang kegilaan pemandu bakat dan pelatih olahraga prestasi di daerah yang secara statistika dinyatakan termiskin di Jawa Tengah, ada kesenjangan pemahaman yang belum mampu dijembatani antara cabang-cabang olahraga amatir yang ada dalam lingkup organisasi KONI dan pengambil kebijakan daerah.Â
Banyak faktor yang memengaruhi, diantaranya adalah gagal paham-nya para pengambil kebijakan daerah dalam memaknai olahraga prestasi dan minimnya kapasitas Pengurus KONI daerah dalam bernegosiasi.Â
Sehingga, banyak atlet potensial hengkang dan yang sangat kewalahan adalah para pelatih. Dengan perhatian dan fasilitas minimal, mereka seolah "mencetak" prestasi luar biasa untuk mengangkat serta mengharumkan nama daerah yang sempat tercoreng akibat OTT KPK atas para petinggi daerah (Setda, Bupati dan Ketua DPRD)-nya. Â
Anak usia dini adalah kelompok umur terbaik dalam pemanduan bakat olahraga prestasi. Memang benar bahwa masa tumbuh kembang anak pada kelompok umur ini rentan terhadap tekanan fisik dan mental.Â
Sementara itu, keduanya merupakan syarat utama dalam menggapai prestasi olahraga. Karena itu, adanya iptek keolahragaan, kedua faktor tersebut dapat disesuaikan dengan situasi aktualnya. Mereka tetap mendapat porsi bermain dan bergembira dalam berlatih dengan metoda yang proporsional. Misalnya 40% (fisik)-20% (mental)-20% (permainan).Â
Komposisi ini dapat berubah dalam suatu fase pelatihan berjangka. Dengan demikian, hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar tetap terpenuhi. Dan pelatih bersama orang tua berupaya menyiapkan masa depan anak itu dengan menjadi atlet berprestasi. Semoga. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H