Masalah yang mungkin membuat banyak anggota penyelenggara pemilu meninggal dunia di sekitar hari pemungutan suara adalah adalah ketatnya jadwal di hari-hari akhir. Urusan logistik yang datangnya terlambat, proses administrasi yang berlipat ganda dan rumit serta kesiapan fisik maupun psikis petugas. Terutama  di TPS.  Dan proses penghitungan suara di PPK yang harus dilakukan oleh masing-masing PPS. Setiap tahap proses itu telah menguras energi karena padatnya jadwal, minimnya fasilitas dan lagi-lagi soal penghargaan sepadan.Â
Dari berbagai persoalan yang telah dipaparkan, ada catatan yang bisa jadi pertimbangan untuk penyelenggaraan Pemilu selanjutnya:
- Penyelenggaraan Pemilu serentak sebaiknya dipisahkan antara eksekutif dan legislatif.
- Jika tetap memakai basis data Pemilih dari data KTP el., Kemendagri harus konsisten mengaktifkan situs sistem data kependudukannya selama 24 jam dan 7 hari seminggu tanpa jeda. Terutama yang ada di daerah, agar petugas pemutakhiran data pemilih dapat bekerja kapanpun dan di manapun.
- Anggota PPK dan PPS cukup 3 orang yang membidangi penyelenggaraan (termasuk logistik, administrasi dan keuangan); pemutakhiran data pemilih dan tugas-tugas turunannya); seorang anggota yang membidangi tugas-tugas khusus (misalnya bimbingan teknis, pemungutan dan perhitungan suara sekaligus jadi pengawas) serta seorang Sekretaris yang merangkap tugas sebagai Bendahara. Dengan demikian, masalah pembagian tugas dan renumerasinya jadi sangat jelas dan cukup fair.
- Ada beberapa PPS yang masih menunggu realisasi janji pemerintah yang akan memberi kompensasi bagi petugas penyelenggaraan Pemilu yang wafat saat bertugas agar tidak membebani pikiran dan perasaan para anggota (khususnya Ketua) PPS dan PPK.
- Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H