Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerbung] Takluk (7-Akhir)

6 Desember 2018   02:15 Diperbarui: 6 Desember 2018   02:35 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ringkasan Episode Enam:

Padatnya jadwal perkuliahan dan tugas-tugas kampus membuat Anto tak bisa menyisihkan waktu untuk menengok keluarga tuan Kobayashi. Iapun tak berani menelepon. Hanya sekali berkirim surat dan tak mendapat balasan. 

Awalnya sangat gelisah dan ingin memaksakan diri menuju kediaman keluarga itu. Tapi ia ingat pesan ibunya agar fokus pada studi saja. Dua minggu kemudian ia memberanikan diri menelepon keluarga tuan Kobayashi. Berkali-kali dicoba namun selalu gagal tersambung. 

***

Kehilangan jejak keluarga tuan Kobayashi membuat Anto limbung. Ia tak bergairah lagi datang ke kampus sekadar menengok. Kesehatan Sinem Michiyo memang mengganggu pikiran. Bagaimana hasil operasi penggumpalan darah di otaknya? Bagaimana juga nasib tuan Kobayashi yang terkena stroke? Mampukah nyonya Michiko Fujiwara Kobayashi menangani masalah keduanya? 

Pertanyaan demi pertanyaan silih berganti menghantui pikiran Anto yang kian lemah. Seminggu lalu ia terkapar di pinggir jalan kota Todatsu. 

Pagi itu, seorang lelaki muda dengan mengendarai sepeda melintas dan menemukan tubuh Anto penuh luka. Bajunya compang-camping dan nafasnya sering tertahan. Lelaki itu hanya menghampiri dan segera berlalu ke arah sebuah rumah berarsitektur khas Jepang, mirip sebuah kuil. 

Di depan gerbang ia menaruh sepeda dan mengajak beberapa orang yang berpakaian serba putih seperti pakaian atlet beladiri. Di antaranya ada yang membawa tandu. Mereka berempat menuju arah tempat Anto terkapar. 

Tanpa banyak bicara, mereka membawa tubuhnya ke dalam rumah kuil yang cukup sepi. Nampaknya ada yang sedang ditunggu. 

Seseorang yang sedang berdoa menghadap arah terbit matahari. Diiringi alunan suara ritmis, dalam lantunan doa yang terucap lirih, orang yang berbusana mirip kimono berwarna abu-abu tua menyelesaikan ritualnya dengan anggukan. Tanda dirinya menyilakan para penunggu untuk mendekat. Satu diantaranya berbisik di telinga tokoh tadi. 

Setelah itu keduanya bangkit dan berjalan menuju tubuh yang terkapar tadi. Setelah diperiksa dan diberi semacam obat yang diambil dalam bajunya, beliau menyuruh keempat orang tadi untuk membawa tubuh Anto di ruang belakang. 

***

Lebih dari tiga bulan Anto dalam perawatan para murid utama Kaiso So Doshin di rumah yang sekaligus pusat latihan beladiri Shorinji Kempo. Selama itu pula ia sering tanpa sadar mengucap kata-kata asing di telinga para perawatnya. 

Hari itu, Kaiso mendapat murid baru dari Indonesia. Namanya Utin Syahraz, pemuda yang pegawai di Departemen Pekerjaan Umum Jakarta. 

Salah satu penerima beasiswa pampasan perang dari Pemerintah Kekaisaran Jepang, dipanggil menghadap Kaiso So Doshin di tempat perawatan Anto. Saat ini Anto sedang tiduran dan meracau dengan Bahasa Jawa campur Indonesia. Meski tak jelas maksudnya, Utin segera tahu bahwa pemuda tadi berasal dari Indonesia, suku Jawa. Begitu yang dilaporkan kepada Kaiso. 

Setelah menyelesaikan tugas belajarnya, di dalam acara penyambutan peserta baru program beasiswa yang sama dengannya, Utin mendemonstrasikan ilmu beladiri yang dipelajari dari Kaiso So Doshin dan para murid utamanya. Dua peserta baru yakni kakak beradik Kartasasmita, Ginanjar dan Indra, tertarik dan mengikuti jejak Utin sebagai Kenshi. 

Alm. Ir. Utin Syahraz (Sensei) , Pendiri dan Guru Besar Perkemi. Dokumen @perkemi.or.id
Alm. Ir. Utin Syahraz (Sensei) , Pendiri dan Guru Besar Perkemi. Dokumen @perkemi.or.id
Dengan usaha keras dan berdedikasi tinggi, dilandasi semangat Bushido yang begitu kuat para Kenshi perawat, Anto dapat disembuhkan secara perlahan. 

Namun ada kebiasaan yang selalu dilakukan setiap pagi setelah bergotong royong membersihkan tempat latihan Kempo, Anto hanya duduk di bawah panji bertuliskan huruf Kanji yang artinya "taklukkan dirimu sebelum menaklukkan orang lain" sampai akhir hayatnya.

Sinem Michiyo dan keluarga besar tuan Kobayashi tak jelas rimbanya. 

Catatan penulis:

Cerita ini fiktif belaka, termasuk nama semua tokoh utama.

Kecuali nama Sensei Utin Syahraz (alm) dan dua pendiri/ guru besar Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia (Perkemi) : Sensei Ginandjar dan Sensei Indra Kartasasmita. 

Cerita ini diilhami oleh kisah Senpai Mang (Suparman) Wangsa. Pelatih Kempo di Dojo Nabatiyasa Kebumen dan Senpai Budi Mulyani (1982: 1 Dan, pelatih pertama penulis).


Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan baik isi cerita maupun cara memaparkan. 🙏🙏

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun