Mohon tunggu...
Totenk Mahdasi Tatang
Totenk Mahdasi Tatang Mohon Tunggu... Aktor - pembina Sanggar Lidi Surabaya

Aktor teater, penyair, dramawan,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Rule of Law dari Sang Penggagasnya (Albert V Dicey)

14 Juni 2016   23:23 Diperbarui: 14 Juni 2016   23:25 1959
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memahami Rule of Law dari Sang Penggagasnya (Albert V Dicey)

Mengkaji Negara memang tidak akan ada habisnya, perjalanan yang memunculkan para ahli dari Plato, Aristoteles, dan banyak filsuf lainnya yang melahirkan ide besar tentang Negara telah mempengaruhi negara-negara diberbagai belahan dunia. Namun kita tidak bisa melupakan gagasan besar yang akhirnya dianut oleh mayoritas negara, ketika Era Inggris Modern memunculkan sosok Albert V Dincey, dengan bukunya Introduction To The Study Of The Law Of Constitution. Yang melahirkan Rule of Law. Ya, setelah sebelumnya saya menggiring jauh ke era klasik (La politica, Aristoteles), kali ini kita maju jauh ke era Modern.

The Rule Of Law merupakan satu konsep yang dikemukakan oleh seorang Albert Venn Dicey pada tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of The Law Of  Constitution. Sejak itulah The Rule Of Law mulai menjadi bahan kajian dalam pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda.

 konsep Dicey tersebut yang intinya bahwa The Rule Of Law mengandung tiga unsur penting, yaitu:

1.         Supremacy Of Law

2.         Equality Before The Law

3.         Constitution Based On Human Rights

Unsur Supremacy Of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power), baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang memerintah). Kedua-duanya tunduk pada hukum (regular law). Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. hukum dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum, dan bukan kekuasaan.

Unsur supremasi hukum ini dapat dikatakan bersifat sama dengan ajaran yang dikemukakan Krabbe tentang teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit),teori yang menentang ajaran staats souvereiniteit yang umumnya dianut oleh pemikir-pemikir kenegaraan Jerman.

Perwujudan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) di negara-negara Anglo Saxonsedikit berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut konsep rechtstaats. Supremasi hukum menurut konsep ini (rechtstaat) adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga konsekuensi hukumnya dapat dituntut di pengadilan. Sementara di Negara Anglo Saxon tidaklah demikian, supremasi hukum menurut konsep Rule Of Law, tidak menempatkan sebagai subyek hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat salah, sehingga konsekuensinya tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di pengadilan.

Unsur Equality Before The Law, mengandung arti bahwa semua warga negara tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya sebagai pejabat negara tunduk pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan biasa yang sama. Jadi setiap warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum. Penguasa maupun warga negara bisa; apabila melakukan tort (perbuatan melanggar hukum), maka akan diadili menurut aturan Common Law dan di pengadilan biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun