Selasa-Kamis, 6 - 8 November 2018, Indonesia kembali menjadi sorotan dunia dengan adanya Konferensi Ekonomi Kreatif  Dunia atau WCCE (World Conference on Creative Economy). Konferensi yang diselenggarakan di Bali ini merupakan konferensi tingkat dunia pertama yang membahas ekonomi kreatif. Acara ini diikuti delegasi lebih dari 50 negara dan 2.000 peserta.Â
Dari Nusa Dua, Bali, Indonesia ingin menyampaikan pesan ke dunia bahwa ekonomi kreatif berpotensi menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi negara. Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) Indonesia sebagai penanggung jawab kegiatan berkolaborasi dengan beberapa Kementerian dan berbagai pemangku kepentingan. Dan tentunya Ridwan Kamil, tokoh utama di balik sukses Kota Bandung meraih predikat Kota Kreatif Asia lewat alur BCCF (Bandung Creative City Forum).Â
Ekonomi kreatif hadir sebagai jawaban kritikal atas ketidakadilan sistem ekonomi global yang didominasi kekuatan ekonomi bermodal besar dan menggurita (konglomerasi) di  jagad raya. Berbasis individu dan daya ciptanya. Dua hal pokok inilah yang dipandang sebagai kemampuan dasar siapapun dan di manapun untuk memperoleh keadilan ekonomi.Â
Bahkan, ekonomi kreatif dapat disebut sebagai "pemberontakan " atas dua alur besar pemikiran ekonomi dunia kapitalis (Keynes- ian) dan komunis (Mark- Engel-isme). Meskipun berbasis individu, keberhasilan penerapan ekonomi kreatif dipengaruhi oleh orang lain yang mengapresiasi karya-cipta orang itu. Di sinilah proses interaksi berlangsung secara timbal balik.Â
Hal ini bisa kita lihat pada segmentasi kegiatan ekonomi kreatif yang dasarnya adalah seni dan proses apresiasinya. Penghargaan atas karya seni musik dan pertunjukan di panggung. Panggung-panggung itulah yang akan menjadi skala ekonomi.Â
***
Inisiatif Bekraf yang diketuai oleh Triawan Munaf (seniman musik/ Giant Step dan ayah kandung Sherina "Geregetan") bersama Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan forum dunia dalam kemasan WCCE, menurut hemat saya, adalah tindak lanjut lanjut dari inisiatif BCCF, Indonesia Kreatif dan Jaringan Diaspora Indonesia.Â
Meskipun berbeda jalur dengan Kang Emil (Ridwan Kamil) yang arsitek beragam infrastruktur di Bandung dan beberapa kota besar dunia, Triawan Munaf tetap menjadi bagian penting dari perjalanan BCCF yang menyuarakan gerakan kolaboratif. Inilah yang kemudian dijadikan tema besar WCCE 2018 Inclusively Creative. Meletakkan dasar pemahaman bersama  (kolaboratif) atas pentingnya upaya menguatkan peran ekonomi kreatif di tataran global sebagai Sistem Ekonomi Jalan Tengah.Â
WCCE selain memberitahu dunia tentang kemampuan Indonesia menggerakkan perekonomian nasionalnya mencapai pertumbuhan pesat di belakang India dan China pada angka 4,7%, ajang ini juga menjadi promosi pariwisata dan sosialisasi buku Opus keluaran Bekraf. Di samping itu, WCCE yang telah diakui oleh Badan PBB urusan Konferensi Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) sebagai merek Indonesia. Â
Kehadiran Lisa Russel sebagai narasumber Konferensi ini nampaknya ingin membawa pesan khusus tentang peran Indonesia atas perdamaian dunia. Sineas yang salah satu karyanya yakni "Bi-Racial Hair", film dokumenter berdurasi pendek tentang pandangan satir atas ketegangan rasial di kalangan generasi muda keturunan Afrika-Amerika, berhasil membawa pulang trofi Emmy Awards untuk kategori Outstanding Advanced Media Interactivity pada tahun 2009. Akan sangat seru jika Lisa dapat disandingkan dengan Livy Zheng yang mampu menembus Hollywood dan senantiasa membawa nuansa kehidupan di tanah kelahiran, Indonesia. Diaspora Indonesia di negeri Paman Sam ini mencapai titik puncak suksesnya dengan masuk nominasi Oscar.Â