Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Cerbung] Takluk - Tiga

18 November 2018   04:52 Diperbarui: 18 November 2018   05:21 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: @panturaonline

Perfectur Kagawa dikenal sebagai Provinsi Sanuki selama dua belas abad. Terrletak di sebelah timur laut PulauShikoku, berbatasan langsung dengan Prefektur Ehime di sebelah Barat dan Prefektur Tokushima di Selatan. Luas wilayahnya 1.786 km2. 

Menurut cerita, di satu bagian Prefektur Kagawa terdapat beberapa pusat lahir dan berkembangnya beladiri. Yakni Shorinji Kempo yang diajarkan oleh So Doshin dan karate dari berbagai aliran. Wilayah itu bernama Todatsu . So Doshin pernah belajar beladiri asal Tiongkok kepada salah satu biksu di Kuil Shaolin di Provinsi Hainan saat mengembara pada saat terjadinya Perang Boxer. Setelah kembali ke Jepang, beliau menjadikan rumahnya sebagai pusat belajar dan pengembangan Shorinji Kempo.

Kobayashi-san telah kembali ke Jepang menumpang kapal perang Amerika Serikat yang akan menuju Okinawa. Sarno menyelundupkan penolongnya dengan kapal kayu yang akan ke Singapura. Di sana ada perwakilan kekaisaran Jepang yang mengurus para anggota bala tentara Dai Nippon yang akan pulang ke negeri matahari terbit. 

Tadao Kobayashi tinggal di sebuah pulau kecil bernama Pulau Zaitun. Sebenarnya ia berasal dari wilayah Todatsu. Beberapa tahun kemudian ia menikahi Kimiko dan dikaruniai seorang putri cantik yang diberi nama Sinem Michiyo Kobayashi. Sinem adalah nama ibu kandung Sarno. 

***

Sementara itu, setelah penyerahan kedaulatan ke tangan Ibu Pertiwi, Sarno mengundurkan diri dari dunia militer. Iapun telah menikah dengan Suminten, anak Pak Kadus desa Karangduwur. Mereka bertemu saat pak Kadus Sidobunder mengundangnya pada pesta pernikahan anak bungsu. Kedua Kadus beda desa ini berkerabat dekat. Suminten termasuk yang sedikit perempuan berpendidikan di desanya meskipun hanya SR ongko loro , setara SD dua tahun. Mempelai baru itu memutuskan pindah ke desa Piyungan dekat Candi Prambanan. Mereka tinggal di rumah warisan orang tua Sarno. Suminten yang pandai menganyam iratan bambu menjadi beraneka barang kerajinan di waktu senggangnya. Uang pensiun Sarno sebagian dipakai untuk modal berdagang dan beternak unggas. 

Setelah usia pernikahan mereka memasuki tahun ke lima, pasangan itu dikaruniai anak kembar perempuan dan laki-laki. Namanya Susanti dan Susanto. 

Suasana siang di dekat pelataran Candi Prambanan sangat terik. Serombongan turis mancanegara turun dari minibus dan mengeluarkan kipas lipat dari tas masing-masing. Dua laki-laki, tiga perempuan dan seorang remaja perempuan yang bergerak lincah. Oleh pemandu wisata, rombongan itu dibawa ke sebuah warung minuman yang menyediakan kelapa muda. Nampaknya mereka memang sangat haus, ada yang minta tambah. 

Tiba-tiba, remaja perempuan itu berteriak dan menarik kuat tangan seorang lelaki paruh baya. 

" Ayah.... ayah .. itu foto Saruruno -san...", sambil menunjuk sebuah foto laki-laki yang tergantung di dinding dalam warung. 

Sang ayah tergopoh-gopoh mendekati foto itu dan memberi hormat ala Jepang. Iapun menghampiri penunggu warung dan berkata:

" Apa restoran ini punya Saruruno-san. Itu orangnya", laki-laki itu menunjuk foto tadi.

"Betul tuan. Anda siapa...?", tanya penunggu warung. 

" Saya. ... Kobayashi -san. Lha Anda siapa..?".

"Saya istri Mas Sarno. Tadi, sebelum berangkat ke Jogja, mas Sarno bilang kalau hari ini tuan akan berkunjung ke Candi Prambanan. Kalau boleh tahu, tuan menginap di mana? Biar nanti saya sampaikan kepada Mas Sarno", perempuan itu menyilakan tamunya duduk menikmati hidangan segar, soto Petanahan dari resep leluhurnya. 

Dengan cekatan Suminten meracik isian menu khas yang hanya ada pada suasana khusus seperti hari ini. 

***

Sejak menerima telegram dari Kedutaan Jepang lewat alamat Kantor Veteran Yogyakarta, Sarno telah berpesan kepada sang istri agar menyiapkan hidangan khas kampung halamannya. Baik di warung yang ada di dekat plataran Candi Prambanan maupun di rumah mereka untuk menyambut tamu khusus dari Jepang. 

Ternyata Kobayashi-san mendalami Bahasa Indonesia dari istri sepupu yang masih satu lingkungan di Pulau Zaitun. Ia bahkan belajar Bahasa Jawa dari Sunarti yang orang Semarang. Setelah menjadi orang Jepang, Sunarti berganti nama: Sunara Reiki. 

Menjelang sore, Sarno pulang ke rumah membawa sedan pinjaman teman dagangnya, Koh Alim. Bermerek Amerika dan masih berbalut plastik seluruh tempat duduknya. 

Setelah mandi dan berganti pakaian, Sarno menikmati kopi hangat dan ubi rebus kesukaannya. Sang istri dan dua anak kembarnya ikut mendampingi.

" Mas..ini hotel tempat menginap rombongan Kobayashi -san", Suminten menyodorkan secarik kertas dan sejumlah uang pemberian turis Jepang tadi siang. 

" Yuk kita ke sana sekarang", Sarno lalu menggandeng tangan Santi dan Suminten bersama Santo. 

***

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun