Mohon tunggu...
Toto Sudiarjo
Toto Sudiarjo Mohon Tunggu... -

student in sociology Atma Jaya Yogyakarta University

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Multikultur dalam Sebuah Polybag

30 Mei 2015   12:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Polybag atau kantong plastik merupakan medium untuk sebuah gerakan menanam tumbuhan organik oleh mahasiswa Jogja yang notabenenya ngekost dan konsumtif.” – forum diskusi Permablitz dan Urban Farming.

Jogja bukan saja dikenal sebagai Kota Pelajar, namun juga mendapat predikat sebagai The City of Tolerant – berkat banyaknya mahasiswa dari berbagai daerah yang ingin menempuh pendidikan dan hidup bersama di sini.

Meski saya juga kerap mendengar pendapat seperti ini ketika saya kuliah di Jogja, pada kenyataannya tidak seharmonis itu juga. Contohnya saja, dalam satu tahun belakangan ini, Jogja justu mendapat predikat nomor dua terkait intoleransi agama maupun suku – tepat setelah Jawa Barat.

Multikultur tidak selalu identik langsung dengan keadaan yang rukun dan ‘adem ayem’ saja. Di Jogja, mahasiswa dari berbagai latar belakang itu berusaha berbaur. Mereka berusaha saling menghargai budayanya masing-masing dan menjadikannya sebagai proses belajar. Dari dasar ini, gerakan menanam, yang awalnya mungkin hanya dipandang sebagai program atau proyek bagi pemerhati lingkungan saja, difungsikan pula sebagai gerakan sosial.

Keadaan kost-kostan mahasiswa di Yogyakarta saat ini mulai berkelompok-kelompok menurut teman sedaerah ataupun seagamanya. Ini dapat dilihat dengan banyaknya asrama mahasiswa dan kost-kostan yang (secara implisit) menolak atau hanya menerima mahasiswa dari suku/agama tertentu.

Tak berhenti di situ, seringkali saya melihat bahwa sepulang dari berkegiatan di luar, anak kost langsung masuk kamar masing-masing tanpa adanya ngobrol bareng dahulu sebagai ruang dialog – ini terjadi di asrama sekultur maupun multikultur. Keadaan ini akan menjadi masalah bagi hubungan ketetanggaan dan hal inilah yang perlu dibenahi sebagai community development.

Polybag hanyalah sebuah plastik untuk tempat menanam tumbuhan organik seperti cabe, sawi, tomat dan banyak tanaman lain yang tidak membutuhkan waktu lama untuk tumbuh. Penggunaannya amat sesuai dengan kondisi terbatasnya lahan di kost-kostan.

Namun dari polybag, bisa muncul dampak positif dalam hubungan sosial. Gerakan untuk menanam dalam polybag ini dapat memunculkan interaksi sosial dan mempererat komunikasi antar anak kost yang multikultur maupun yang tidak. Tak hanya itu, gerakan ini juga bisa membuka ruang komunikasi antara anak kost, pemilik kost, dan warga sekitar.

Dari menanam tanamannya hingga memetik hasilnya, bisa menciptakan ruang interaksi yang lebih dari sekedar sapaan basa-basi. Manfaat lainnya adalah menjaga lingkungan, dan bisa juga untuk menambah uang saku bagi mahasiswa loh.

http://www.trulyjogja.com/multikultur-dalam-sebuah-polybag/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun