Memahami Rule of Law dari Sang Penggagasnya (Albert V Dicey)
Mengkaji Negara memang tidak akan ada habisnya, perjalanan yang memunculkan para ahli dari Plato, Aristoteles, dan banyak filsuf lainnya yang melahirkan ide besar tentang Negara telah mempengaruhi negara-negara diberbagai belahan dunia. Namun kita tidak bisa melupakan gagasan besar yang akhirnya dianut oleh mayoritas negara, ketika Era Inggris Modern memunculkan sosok Albert V Dincey, dengan bukunya Introduction To The Study Of The Law Of Constitution. Yang melahirkan Rule of Law. Ya, setelah sebelumnya saya menggiring jauh ke era klasik (La politica, Aristoteles), kali ini kita maju jauh ke era Modern.
The Rule Of Law merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh seorang Albert Venn Dicey pada tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of The Law Of  Constitution. Sejak itulah The Rule Of Law mulai menjadi bahan kajian dalam pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda.
 konsep Dicey tersebut yang intinya bahwa The Rule Of Law mengandung tiga unsur penting, yaitu:
1. Â Â Â Â Supremacy Of Law
2. Â Â Â Â Equality Before The Law
3. Â Â Â Â Constitution Based On Human Rights
Unsur Supremacy Of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power), baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah). Kedua-duanya tunduk pada hukum (regular law). Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. hukum dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum, dan bukan kekuasaan.
Unsur supremasi hukum ini dapat dikatakan bersifat sama dengan ajaran yang dikemukakan Krabbe tentang teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit),teori yang menentang ajaran staats souvereiniteit yang umumnya dianut oleh pemikir-pemikir kenegaraan Jerman.
Perwujudan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) di negara-negara Anglo Saxonsedikit berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut konsep rechtstaats. Supremasi hukum menurut konsep ini (rechtstaat) adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga konsekuensi hukumnya dapat dituntut di pengadilan. Sementara di Negara Anglo Saxon tidaklah demikian, supremasi hukum menurut konsep Rule Of Law, tidak menempatkan sebagai subyek hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat salah, sehingga konsekuensinya tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di pengadilan.
Unsur Equality Before The Law, mengandung arti bahwa semua warga negara tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya sebagai pejabat negara tunduk pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan biasa yang sama. Jadi setiap warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum. Penguasa maupun warga negara bisa; apabila melakukan tort (perbuatan melanggar hukum), maka akan diadili menurut aturan Common Law dan di pengadilan biasa.
Equality Before The Law yang dikemukakan oleh Dicey adalah dilatar belakangi adanya suatu realitas pada saat itu di Inggris, yang dia lihat sangat baik dan ia bermaksud memberikan kritikan pada situasi saat itu terhadap Perancis  yang pemerintahannya memperlakukan perbedaan antara pejabat negara dengan rakyat biasa.
Di Inggris tidak mengenal pengadilan khusus bagi pejabat negara yang melanggar hukum, seperti yang teranulir di sistem Eropa Kontinental (Civil Law) berupa pengadilan administrasi (administratief rechts praak) atau seperti di Indonesia berwujud Peradilan Tata Usaha Negara dengan dikuatkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pandangan rakyat Inggris (tak terkecuali the man in the street), Common Law adalah suatu kebanggaan. Sifat yang konsisten terhadap mono system peradilan, yakni peradilan umum yang berpuncak di Supreme Court, jika di Indonesia semacam Mahkamah Agung. Namun bagi mereka tidak mengenal adanya perbedaan perkara, semua perkara tunduk pada satu sistem peradilan.
Unsur Constitution Based on Human Rights jika ditelaah mengandung arti adanya suatu Undang-Undang Dasar yang biasa disebut degan konstitusi. Konstitusi disini bukan berarti merupakan sumber akan hak-hak asasi manusia melainkan indikator-indikator dari hak-hak asasi manusia itulah yang ditanamkan dalam sebuah kionstitusi, secara harfiah dapat dikatakan bahwa apa yang telah dituangkan ke dalam konstitusi itu haruslah dilindungi keberadaannya.
Di Inggris hak-hak asasi (the right to personal freedom, the right to freedom of discussion, dan the right to public meeting) dijamin dengan hukum-hukum biasa, kebiasaan ketatanegaraan ataupun dengan putusan hakim. Sedangkan Undang-Undang Dasarnya hanya merupakan generalisasi dari praktek ataupun kebiasaan yang sudah berlangsung, seperti halnya hak-hak kebebasan dalam Habeas Corpus Act, sesungguhnya telah ada sebelum Habeas Corpus Act diundangkan.
Ya, lewat bukunya Dicey telah meletakan dasar dari munculnya keadilan agar mampu tertata dalam pelaksanaan negara untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dan memang Rule of Law menjadi doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring dengan negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian, semenjak era ini pula perubahan diberbagai negara muncul.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H