Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Anak Jakom | Putri Timur dan Gajah Putih (Bagian 1)

5 Januari 2019   19:42 Diperbarui: 5 Januari 2019   19:51 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dalam cerita Putri Timur dan Gajah Putih. Dokpri

Pada cerita anak jaman kompeni (Jakom) tentang pelukis kondang Raden Saleh  ,  kali ini saya pilih agar menguatkan gambaran yang lebih utuh tentang satu upaya literasi pada jaman yang acapkali diilustrasikan penuh dengan cerita kesengsaraan. Apapun maksud dan tujuan utamanya, buku bacaan anak terbitan J. B. Wolter - Batavia yang ditulis dalam Bahasa Jawa ngoko dan dengan ejaan jaman itu (sekitar 1930-1937 an, perkiraan) telah membuka pintu literasi bagi murid-murid SD di jamannya. 

***

Cerita asli berjudul : Poetri Timoer lan Gadjah Poetih, disusun dalam empat tulisan (4 seri). Tapi akan saya coba ringkas jadi satu atau dua tulisan . 

-----

Di satu kerajaan negeri antah berantah, Sang Raja memelihara sejumlah gajah yang ditempatkan di sisi belakang lingkungan kerajaan yang berpagar tembok tinggi. Di sekitar kandang ada kolam besar berisi ikan mas dengan beragam tanaman bunga nan indah mengelilingi kolam. Banyak pohon rindang berjajar rapi, memberi kesan teduh dan damai. 

Satu di antara gajah peliharaan sang raja diberi nama Paing, gajah putih berumur lebih dari satu abad. Gajah pendongeng, tentang petualangan dirinya semasa muda. 

" Aku berasal dari negeri yang sangat jauh", Paing membuka cerita.

" Sewaktu kecil, aku suka bermain di hutan lebat bersama gajah-gajah dewasa. Karena itu, ibuku sering marah dan menghukum cambuk dengan belalainya yang panjang dan keras", Paing melanjutkan ceritanya. 

Suatu saat memasuki usia dewasa, ia dijauhi oleh teman-temannya. Paing merasa tak berbuat salah dan selalu mengikuti nasihat ibunya. Agar dalam berteman selalu hati-hati, sikap baik dan ramah. Meski begitu, ia tetap dijauhi oleh gajah-gajah lain terutama yang sebaya atau lebih tua. 

Ketika mandi di sungai yang sangat jernih, Paing baru tahu alasan mengapa ia dikucilkan oleh kawan-kawannya. Karena kulit tubuhnya yang putih. Saat itu juga, ia bawa gundahnya melewati hutan lebat. Lari menjauh sekuat tenaga. Tiba-tiba langkahnya terhenti demi mendengar suara dedaunan yang tersibak sesuatu. 

Ia terus memandangi satu sosok aneh di depannya. Berkaki dua seperti burung, tapi bukan. Karena malam mulai datang, Paing masuk hutan untuk beristirahat. Ia akan kembali ke tempat itu esok hari , pikirnya. 

Pagi hari itu, Paing melihat lebih banyak sosok aneh itu masuk hutan. Ia bersiap diri jika diserang, tapi mereka menghilang di kerimbunan hutan. 

Menjelang sore, gajah putih itu berniat mandi di telaga bening. Di seberang telaga, ada suara memanggil dan mengajak Paing untuk berteman. Ia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menyambut ajakan pertemanan itu. Telaga bening diseberangi dan di tepian telah menunggu gajah tadi dengan sejumlah besar makanan kesukaan. Buah aneka jenis yang menggugah selera makanku. 

Gajah tadi seolah memberi tanda agar aku mengikuti langkahnya. Setelah melewati hutan yang tak terlalu lebat, di kejauhan nampak banyak keanehan. Ada sederet bentuk yang kemudian ia tahu sebagai rumah, tempat tinggal sosok aneh yang ditemui di hutan seberang telaga sebagai manusia. 

-----

Gajah tadi membawaku ke sebuah tempat yang sangat asing. Paing berniat kembali ke telaga, tapi dibujuk agar meneruskan langkah mengikuti gajah tadi. Kini ia diiringi oleh sepuluh gajah lain yang mengapit di kiri kanan dan belakang. Tak ada pilihan selain mengikuti dan memasuki pintu besar yang segera ditutup setelah semua gajah melewati gerbang itu.  

Paing merasa gelisah dan takut dijebak. Iapun segera mengamuk, semua tiang besar diseruduk dan coba dicabuti. Gajah pengiring tadi nampak ketakutan dan menyisihkan. Sampai tenagaku habis dan ambruk kelelahan. 

Keesokan hari, Paing melihat para pengiringnya makan dan minum dari wadah-wadah besar berisi rumput serta beragam buah yang mengundang rasa laparnya kian memuncak. Iapun menanggalkan egonya, lalu mendekat. Sosok aneh di hutan itu kini memberi sesuatu yang sangat diharapkan. Buah-buahan lezat dilahap habis. Begitu setiap hari. Ia da sang pawang akhirnya bisa berteman. Juga dengan para gajah pengiring. Paing bahkan mendapat perlakuan istimewa karena sangat disukai oleh Sang Raja. 

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun