Mohon tunggu...
Torkis Nasution
Torkis Nasution Mohon Tunggu... -

Private Tour Organizer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

"Alame", Makanan Tradisional Khas dari Sibuhuan

12 Agustus 2014   14:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:45 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan mudik lebaran tahun ini, mempunyai pengalaman baru bagi saya, dimana seperti lebaran sebelum-sebelumnya, waktu pulang ke kampung, meski terkadang naik motor, biasanya beramai-ramai, konvoi, entah empat atau lima unit motor. Namun kali ini, saya mudik naik motor sendirian dari Pekanbaru ke Kota Sibuhuan yang berjarak 296 Kilometer, dengan jarak tempuh normal enam jam. Persiapan mudik saya yang pertama adalah service motor yang akan saya pakai ke montir langganan saya, sekaligus juga teman dan tetangga saya. Sesuai rencana, saya start dari Pekanbaru menuju kampung halaman, Sibuhuan, di daerah perbatasan Sumatera Utara dengan Riau pada pukul 06.12 WIB tanggal 27 -07-2014. Dalam perjalanan dari Pekanbaru ke Rantau Berangin yang merupakan persimpangan menuju Sumatera Barat dan Sumatera Utara, jalanan ramai dengan pemudik, baik yang menggunakan mobil pribadi, bus maupun dengan sepeda motor bahkan juga ada yang menggunakan pick up, ini merupakan hal yang lumrah dalam tradisi mudik di negeri kita ini.Perjalanan yang saya lalui alhamdulillah mulus, dan saya sampai di Sibuhuan pukul 13.20 WIB, dan masih melaksanankan Sholat Zuhur di Kota dimana saya dibesarkan tersebut.

Salah satu hal yang saya ingin ceritakan dalam tulisan ini adalah tentang eksistensi salah satu makanan tradisonal khas dari Sibuhuan, yang juga merupakan ciri khas dari daerah Tapanuli bagian Selatan pada umumnya, yaitu Alame atau yang dalam bahasa Indonesia lazim disebut “Dodol”.  Dodol atau Alame dari Sibuhuan, bahan serta cara membuatnya kalau saya amati tidaklah jauh beda dengan Dodol atau Alame dari daerah-daerah di sekitarnya, baik dari Binanga, Sosa, Sosopan, Sipirok, Gunung Tua maupun daerah lain bahkan dengan Gelamai Payakumbuh yang terkenal atau juga Dodol dari Taluk Kuantan, mungkin hanya rasa, aroma saja yang berlainan, tempat atau kemasan juga beragam jenis, namun yang lazim dipakai di daerah Sibuhan adalah dari anyaman yang berbentuk bulat panjang seperti botol tanpa leher dengan rumbai-rumbai diatas yang disebut dengan “Baul-baul”.



Dodol atau Alame ini, biasanya saat lebaran selalu ada dan menjadi makanan wajib disamping Lemang dan hidangan dari daging. Dari pengalaman dan cerita-cerita orang tua, membuat Alame atau dodol zaman dulu biasanya dilakukan dengan gotong royong atau saling membantu, biasanya para muda-mudi, karena memasaka Dodol atau Alame tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar enam atau delapan jam lebih untuk dua liter beras pulut atau beras ketan yang telah jadi tepung, yang dicampur dengan tepung gandum satu kilo, Gula merah skitar 6 kilo ditambah dengan gula putih 2 kilo, santan dari enam belas butir kelapa. Proses pembuatan Dodol atau Alame tersebut zaman dahulu dilakukan secara tradisional, tungkunya dibuat ditanah yang dilobangi, lengkap dengan lobang api dan tempat kayu bakar, beras pulut ditumbuk secara beramai-ramai oleh muda-mudi setempat. Pembuatan dodol atau alame tersebut dulu sering dilakukan dimalam hari, dan memasaknya menggunakan kuali yang besar, dan senantiasa  diaduk atau dikacau biar tidak lengket. Api harus dikontrol, dan tidak boleh didiamkan agar adonan dodol atau alame tersebut tidak gosong.

Sesuai perkembangan zaman, proses pembuatan dodol atau alame tersebut, yang dulu terasa agak ribet dan membutuhkan persiapan yang matang, kini sudah mulai berkembang. Orang dengan mudah kini bisa mendapatkan dodol atau alame tersebut, karena sudah ada yang menjual di pasar atau ada orang yang menyediakan untuk dijual atau menerima pesanan untuk membuat dodol atau alame. Aodol atau alame meski keberadaanya juga mulai berkurang, seiring dengan banyaknya jenis makanan produksi pabrikan atau makanan impor, namun bagi sebagian masyarakat masih merupakan suatu makanan yang selalu dicari dan dijadikan oleh-oleh khas dari kampung halaman sendiri. Tidak hanya pada saat lebaran Idul Fitri, saat pulang kampung kapan saja atau saat pulang dari tanah suci pun dodol atau alame sudah mulai dijadikan sajian makanan bersama dengan kurma buat tamu-tamu yang datang berkunjung ke rumah-rumah para haji yang baru pulang dari tanah suci.

Seperti di sekitar tempat tinggal saya, ada beberapa orang yang sudah lama terkenal sebagai pembuat dodol. Banyak masyarakat sekitar bahkan dari luar daerah yang meminta buatkan dodol kepada mereka. Salah satu orang yang dekat rumah saya, di daerah Galanggang, Pasar Sibuhuan, yang terkenal sebagai pembuat dodol atau alame adalah Ibu Delima Hasibuan, yang dari garis keturunan kakeknya, yaitu Bapak dari Ibu beliau masih ada turunan minang yang berasal dari Solok, menuturkan bahwa beliau menekuni usaha membuat dodol atau alame tersebut sudah sekitar tiga puluh tahun. Beliau menuturkan, bahwa dari awalnya, beliau belajar membuat dodol atau alame kepada tetangganya dengan ikut bekerja membuat Dodol dengan orang tersebut. Hingga akhirnya memutuskan membuat usaha pembuatan Dodol sendiri, dibantu dengan kedua anak lelaki beliau yang saat itu masih sekolah, karena biasanya pesanan membuat Alame tersebut hanya pada saat puasa atau sesudah lebaran unutk oleh-oleh orang pulang ke kota, meski sekali-kali ada juga yang pesanan saat keluarganya ada yang datang atau saat bulan haji. Selain menerima pesanan memasak Dodol Buat orang lain, Ibu Boru  Hasibuan ini juga menyediakan Alame untuk  di jual di rumahnya atau di jualkan kepada pedagang kue  dipasar-pasar saat menjelang lebaran.

Dari penuturan beliau, keberadaan Alame bagi sebagian orang tetap merupakan makanan yang disukai dan dicari, bahkan ada juga orang dari daerah lain yang juga suka akan dodol atau alame dari Sibuhuan tersebut. Sudah banyak yang dibuatnya di bawa ke Jakarta, Medan  Pekanbaru dan kota-kota lain di Indonesia. Bila suatu saat anda singgah atau main atau bertugas ke Kota Sibuhuan, jangan lupa membawa mencicipi atau membawa pulang Dodol atau Alame khas dari Sibuhuan tersebut. Dari Satu liter beras ketan yang ditumbuk jadi tepung, ditambah delapan buti kelapa dan 3 kilo gula merah serta satu kilo gula putih dan setengah kilo gandum biasanya akan didapat lebih dari 20an bungkus Dodol atau Baul-Baul. Satu Baul-baul standar Alame di pasaran di jual Rp.20 Ribu per buah, sementara kalau kita memesan untuk dimasakkan, satu liter beras pulut, upah masaknya saja Rp. 100.000 diluar bahan dan Bungkus atau Baul-baul tersebut yang ditanggung oleh si pemesan. Saat mencoba merasakan rasa dari Alame buatan ibu Boru hasibuan tersebut, memang terasa enak dan bentuknya yang masih ada rasa kenyal karena baru beberapa hari dimasak, membuat aroma khas masih tercium. Menurut keterangan teman saya  yang berasal dari Palembang, yang selalu saya bawakan Alame buatan Ibu Boru Hasibuan tersebut kalau saya pulang kampung, Alame akan lebih nikmat kalau disimpan dalam lemari es dan sudah keras, karena teksturnya terasa lembut. Ada juga sebagain orang yang lebih suka makan Dodol saat masih cair, saat sudah setengah masak, sperti bubur dan satu hal yang sering di tanya oleh sebagian orang adalah kerak atau bagian dodol yang di pinggir kuali, yang mengeras, yang terasa renyah dan manis.

Dari perbincangan saya dengan Ibu pembuat dodol atau alame saat di Kampung beberapa hari yang lalu, saya jelas melihat, bahwa dodol atau Alame  masih menjadi salah satu makanan ciri khas dari Kampung saya, Sibuhuan, di daerah Padanglawas, Sumatera Utara, yang sudah sampai hampir ke seluruh daerah di Indoensia bahkan ke luar negeri seperti Malaysia dibawa oleh perantau-perantau yang berasal dari wilayah tersebut saat pulang. Dodol atau alame kini, bukan hanya dihidangkan saat Idul Fitri Saja, namun saat bulan haji sering dijumpai dirmah-rumah orang yang baru pulang naik haji, dan bahkan, sekarang dapat anda dapatkan kapan saja, tinggal pesan pada pembuatnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun