Ketua
Mr. Kasman Singodimedjo
kemudian dibentuk Bagian Pertahanan pada November 1945 melalui suatu kongres di Yogyakarta. Mengkuti perpindahan ibukota negara, IPI Bagian Pertahanan membentuk Markas Pertahanan Pelajar di Tugu Kulon/ Pakuningratan (sekarang menjadi museum TP) Yogyakarta dan mengganti namanya sebagai Tentara Pelajar. Terdiri dari 3 resimen yaitu : 1) Resimen A untuk Jawa Timur, 2) B di Jawa Tengah dan Cirebon serta 3) Resimen C di Jawa Barat. Selain itu, dibentuk pula satu Batalyon Tentara Genie Pelajar.
Karena perkembangan situasi keamanan negara yang kian tak menentu dan pembentukan Markas Besar Komando Jawa (MBKD), maka TP yang masuk dalam Kesatuan Reserve Umum (KRU) W pada akhir November 1948 berganti nama menjadi Tentara Pelajar Brigade XVII TNI. Ada 5 Detasemen yang masing-masing membawahi wilayah Jatim (I), Solo (II), Yogyakarta (III) dan Siliwangi (IV) serta  TGP (V). Di setiap wilayah dibentuk unit2 yang lebih kecil setingkat kompi, seksi dan sub seksi.
Seperti kisah2 perjuangan pada umumnya, ada nama peristiwa dan tokoh yang melegenda. Misalnya Kusni Kasdut yang menghebohkan karena marampok emas milik negara yang disimpan di Museum Nasional. Â Ada juga yang hilang di telan jaman semisal pasangan Jayadi Jepang dan si Jes (Djasmin) yang sering mengeksekusi musuh2nya dengan samurai di Solo pada Agresi Belanda II 1949 .
TP memiliki sejumlah nama besar yang sudah wafat yaitu Martono (mantan Mentrans), Rusmin Nuryadin ( mantan Menhub), Imam Pratignyo (Univ. Pancasila) Â dan Kusnadi Hardjasoemantri (mantan Rektor UGM) dll. Atau yang masih hidup seperti Solichin GP (PSSI), Koento Wibisono (UNS/UGM), dan Djoko Woerjo (IPB) dsb. Dari komposisi di atas, kita memperoleh gambaran bahwa mantan anggota TP ada yang berkarir di militer maupun sipil. Hal ini disebabkan oleh Penetapan Presiden RI no 4/1948 yang memberi penghargaan bagi pelajar berbakti dan SK Menhan RI No. 193/MP/50 yang intinya menawarkan pilihan untuk terus berkarir di lingkungan militer atau kembali ke bangku sekolah/ kuliah.
Pelajaran yang mungkin dapat kita petik dari mereka adalah bahwa ketika negara dalam situasi genting, kaum terdidik selalu tampil sebagai kekuatan yang khas dan memberi warna tersendiri. Sangat disayangkan, apresiasi negara/ pemerintah dan masyarakat Indonesia  terhadap TP baru sebatas pemberian nama jalan dan museum kecil. Sementara orang asing menjadikannya sebagai bahan penelitian khusus sebagaimana yang dilakukan oleh Jay Sing Yasdav, mahasiwa asal India, yang memperoleh gelar doktor sejarah (politik) di UGM karena penelitiannya itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H