Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerbung] Takluk - Dua

16 November 2018   20:19 Diperbarui: 16 November 2018   20:26 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lukisan karya @SuryaArt by Suryanto Kebumen.

Sarno menawarkan diri membawa tampah yang ditaruh di atas kepala, tapi ditolak halus. Begitu pula dengan bakul itu. 

Sepanjang jalan mereka terdiam. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua perempuan desa. Sarno maklum jika mereka bersikap waspada. Di dekat perbatasan desa, sejumlah lelaki tampak sedang memperbaiki rumah secara gotong royong. Ada yang memasang dinding anyaman bambu (gedheg), merapikan atap dan meratakan tanah. Seseorang tengah baya melihat rombongan kecil ini dan memberi aba-aba agar semua orang yang sedang bekerja bakti segera beristirahat. Makanan sudah datang, katanya . 

" Pak Kadus, ini ada titipan dari Pak Carik", perempuan yang membawa bakul menyodorkan bungkusan kecil dari anyaman pandan. Orang lokal menyebutnya dengan slepen atau dompet tembakau. 

" Dan ini Den Sarno...pak Kadus", gantian pembawa tampah menyela. 

Mereka berkumpul pada satu titik majan beralas daun pisang. Orang desa menyebutnya dengan istilah kepungan. Sarno disilakan duduk di samping Pak Kadus. Selesai makan siang dengan umbi-umbian para lelaki bergegas turun ke selokan yang sangat jernih airnya. Membersihkan tubuh ala kadarnya dan menuju ke bangunan yang masih berupa kerangka untuk menunaikan shalat dhuhur berjamaah. Pak Kadus menjadi imam dan Sarno berdiri persis di belakang sang imam. Selesai shalat, pak Kadus memberi waktu agar Sarno mengenalkan diri. 

Semua orang tercengang mendengar cerita Sarno. Kurang lebih delapan bulan yang lalu, ia diberi perintah oleh Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta untuk orientasi medan di sekitar pesisir di Selatan Gombong setelah Cirebon diduduki Tentara Belanda. Ia diberi waktu dua pekan sesampai di lokasi. Sebelum kembali ke Jogja, ia harus menemui komandan lapangan atau wakil MBT di Gombong, Karanganyar atau Kebumen. 

Ketika akan menuju Gombong dengan berjalan kaki, ia mampir di Desa Sugihwaras menemui anggota keluarga dari seorang staf MBT. Tugas ini cukup mudah karena kepandaian Sarno berbahasa lokal meski dengan dialek yang agak kaku. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Ahmad, saudara sepupu temannya, bersedia jadi penunjuk jalan. Di sepanjang jalan yang dilalui menuju Gombong, Sarno banyak bercerita tentang situasi keamanan di kantong-kantong pertahanan TRI (Tentara Republik Indonesia) setelah ibukota RI pindah ke Jogja. 

Ketika memasuki perbatasan desa Meles, hujan turun sangat lebat. Sarno dan Ahmad berlarian mencari tempat berteduh. Air telah menggenangi jalan desa dan semakin meninggi. Karena mempertahankan bawaannya, Sarno terpeleset dan dibawa arus air yang kian kuat. Ahmad berusaha menolong. Naas tak dapat ditolak. Tubuh Sarno semakin menjauh dari Ahmad yang telah mendapatkan pegangan kuat di sebuah rumpun bambu. Ketika sadar, Sarno telah berada di tepi sungai. Tubuhnya tersangkut akar pohon besar. Dengan tubuh penuh luka dan rasa letih luar biasa, ia berusaha sekuat tenaga naik ke permukaan. Dengan kaki terseret, Sarno menemukan sebuah pondok kosong tak jauh dari sungai. Ia pingsan dan ditemukan oleh Kobayashi -san. 

***

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun