Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anies Baswedan – Anak Asuh Tentara Pelajar

26 Maret 2014   06:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:28 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Atas jawaban seorang Kompasianer Giri Lumakto pada komentar saya di tulisan Menohok Akun Penyebar Komen Kebencian di Kompasiana yang ditulisnya, ada sedikit rasa kaget karena disebut anti Jokowi sebagaimana dilakukan oleh ”akun tertuduh berinisial AA”. Dalam jawaban itu, saya menyebutkan bahwa tidak anti tapi bukan juga pro Jokowi. Ada kriteria khusus yang sebenarnya tidak ingin saya sebarluaskan karena belum ada titik terang dan mengandung banyak unsur subyektif (penilaian pribadi) buat seorang calon presiden pada Pemilu Presiden 2014 ini.

Saya sudah menetapkan hati ingin berbuat banyak, bukan sekadar ikut-ikutan, mendorong Anies Baswedan memenangkan konvensi calon Presiden RI lewat Partai Demokrat agar bisa mencalonkan diri sebagai pemimpin Indonesia masa depan. Karena satu keyakinan, bahwa yang bersangkutan telah dan terus berkarya bagi negeri. Dan bidang yang dipilih adalah sumber kehidupan manusia modern yaitu dunia pendidikan. Sebagaimana kita tahu, kerusakan yang terjadi di berbagai sisi dan lini kehidupan di tanah air adalah karena lemahnya sektor ini. Pendidikan yang bukan sekadar aktivitas formal dan rutin belajar mengajar.

***

Saya tak kenal Anies Baswedan secara langsung. Ketika masih mahasiswa UGM, banyak tulisan yang ia susun dimuat di buletin kampusnya dan menjadi bahan referensi penting bagi saya dalam menyusun karya tulis pada mata kuliah Ekonomi Indonesia. Setahu saya, dia bukan anak keturunan Tentara Pelajar. Tapi ia mampu menerjemahkan ”jiwa perjuangan” pasukan pelajar/ mahasiswa pejuang kemerdekaan ini jauh lebih baik dan tepat sasaran dibandingkan kami yang anak keturunan langsung lewat Gerakan Indonesia Mengajar.

Di kancah politik, saya tak pernah percaya pada institusi partai politik manapun sejak mendapat hak pilih 32 tahun yang lalu. Meski pernah ikut serta membesarkan gerakan ProMega di Kebumen, tapi tak tertarik meneruskan perjalanan di jalur kepartaian. Bukan karena trauma, tapi telah mengendus adanya praktik sektarian yang kian menguat sampai saat ini. Apalagi punya pengalaman yang sangat getir dan sulit dipahami dengan logika apapun ketika menginisiasi dan mengawal perjalanan #RUUKepalangmerahan yang sampai sekarang tak jelas perkembangannya bersama para suka-Relawan Palang Merah Indonesia (PMI ) seantero negeri hanya karena ulah satu atau beberapa orang anggota Panitia Khusus (Pansus) di DPR RI. RUU yang sangat dinantikan oleh para sukaRelawan PMI sebagai payung hukum nasional dalam menjalankan misi dan aksi kemanusiaan di berbagai situasi bencana alam maupun saat terjadi konflik bersenjata.

Karena itu, ketika memutuskan untuk bergabung dengan organisasi relawan Anies Baswedan, banyak hal yang harus saya pertimbangkan. Pertama, antisipasi sikap teman-teman sukaRelawan PMI yang telah menyatakan diri akan menanggalkan hak pilihnya alias golput dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014 mendatang. Konsekuensinya, harus siap menerima cercaan, makian dan sikap sinis. Kedua, masyarakat di lingkungan sekitar yang selama ini tahu sikap netral saya terhadap kegiatan politik praktis. Ketiga, dan seterusnya... berkaitan dengan berbagai aktivitas kemasyarakatan saya dan istri yang tak ada hubungan sama sekali dengan kegiatan politik praktis. Singkat kata, banyak sekali pengalaman hidup yang menjadi sumber keengganan bersentuhan dengan dunia abu-abu itu.

Saya anak keturunan mantan anggota Tentara Pelajar. Ayah kami, Djasmin, pertama kali ikut berjuang menegakkan kemerdekaan di wilayah Bandung bergabung dengan Ikatan Pelajar Indonesia Bagian Pertahanan Jawa Barat yang lebih dikenal sebagai Tentara Pelajar Siliwangi (TPS). Ketika Bandung diduduki Belanda bersama tentara sekutu, sebagian besar kekuatan perjuanganTPS melakukan longmarch ke Jawa Tengah. Ayah ikut di dalamnya dan sampai di Purworejo. Di sana beliau bergabung dengan Kompi Wiyono sebelum melanjutkan perjalanan ke Solo dalam rangka mencari sekolah dan menemukannya di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Kanisius yang setingkat SMP). Di kota ini, ayah bergabung dengan beberapa pasukan Kompi Prakoso diantaranya Seksi Budiarjo bersama Jayadi Jepang.

Sementara itu, ibu yang belajar di Sekolah Guru Putri (SGP) Jalan Jati Yogyakarta ditugaskan oleh sekolahnya mengikuti latihan dasar kemiliteran angkatan ke 2 bersama ibu kandung Sri Mulyani Indrawati (mantan Menteri Keuangan RI dan sekarang menjabat Direktur Palaksana Bank Dunia), Retno Sriningsih, yang juga dilakukan oleh banyak pelajar sekolah menengah di ibukota RI sementara, Yogyakarta. Cerita selengkapnya tentang Tentara Pelajar dan kiprah ibu di kancah perjuangan menegakkan kemerdekaan Bangsa Indonesia.

Ketika ex anggota Tentara Pelajar (TP) mengadakan reuni di kota Purworejo tahun 1997, saya berkesempatan mengenal sekilas sosok Pakde Koes (Prof.Dr. Kusnadi Hardjasumantri,SH) dan Pakde Kunto (Prof.Dr.Kunto Wibisono). Di arena sambung rasa antar generasi, saya mengenal sifat Pakde Koes yang sangat tegas dan cenderung kaku (zakelijk). Khas sifat kombatan (anggota pasukan tempur). Berbeda dengan sifat dan sikap Pakde Kunto yang halus. Tentang kedua mantan anggota TP ini, saya mendapat informasi yang sepotong-sepotong. Tapi semua informasi itu memang menegaskan kesan saya tentang sikap Pakde Koes khususnya. Itu sebabnya saya ikut Turun Tangan. Bukan sekadar urun tangan.

Apapun yang terjadi nanti, terjadilah. Keputusan telah diambil dengan segala risikonya. Saya ikut TurunTangan karena yakin dengan integritas pribadi Anies Baswedan. Bukan sebab lain, apalagi mengejar popularitas, kedudukan dan harta. Hanya karena kesetiaanku pada bangsa dan negara dari buaian sampai liang lahat (janji Tentara Pelajar saat diminta kembali ke bangku sekolah pasca menunaikan tugas atas panggilan Ibu Pertiwi).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun