Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kiprah Spoor Limo, Generasi Milenial Penyuka Kereta Api

1 Januari 2019   20:05 Diperbarui: 1 Januari 2019   21:31 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya cukup beruntung dalam melakukan perjalanan santai melaksanakan amanat teman SMP. Membatalkan pembelian tiket kelas eksekutif untuk dua kereta atas nama seseorang dengan tujuan sama, Jakarta. Dari satu stasiun kecil yang tidak bisa melayani secara penuh proses pembatalan itu. Informasi yang diperoleh di stasiun keberangkatan, stasiun besar terdekat adalah Kutoarjo di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. 

Berdasarkan informasi itu dan setelah menyiapkan segala kelengkapan administratifnya saya meluncur dengan sepeda motor. Dengan kecepatan biasa, perjalan ditempuh dalam waktu satu jam. Kebetulan arus lalu lintas tidak padat merayap seperti terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.  

Libur sekolah dan cuti akhir tahun membuat aktivitas PT. KAI luar biasa sibuk. Masa " panen" penumpang yang juga disebut Nataru (Natal dan Tahun Baru) 2018, terjadi lonjakan permintaan pengguna jasa moda transportasi massal jawara ini. Karena itu harus mengeluarkan jurus andalan. 

Menyiapkan dan mengoperasikan KA Tambahan di berbagai kelas yang ada. Terutama untuk tujuan jarak jauh, Jakarta dan Bandung khususnya. Namun, kesibukan para personil PT. KAI cukup terbantu oleh kesediaan dan kesigapan Komunitas Pecinta Kereta Api yang menyebut dirinya Spoor Limo. Komunitas yang bermarkas di kota nopia dan getuk goreng, Purwokerto, Jawa Tengah ini sebagian besar anggotanya adalah generasi milenial. Ada yang masih sekolah di SMP dan SMA, mahasiswa, pekerja muda dan lainnya. 

Besarnya minat masyarakat memakai jasa transportasi massal berbasis rel ini ditanggapi positif oleh , Ignasius Jonan, Dirut saat itu. Penatalaksanaan secara moderen di lingkungan PT KAI dilakukan secara bertahap dan menyeluruh. Sehingga perlahan tapi pasti, kereta api yang sempat anjlog pamornya, mulai terangkat kembali. Kesan kumuh, tak beraturan, sarang pungli dan lain-lain kini berganti haluan menjadi transportasi yang dapat diandalkan kebersihan, kenyamanan maupun ketepatan waktunya. 

Singkat kata, tak hanya penampilan luar yang berubah total. Dari sisi pelayanan reservasi yang selama beberapa tahun sebelumnya jadi keluhan banyak calon pengguna jasanya, kini cukup dilakukan dari ponsel pintar dari berbagai tempat, waktu dan suasana. Dari sisi ini, modernisasi berhasil dilaksanakan dengan baik. 

Tapi, untuk pembatalan keberangkatan oleh penumpang masih jauh panggang dari api. Khususnya untuk kelas eksekutif yang harganya setara dengan kelas ekonomi pesawat terbang komersial. Selain harus diurus di lokasi khusus, penumpang (konsumen) kurang mendapat perlakuan memadai dari sisi efisiensi biaya dan waktu pengembalian hak-nya. Ini tidak sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. 

Dengan potongan 25% dan tenggang waktu pengembalian yang sangat panjang, 30 hari setelah tanggal pembatalan untuk pilihan tunai serta 45 hari dengan pola pemindah-bukuan, kenyamanan bertransaksi sangat terganggu. Atas ketidaknyamanan ini, prestasi besar PT KAI ternoda. 

Anggota Spoor Limo tengah bertugas di Stasiun Kutoarjo membantu calon penumpang kereta api. Dokpri
Anggota Spoor Limo tengah bertugas di Stasiun Kutoarjo membantu calon penumpang kereta api. Dokpri
Kembali ke komunitas pecinta kereta api Spoor Limo  yang diawali dari wilayah Daop V Purwokerto yang sebagian besar anggotanya generasi milenial setidaknya menepis anggapan negatif. Bahwa mereka itu acuh terhadap lingkungan, narsis dan terdampak   phubbing . Apalagi ketika berbincang santai dengan Anisa yang masih duduk di kelas 12 SMA N 8 Purworejo begitu familier dan komunikatif. 

Dari perempuan mungil nan ramah ini sedikit banyak berhasil mengurangi rasa kesal saya terhadap masalah reservasi di atas. Ia dan Wahyu (SMA 3 Purworejo) cukup optimis bahwa komunitas ini akan terus berkembang dan mampu membuktikan konsistensinya mencintai angkutan massal favorit banyak kalangan dari beragam strata sosial. Bahkan Nisa, panggilan akrab perempuan mungil itu, bercerita tentang sesuatu yang berkaitan dengan tugas belajarnya di tahun akhir masa aktifnya sebagai murid SMA. Pertemuan singkat dengan mereka meninggalkan kenangan tersendiri. Bahwa optimisme itu masih ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun