Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ancaman Pidana Mati dan Kegalauan Politisi

30 Desember 2018   17:35 Diperbarui: 30 Desember 2018   18:01 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Dalam menutup catatan akhir tahun, Operasi Tangkap Tangan (OTT) atas sejumlah pejabat dan pengusaha di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di berbagai daerah, KPK melempar wacana pemberlakuan tuntutan pidana mati bagi pelaku korupsi proyek SPAM di lokasi bencana, Donggala Sulawesi Tengah. 

Dasarnya adalah Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor yakni terkait dengan perbuatan korupsi atas dana atau anggaran penanggulangan bencana alam atau krisis ekonomi. Dua anggota Komisi III dari Fraksi NasDem, Taufiqulhadi dan PPP (Arsul Sani) menanggapi dengan hal senada. Syarat dan Ketentuan Berlaku, kurang lebihnya begitu. 

Sebagai orang awam hukum, memahami pasal-pasal suatu Undang-undang perlu energi ekstra. Meski begitu, dalam kasus OTT KPK di Kemen PUPR dalam proyek SPAM untuk daerah atau wilayah yang terkena dampak bencana alam gempa bumi dan tsunami Sulteng di Kabupaten Donggala tidak dapat dipandang dari satu sisi saja, sebagai peristiwa bencana alam semata. 

Air adalah sumber kehidupan. Berkaitan dengan penyediaan air bersih ada standar kesehatan yang harus dipenuhi. Artinya, masalah air bersih mestinya mengacu pada UU Kesehatan dan Pengairan. Terutama PP No 125/ 2015 tentang SPAM. Selain menyangkut hajat hidup orang banyak dengan standar kesehatan tertentu, masalah penyediaan air bersih juga berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. 

Selama ini, pelaku tindak pidana korupsi hanya dikenakan pasal-pasal UU Tipikor yang ancaman hukuman maksimalnya 20 tahun kurungan dan denda 1 miliar. Dan vonis tertinggi baru mencapai 15 tahun , denda setengah miliar serta sejumlah uang pengganti bagi Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI. Masyarakat tahu bahwa dampak yang ditimbulkan dari kasus korupsi e KTP tidak hanya bernilai materiil yang dikonversi dapat mencapai ribuan kali nilai proyek. Belum lagi kerugian imaterilnya. Jadi, tuntutan dan vonisnya terlalu ringan. Dan amat sangat jauh dari rasa keadilan. Ancaman dan vonis yang seadil-adilnya adalah mati, pengembalian penuh uang yang dikorupsi, pencabutan hak politik dua periode serta pembangkrutan secara ekonomi dan sosial. Tanpa kemungkinan mendapatkan remisi. 

Kasus korupsi senantiasa berefek lipat ganda. Karena itu tergolong kejahatan luar biasa (extra ordiniary crime) seperti narkoba dan terorisme. Jika pada dua golongan terakhir, DPR dan pemerintah berani bertindak cepat dalam proses legislasinya, mengapa dalam kasus korupsi sangat liat dan cenderung ditunda-tunda sampai beragam alasan untuk melumpuhkan lembaga anti rasua itu? 

Dampak bencana alam tidak mungkin dikuantifikasi secara menyeluruh. Ada sisi sosial dan budaya yang terlalu murah untuk disetarakan uang. Apalagi faktor traumatik yang dampaknya bisa seumur hidup. Jadi, ancaman hukuman mati semestinya tidak hanya berlaku khusus dalam kasus korupsi bantuan proyek maupun program penanggulangan bencana alam saja. 

Bencana kemanusiaan yang dalam istilah UU Penanggulangan Bencana dikategorikan sebagai bencana non alam atau sosial semestinya juga dimasukkan dalam pertimbangan penuntutan tindak pidana korupsi. Karena korupsi sangat potensial menimbulkan dampak sosial luas, terutama soal penanggulangan kemiskinan dan masalah-masalah kesejahteraan sosial.

Sumber : Satu , Dua , Tiga ,  Empat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun