Pagi hari itu, Paing melihat lebih banyak sosok aneh itu masuk hutan. Ia bersiap diri jika diserang, tapi mereka menghilang di kerimbunan hutan.Â
Menjelang sore, gajah putih itu berniat mandi di telaga bening. Di seberang telaga, ada suara memanggil dan mengajak Paing untuk berteman. Ia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk menyambut ajakan pertemanan itu. Telaga bening diseberangi dan di tepian telah menunggu gajah tadi dengan sejumlah besar makanan kesukaan. Buah aneka jenis yang menggugah selera makanku.Â
Gajah tadi seolah memberi tanda agar aku mengikuti langkahnya. Setelah melewati hutan yang tak terlalu lebat, di kejauhan nampak banyak keanehan. Ada sederet bentuk yang kemudian ia tahu sebagai rumah, tempat tinggal sosok aneh yang ditemui di hutan seberang telaga sebagai manusia.Â
-----
Gajah tadi membawaku ke sebuah tempat yang sangat asing. Paing berniat kembali ke telaga, tapi dibujuk agar meneruskan langkah mengikuti gajah tadi. Kini ia diiringi oleh sepuluh gajah lain yang mengapit di kiri kanan dan belakang. Tak ada pilihan selain mengikuti dan memasuki pintu besar yang segera ditutup setelah semua gajah melewati gerbang itu. Â
Paing merasa gelisah dan takut dijebak. Iapun segera mengamuk, semua tiang besar diseruduk dan coba dicabuti. Gajah pengiring tadi nampak ketakutan dan menyisihkan. Sampai tenagaku habis dan ambruk kelelahan.Â
Keesokan hari, Paing melihat para pengiringnya makan dan minum dari wadah-wadah besar berisi rumput serta beragam buah yang mengundang rasa laparnya kian memuncak. Iapun menanggalkan egonya, lalu mendekat. Sosok aneh di hutan itu kini memberi sesuatu yang sangat diharapkan. Buah-buahan lezat dilahap habis. Begitu setiap hari. Ia da sang pawang akhirnya bisa berteman. Juga dengan para gajah pengiring. Paing bahkan mendapat perlakuan istimewa karena sangat disukai oleh Sang Raja.Â
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H