Meski begitu, ada saja yang terlewati. Pos terdepan yang berjaga di balik reruntuhan jembatan adalah pasukan yang lolos dari pembantaian semalam. Begitu terdengar rentetan tembakan, mereka merayap masuk ke tepian sungai yang berair deras. Mereka memang anak-anak laut yang dibawa serta oleh pasukan Perpis. Kemampuan bertahan hidup di dalam air teruji oleh alam.Â
Menjelang dini hari, hujan telah reda. Pos terdepan ini kedatangan dua orang yang mengaku utusan lurah membawa singkong rebus yang dibungkus daun jati. Katanya sebagai bekal pengganti nuk (nasi bungkus). Rupanya, dua orang mata-mata musuh ini tak tahu jika ada saksi mata lain yang lolos dari insiden jagung rebus.Â
Namanya Ridwan yang meloloskan diri dengan pura-pura sebagai mayat terapung. Begitu tubuhnya masuk sungai, ia terus menyelam ke arah laut mengikuti aliran air sungai itu. Persis di bawah reruntuhan jembatan, tubuh Ridwan yang telah pingsan tersangkut bonggol pohon kelapa. Pagi harinya, ia ditemukan oleh pasukan di pos terdepan itu dan dirawat semampu mereka sampai sadar.Â
" Tuhan Maha Besar...3x ", ucapan pertama yang keluar dari mulut Ridwan.Â
Ia memang pantas bersyukur karena diselamatkan oleh teman-teman seperjalanan dari Makassar ke pulau Jawa saat ikut hijrah bersama pasukan Perpis. Dia salah satu senior yang punya pengalaman bertempur baik saat di Makassar maupun ketika membantu perlawanan rakyat Surabaya dalam menghadapi pasukan sekutu pada peristiwa 10 November.Â
Ridwan telah memberikan isyarat kepada teman yang menemui dua orang tadi. Dengan berpura pura ingin berebut makanan, kedua orang yang mengaku utusan lurah dilumpuhkan dan dicecar berbagai pertanyaan.Â
Ridwan adalah satu-satunya anggota pasukan yang fasih berbahasa Jawa meski dengan logat Jawa Timur yang cukup kental. Akhirnya ketahuan juga bahwa kedua orang itu mata-mata pasukan NICA (Netherlandsche Indie Civil Administratie). Bahkan terungkap juga bahwa salah satunya adalah pembawa bakul maut semalam. Banyak informasi penting yang diperoleh dari interogasi itu. Jumlah kekuatan dan posisi lawan. Ridwan pun segera memerintahkan eksekusi terhadap kedua mata-mata itu.Â
***
Selasa di hari kedua bulan September 1947 adalah puncak kebiadaban pasukan tentara penjajah di Front Barat. Diawali suara kokok ayam yang terus berpindah-pindah tempat menjelang waktu Subuh, rentetan tembakan senapan otomatis dan dentuman meriam tak pernah berhenti. Konsentrasi pasukan perjuangan di Desa Sidobunder Puring akhirnya tercerai berai lagi setelah memakan korban 24 orang pasukan pelajar, dua orang kurir MBT (Markas Besar Tentara) serta berpuluh atau ratusan  anggota TRI (Tentara RI, sebutan sebelum jadi TNI) maupun penduduk tak berdosa. Entah berapa banyak rumah, jembatan dan fasilitas publik yang hancur demi tegaknya Proklamasi Kemerdekaan dalam pangkuan NKRI.Â
***
Para pelajar yang gugur di Palagan Sidobunder adalah tumbal perjuangan bangsanya. Mengorbankan diri demi masa depan. Tak ada motivasi lain, kecuali mengabdi dan berbakti kepada Ibu Pertiwi. Kesetiaan yang bermula dari buaian sampai ke liang lahat. Dan tak pernah berharap mendapat imbalan apapun kecuali Rahmat dan kasih sayang Sang Khalik.Â