Mohon tunggu...
Toto Sukisno
Toto Sukisno Mohon Tunggu... Auditor - Berlatih Berbagi Sambil Tertatih, Menulis Agar Membaca, Membaca Untuk Memahami

http://bit.ly/3sM4fRx

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ujian Nasional Dihapus, Jangan Gojek!

14 Desember 2019   09:09 Diperbarui: 14 Desember 2019   14:43 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Pelaksanaan simulasi UNBK di Sekolah. (Dok. Sekolah Pahoa via kompas.com)

Saat menulis naskah ini, niat saya hanya ingin agar teman-teman tidak perlu reaktif menanggapi wacana kebijakan Mas Menteri Nadiem tentang penggantian ujian nasional dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter (ASKOMISUKA). 

Pemberitaan terkait penggantian ujian nasional menjadi semakin masif dan ramai akibat headline di banyak media yang menuliskan ujian nasional dihapus, sehingga beberapa kali Mas Menteri menegaskan bahwa ujian nasional tidak dihapus tetapi diganti formatnya.

Sudah semestinya ketika kita mendiskusikan tentang persoalan pendidikan harus mengingat kembali pilar dasar tujuan pendidikan nasional. 

Berdasarkan Pasal 31 ayat 3 UUD 1945, Pendidikan nasional memiliki tujuan yang sangat luhur yakni mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan iman dan taqwa serta ahlak mulia dalam rangka mencerdasarkan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

Lebih lanjut dalam ayat 5 secara tersurat tujuan pendidikan adalah untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai agama dan persatuan bangsa yang bermuara pada kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

jpnn.com
jpnn.com
Penggantian format ujian nasional sesungguhnya bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan kita. Coba tengoklah sejarah format dan penyebutan ujian nasional, tahun 1950-1965 ujian nasional dinamakan dengan ujian penghabisan, dimana pada masa itu format soal dalam bentuk isian dan esai. 

Selanjutnya tahun 1965-1971, ujian nasional dinamakan dengan Ujian Negara. Saat itu, pemerintah pusat yang menentukan materi ujian dan materi ujiannya adalah semua mata pelajaran. 

Tahun 1972-1979, pada periode ini pedoman beserta panduan ujian nasional yang bersifat global disusun oleh pemerintah pusat, sedangkan penyelanggaraannya dilakukan oleh setiap sekolah ataupun sekelompok sekolah sesuai dengan waktu dan materi yang ditentukan.

Tahun 1980-2001, ujian nasional disebut dengan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) dan Evaluasi Belajar Tahap Akhir (EBTA), pada tahap ini kelulusan siswa ditentukan oleh gabungan nilai EBTANAS, EBTA serta nilai ujian harian yang tercantum dalam rapor. 

Tahun 2002-2004, ujian nasional disebut dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang menggantikan EBTANAS, dimana pada periode tersebut terjadi perbedaan standar kelulusan UAN dalam setiap tahunnya.

Tahun 2005-2012, ujian nasional disebut dengan Ujian Nasional (UN) yang menggantikan UAN. Standar kelulusan UN setiap tahun juga mengalami perubahan terus menerus. 

Dengan demikian jika nanti mulai tahun 2021 ujian nasional berganti nama menjadi ASKOMISUKA dengan format yang baru, masyarakat tidak perlu risau dan menanggapinya secara berlebihan.

Salah satu yang menjadi alasan kenapa perlu adanya UN (atau istilah lain sesuai dengan kebijakan pemerintah) adalah memetakan mutu program pendidikan guna meningkatkan kualitas sekolah sesuai dengan daerahnya. 

Artinya UN bagian dari ikhtiar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan tujuan nasional pendidikan yang telah ditetapkan, dan tentunya masih banyak alasan lain mengapa tetap perlu diselenggarakannya UN.

Tidak dapat dipungkiri bahwa penyelenggaraan UN tentu masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang perlu dievaluasi secara terus menerus guna memperoleh kualitas UN sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Ini adalah proses alamiah, yang sudah barang tentu tidak bisa kita hindari guna memperoleh model yang optimal.

Satu hal lagi yang perlu kita renungkan, janganlah antipati dengan sebuah kebijakan yang bisa jadi saat ini dianggap perlu direvolusi tapi kelak ternyata akan menjadi titik kembali manakala kebijakan tersebut dianggap tidak tepat menjadi obat terapi.

Pelajaran berharga dari kebijakan penyatuan kembali Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi kedalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan setelah lima tahun pisah ranjang menjadi cermin berharga untuk melakukan kajian yang matang dan komprehensif sebelum membuat kebijakan yang harus direalisasi karena regulasi. 

So, ujian nasional dihapus? Ah, jangan gojek (bercanda).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun