Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Luka] Bila

11 November 2018   22:22 Diperbarui: 11 November 2018   22:46 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lagi nafas ini reda, telepon kembali berdering. Di ujung sana, suara perempuan bertutur runtut dan renyah. Ia bercerita panjang lebar soal kebersamaannya dengan orang-orang seperti saya. Kepo lu, pikir ku. Kian menyebalkan saat ia kirimkan video berisi perempuan berparas cantik, tinggi semampai yang tengah menjalin kebersamaan dengan beberapa laki-laki tengah baya. Satu diantaranya sangat mesra. 

Hari kemarin,  perempuan dengan nada bicara genit merayu. Ia ingin sekali bertemu dan menjalin kebersamaan apapun bentuk yang kuinginkan. Bahkan sedikit provokatif. 

Sebelum itu, perempuan seusiaku datang bertamu. Tutur bahasanya tertata. Busana dan penampilannya yang agak kekinian. Aroma parfumnya lembut menandakan selera yang cukup berkelas. Semula aku agak lupa, Dengan telaten ia mengarahkan dan sampai juga pada tujuan. 

Dulu, sewaktu kecil, Arisandi adalah penyendiri. Tubuh anak perempuan itu penuh bunga kulit dan kudis. Ketika aku merantau ia pindah ke Ibukota menyertai orangtuanya yang jadi asisten rumah tangga orang kaya. 

Malam tadi ia menelepon, ingin bertemu lagi denganku mengajak perempuan menemaninya. Ternyata ia masih ingat kebiasaan keluarga kami. Meski jaman tlah berganti, orang-orang datang dan pergi.

Semula Arisandi mengajak makan malam di restoran hotel tempat ia menginap. Termahal di kotaku. 

Sedan hitam berkelas keluaran pabrikan Eropa seri terbaru masuk halaman rumahku. Benar juga ucapannya. Arisandi membawa teman yang jauh lebih muda dan cantik. 

"Mas, ini keponakanku, Deasy", perempuan muda itu mengulurkan tangan dan akan menarik tanganku ke mukanya. Tanda hormat, biasanya.

"Silakan duduk. Maaf, rumah dan peroban tak pernah berubah Dik Ari", kataku sambil menyilakan kedua tamu. 

"Akh... justru itu yang membuatku tak ingin bersikukuh mengundang mas", Arisandi tersenyum manis sekali.

Setelah bernostalgia dengan masa kecil, ia menjelaskan siapa Deasy yang menemani. Di balik wajah cantiknya, keponakan Arisandi yang berprofesi sebagai managemen artis dan foto model, ia penderita split personality mirip tokoh Sybil. Dialah penelepon yang mengirimkan video kebersamaan itu. Deasy dan Arisandi undur diri setelah semuanya menjadi terang. 

Diiringi angin malam semilir, cahaya purnama kuat menyapa malam. Suara binatang malam bersautan dalam harmoni alam nan syahdu. Kututup pintu perlahan sambil menggelengkan kepala. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun